Sitti dan Kualitas Pola Pikir

Orang dengan posisi X di masyarakat, belum tentu punya kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pemegang posisi X tersebut.

Jumat, 20 Maret 2020 | 08:38 WIB
0
261
Sitti dan Kualitas Pola Pikir
Sitty Hikmawatty (Foto: CNN Indonesia)

Aku tidak bisa tidak menyimpulkan bahwa statement ibu-ibu KPAI "renang di kolam bersama cowok bisa hamil" itu tidak menyimpulkan keseluruhan kualitas pola pikirnya. Alias, ya "begitulah" kapasitas berpikir beliau. Sebab, SATU sampel berupa pernyataan yang keluar dari diri seseorang pun, sudah cukup untuk mewakili/menggambarkan seluruh isi kepalanya.

Orang dengan pola pikir yang kualitasnya demikian, kok bisa diterima (atau direkrut) sih ke lembaga pemerintah sebesar KPAI?

Ini MEMBUKTIKAN satu lagi fakta suram yang baru kupahami setelah jadi orang dewasa: Belum tentu mereka-mereka yang duduk sebagai bos/aparat/pejabat itu kualitasnya setara dengan posisi yang didudukinya. Alias, kalau jadi komioner KPAI, sebenarnya dia BELUM TENTU layak ada di sana.

Bos belum tentu lebih capable, lebih mampu, lebih hebat dari bawahannya.

Orang dengan posisi X di masyarakat, belum tentu punya kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pemegang posisi X tersebut.

Lantas, kalau BUKAN kemampuan atau kapabilitas, apa dong sesungguhnya yang membuat seseorang mendapatkan posisi atau hal tertentu? Banyak, sebagian faktornya adalah:

- Orang tersebut likeable/disukai.
- "Orang dalem"/kecenderungan pemangku otoritas sebelumnya pada dia/nepotisme. (you know what I mean).
- Orang tersebut pandai dalam "menjual dirinya" di mata orang yang penting (plis jangan mikir aneh-aneh). Alias jago marketing dan membranding image diri sendiri, dengan segala resource yang tersedia di zaman ini.

Dosenku yang studi S3 Psikologi di Jepang, Dr. Cahya, pernah mengatakan "Rasionalitas yang paling tinggi pun akan kalah oleh like dan dislike (tendensi suka dan tidak suka)".

Sepertinya yang beliau katakan--walaupun terkesan suram--itu benar. Menurutku, realita yang terjadi memang demikian.

Maka...
Tidak heran jika orang lebih mementingkan MEMOLES REPUTASI, daripada meningkatkan KUALITAS DIRI yang ASLI.

Memilih jalan yang lebih mudah: pencitraan supaya dianggap pintar/mampu, daripada berjuang untuk jadi pintar/mampu BENERAN.

Selamat datang di dunia orang dewasa. 

- Asa Firda Inayah