Jangan pernah menegasi kemungkinan itu karena bangsa ini pernah pecah dan nyaris perang saudara di 1965 dalam situasi seperti itu.
Pilpres sudah usai, tapi mereka gerombolan penyebar kebencian tetap masih ada dan perlu kita waspadai. Pun ketika kedua Jagoan mereka sudah saling bertemu. Semangat kebencian yang mereka tanamkan tetap menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak. Selalu ada alasan untuk pembenaran bagi kaum penyebar kebencian..
Fakta bahwa ujaran kebencian berlandaskan iman keagamaan semakin menguatkan kebencian itu sendiri. Dan itu mirip dengan yang terjadi ketika :
1. Awal 1920an ketika Jerman kalah PD I dan rakyat yang frustasi terbuai dengan kampanye NAZI dan orasi Hitler. Hanya butuh satu dekade bagi mereka untuk membangun semangat 'membenci' Yahudi dan bangsa Jerman yang disiplin itu menjadi pemusnah etnis nomer satu di Eropa saat itu..
2. Awal 1970an ketika monarki Sihanouk melemah dan rakyat kelaparan, maka Khmer Merah maju membawa jargon baru kemakmuran bersama, dan hanya butuh kurang dari satu dekade untuk mengubah orang Kambodja yang sopan dan penuh cinta menjadi mesin pembunuh seperti di film Killing Fields yang terkenal itu. Hanya dengan kampanye 'membenci' orang pintar, maka musnahlah satu generasi warga terdidik bangsa itu kembali ke zaman batu.
Kita masih bisa membaca cerita sejenis di beberapa negara Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin dan Eropa Timur dan Balkan, di mana manusia yang awalnya dilahirkan polos tanpa agama, suku, golongan dan ideologi apapun, bisa 'dilatih' untuk 'membenci' selama bertahun-tahun dan merubah perilaku disiplin, sopan santun dan penyayang menjadi beringas, trengginas, kejam, berani pembunuh, menyiksa dan bahkan biadab...
Semua dimulai dengan proses Membenci Orang Lain.
Tidak peduli suku, bangsa, agama, etnis, apa saja...
Jika kita perhatikan budaya yang dikembangkan kelompok penyebar kebencian di Indonesia adalah budaya 'menyalahkan' dan 'membenci' pemimpin dan pengikutnya. Semua yang telah dilakukan adalah keliru, menyimpang dan tidak ada yang benar atau bahkan tidak ada baiknya sedikitpun. Polarisasi berpikir seperti ini merata dan cenderung membutakan kebenaran lain yang ada di sekitarnya.
Secara perlahan tapi pasti, akan terbentuk satu generasi pembenci yang anti toleransi. Jika mereka berkuasa, polarisasi ini akan dipertahankan sebagai sistem pertahanan rezim baru yang membelah bangsa ini menjadi 'KITA' dan 'KAMU' !
Jika KITA berkuasa, maka cepat atau lambat KAMU harus hilang! Memperhatikan pengalaman itu bukan tidak mungkin kita akan menuai bangkitnya komunitas ekstrim seperti Nazi, Khmer Merah, Militan Serbia, Boko Haram, dsb di Indonesia..Jangan pernah menegasi kemungkinan itu karena bangsa ini pernah pecah dan nyaris perang saudara di 1965 dalam situasi seperti itu. Tanyakan ke orang tua kita masing-masing bagaimana takutnya mereka dulu.
Jadi ? Sekali lagi, jangan bilang tidak mungkin terjadi!
Salam NKRI yang ber-Pancasila dan ber-Bhinneka Tunggal Ika...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews