Pasangan Joe Biden dan Kamala Harris akhirnya menjadi pemenang dalam perhelatan Pilpres 2020 Amerika Serikat. Perolehan suara elektoral mereka yang disajikan berbagai sumber berbeda-beda. Ada yang menulis 273, 284, 290. Tapi paling tinggi saat ini 290.
Biarkan itu terjadi, sebab proses penghitungan suara memang masih berlangsung di beberapa negara bagian, meski tetap kurang signifikan dalam mengubah keadaan, yakni kemenangan Biden-Harris.
Prediksi saya, suara elektoral final Harris-Biden agaknya paling rendah 273 dan paling tinggi 306. Sila baca artikel saya yang berjudul "Menang Pilpres, Suara Elektoral Final Biden-Harris Berkisar 273-306, Ini Analisanya".
Usai saya memaparkan analisa saya dan kemudian membaca perkembangan data terbaru, tampaknya saya harus berani menyatakan bahwa suara elektoral pasti Biden-Haris akan berada di angka 306, tidak lebih.
Mengapa Biden-Harris mampu menaklukkan Trump-Pence dan memenangi Pilpres? Apa faktor "penyumbang" kesuksesan mereka? Menurut saya ada 2 (dua) faktor, yaitu peran serta Barack Obama dan "pertobatan" 3 (tiga) negara bagian atau "kembalinya si anak hilang".
Saya menggunakan istilah "penyumbang" karena, sesungguhnya faktor utama dari kemenangan Biden-Harris adalah kerja keras mereka dan tim. Namun demikian, kemenangan itu semakin nyata setelah berhasil didukung 2 (dua) "penyebab lain" tadi.
Tanpa peran Obama dan sumbangsih "hasil tobat" 3 (tiga) negara bagian, Biden-Harris mustahil menang. Saya yakin publik atau para pembaca sepakat dengan hal ini. Saya coba uraikan keduanya.
Peran Obama. Hemat saya, karena itu pula akhirnya 3 (tiga) negara bagian memilih memihak Biden-Harris. Jauh sebelum pasangan calon dari Partai Demokrat ini diumumkan untuk diusung resmi, Obama sudah lebih dulu mendorong Biden menjadi calon presiden.
Alasan Obama, "Joe memiliki semua kualitas yang kami butuhkan sebagai seorang presiden saat ini," kata Obama dalam rekaman video yang dilansir dari ABC News. Dan terbukti, Biden betul diusung Demokrat, berpasangan dengan Harris.
Melanjutkan dukungannya, mendekati jadwal pelaksanaan Pilpres, Obama "turun gunung" berkampanye di Pennsylvania (Philadelphia) pada 17 Oktober dan di Michigan (Flint dan Detroit) pada 31 Oktober.
Apa yang dilakukan Obama di kedua kota itu? Ia berjuang keras meyakinkan warga untuk memilih Biden-Harris dan mau mengakhiri "kegagalan" Trump.
Bagaimana hasilnya? Obama bersama Biden-Harris sukses menarik kembali Pennsylvania dan Michigan dari tangan Trump-Pence.
Seperti dicatat sejarah, Pennsylvania (20 suara elektoral) dan Michigan (16 suara elektoral) merupakan basis Demokrat, pernah dimenangkan oleh Obama-Biden di Pilpres 2008 dan 2012, akan tetapi jatuh ke tangan Trump-Pence pada Pilpres 2016. Hillary-Kaine kehilangan kendali kala itu.
Pennsylvania dan Michigan "bertobat", lalu negara bagian satu lagi apa? Wisconsin. Ya, Wisconsin (10 suara elektoral) juga sukses diyakinkan untuk kembali ke Demokrat.
Entah peran siapa, yang jelas Obama tidak kampanye di Wisconsin. Pada Pilpres 2016, Trump-Pence yang merebutnya.
Artinya, atas peran Obama serta kembalinya Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin, Biden-Harris mendapat sokongan suara elektoral sebanyak 46.
Bayangkan jika ketiganya tetap dikendalikan Trump-Pence, pasti Biden-Harris kalah besar, di mana suara elektoral mereka paling banyak 237.
Jika dilihat, sebenarnya masih ada 3 (tiga) negara bagian lagi yang diharapkan "bertobat" dan kembali ke Demokrat di Pilpres kali ini.
Yakni Florida (29 suara elektoral), Ohio (18 suara elektoral), dan Iowa (6 suara elektoral). Obama-Biden pernah memenangkannya.
Namun apa daya, ketiganya susah "diajak pulang". Barangkali sudah nyaman dengan Trump-Pence atau ragu mempercayai Biden-Harris, persis yang dialami Hillary-Kaine.
Terima kasih, Obama dan 3 (tiga) negara bagian. Proficiat, Biden-Harris!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews