Secara garis besar dia menjelaskan soal kebijakan Wiranto dan alasan dirinya menolak. Tapi soal isu ini tak masuk materi wawancara.
Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto pernah membuat kebijakan agar para perwira tinggi yang menempati jabatan sipil melepas jabatan di ketentaraan. Kebijakan ini tentu menuai kontroversi. Salah satu yang menolak adalah AM Hendropriyono yang kala itu menjadi Menteri Transmigrasi. Dia berdalih, menempati posisi jabatan sipil adalah permintaan Presiden BJ Habibie.
Hendro memang lebih senior dari Wiranto. Saat menjadi Pangdam Jaya, Kepala Staf Kodam adalah Brigjen Wiranto yang sebelumnya menjadi ajudan Presiden Soeharto.
“Cita-cita saya sejak kecil pan jadi tentara. Saya siap mundur dari kabinet,” begitu kurang lebih Pak Edo (Hendropriyono) bersikap.
Tabloid tempat saya bekerja kala itu akan mengangkat isu tersebut sebagai cover story. Saya bersama rekan Hanif Suranto (kini dosen di UMN) kebagian tugas memburu sang Menteri.
“Jangan ke kantor kalo belum dapet,” begitu catatan di kertas TOR.
Selepas Jumatan kami tiba di kantor Departemen Transmigrasi di Kalibata. Tak lama berselang datang rekan dari Tempo, mas Dwi Wiyana. Juga dari Gatra. Mereka mendapat tugas yang sama. Belakangan kami jadi teman sekantor dengan mas DW.
Staf humas dan protokoler mengabari kalau Pak Edo tak ada di kantor. Kami tak percaya, karena sebelumnya sudah mengecek ke lokasi parkir, mobil dinas terparkir di sana.
Hingga Ashar, Magrib, Isya Pak Edo taka da tanda-tanda mau menerima kami.
Seorang stafnya berkali-kali membujuk agar kami sebaiknya pulang, karena Pak Edo tak akan mau bicara soal itu. Dia malah sempat membujuk akan mentraktir makan malam di sebuah restoran di Kalibata. Kami bergeming.
Mendekati pukul 22, si staf kembali mendekati kami yang menanti di koridor dekat ruang kerja Menteri. “Mas, Mas. Bapak sudah bilang gak akan bicara di sini. Kalau mau, besok pagi Bapak main Golf di deket Merapi. Cegat di sana saja ya,” kata si staf berpangkat Mayor.
Benar saja. Ketika kami tengah menyimak penjelasannya, kami mendengar suara beberapa mobil lalu melesat meninggalkan halaman gedung. Si staf tersenyum. “Iya, itu Bapak.” Kami tentu masygul. Sebel banget.
Senin (4/1/2021) kemarin, kami dari Grup Transmedia menemui Pak Hendropriyono di kediamannya. Kami diantar Pak Ishadi SK, Komisaris Utama Transmedia. Selama lebih dari satu jam mantan Kepala BIN itu memaparkan potensi ancaman, gangguan, dan hambatan yang akan muncul sepanjang 2021. Di ujung paparan, hidangan Laksa Singapura yang dipesan dari restoran di Senayan City kami santap dengan lahap.
Beruntung, setelah paparan Pak Hendropriyono masih berkenan kami wawancara untuk program Blak-blakan. Sebelum wawancara, saya sempat menyinggung kembali kejadian pada 1998/1999 lalu itu. Dia cuma tersenyum.
Secara garis besar dia menjelaskan soal kebijakan Wiranto dan alasan dirinya menolak. Tapi soal isu ini tak masuk materi wawancara.
Pak Hendro berjanji akan memberikan waktu lagi jelang dia ulang tahun, 7 Mei mendatang. “Cerita nostalgia entar aja kamu ke sini lagi.” Pak Ishadi yang tetap menemani selama wawancara pun manggut-manggut. Semoga, insya Allah…
Sementara, teman-teman dapat menyimak Blak-blakan dengan Pak Hendro soal analisisnya di taun 2021 ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews