“Walaupun sudah malam, halaman rumah sakit sangat ramai seperti pasar. Ada beberapa ambulan yang datang ke IGD rumah sakit,” ucap ibu saat baru tiba di rumah. Guratan wajah ibu lelah. Ibu baru saja pulang menemani ayah untuk menjalani rawat inap di rumah sakit Pelni, yang terletak di bilangan Slipi.
Memang tidak ada korban jiwa dari ledakan yang terjadi tepat saat dilangsungkannya debat calon presiden (capres) ke-2 tanggal 17 Februari 2019, yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta.
Namun, peristiwa ini menebar kepanikan dan ketakutan. Semula ada yang menyebutnya bom, sehingga para penonton debat di tempat ledakan terjadi, yakni parkiran timur Gelora Bung Karno (GBK) berlari berhamburan.
“Ada perempuan yang terlihat bengong-bengong. Shock, kata orang-orang,” cerita ibu. Sejumlah relawan yang berasal dari salah satu calon presiden memenuhi pelataran rumah sakit.
Saya mengangguk-angguk ketika mendengarkan cerita ibu. Untunglah, tak ada korban jiwa. Meski demikian, peristiwa ledakan petasan seperti ini, pastinya akan memberi kenangan tidak baik di kalangan pendukung capres. Terutama yang menjadi korban walau ‘hanya’ berupa ketakutan, kaget luar biasa, dan gangguan pendengaran akibat ledakan keras.
Mau tidak mau, tanpa bermaksud membesar-besarkan, peristiwa ini bakal menjadi catatan dalam pelaksanaan debat pemilu, walaupun jalannya debat tidak dihentikan dan tetap berlangsung saat peristiwa ledakan terjadi. Polisi dengan tim Gegana pun telah sigap mengambil tindakan atas aksi tak terpuji di area nonton bareng itu.
Meski demikian, tetap timbul pertanyaan yang muncul dari dalam hati. Kenapa harus ada yang seperti ini? Apa yang dicari dari upaya membuat kegaduhan saat berlangsungnya kegiatan debat presiden yang sudah lama ditunggu oleh kedua pihak pendukung dua pasangan calon presiden (capres)?
Kenapa tega berbuat seperti ini? Padahal melalui debat presiden, penontonnya diharapkan bisa memantapkan pilihan terbaiknya saat berlangsung pemilihan umum (pemilu) tanggal 17 April 2019.
Seharusnya justru dari kegiatan nobar debat seperti ini bisa memunculkan benih kerukunan dan persatuan untuk gelaran pemilu yang damai. Menjadi contoh bagian dari kampanye pemilu bagi para generasi muda, terutama yang merupakan pemilih pemula dan pemilih yang belum menetapkan pilihannya pada calon tertentu.
Pedas dan Panasnya Pilpres 2019
Sejak digulirkan masa kampanye yang cukup panjang, yakni dari tanggal 23 September 2018 dan akan berakhir pada 13 April 2019, genderang perang dua kubu pendukung calon presiden langsung ditabuh.
Media sosial dipenuhi perang hashtag alias tagar di media sosial. Memunculkan ha-hal sensitif yang bisa berpotensi menimbulkan rasa permusuhan dan saling benci. Hashtag-hashtag media sosial yang dengan mudah menjadi trending topik meskipun mengandung unsur saling merendahkan ataupun bernada menghina.
Belum lagi komentar-komentar yang timbul di bawah status yang ditulis seseorang , yang terkesan mendukung pasangan calon presiden nomor 1 ataupun pasangan calon pesiden nomor 2. Buzzer-buzzer pemilu yang berniat tak baik bergentayangan.
Berbohong dan mengejek dengan cara yang lebay dan dahsyat baru kali ini terjadi dalam sebuah gelaran kampanye pemilu yang pernah terjadi di negara republik Indonesia. Menimbulkan suasana panas dan pedas, terutama di ranah media sosial.
Kalimat dan kata-kata yang bisa menyulut emosi marah karena tak jarang dikaitkan dengan yang berbau SARA. Semua isyu yang terkait dengan agama dan suku di negara ini bisa dengan mudah terbakar. Belum lagi, munculnya tulisan berupa skenario-sekenario yang belum tentu kebenarannya dan asal sumbernya.
Kenapa harus ada yang menyerang saat kampanye pemilu ? Serangan yang dibalas lagi dengan serangan menjadi suatu yang tidak berkesudahan. Hanya mungkin selesai tepat saat berakhirnya masa kampanye, empat hari jelang pemilu serentak pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.
Semoga saja, nantinya saat gelaran pesta demokrasi 17 April 2019 bisa berlangsung damai, aman, dan sejuk. Tidak ada kerusuhan ataupun kericuhan yang mungkin terjadi.
Harusnya Malu Pada Pemilih Pemula
Perang antara pendukung kedua pasangan capres memang tengah berlangsung. Kehebohan dan ramainya linimasa di media sosial mengenai pemilu tidak hanya membuat sejumlah orang enggan dengan berita-berita terkait pemilu.
Buat para pemilih capres yang sudah menetapkan pilihannya bisa jadi tidak begitu memberikan efek. Namun, bagaimana dengan para pemilih pemula? Para pemilih muda usia, yang kemungkinan masih duduk sebagai siswa sebuah SMU.
Para pemilih pemula yang jumlahnya jutaan ini bisa bersikap apatis terhadap gelaran pesta demokrasi. Sayang sekali jika mereka mendapatkan pengaruh cara berpolitik yang tidak patut dari lingkungannya. Menimbulkan kebingungan pada pemilih pemula untuk memantapkan calon terbaik yang akan dipilih.
Padahal, dengan jumlah pemilih milenial yang besar, bisa menjadi pundi-pundi suara untuk menentukan kemenangan pada capres tertentu. Pertanyaan lainnya, adalah haruskah pemilu berlangsung rusuh? Terselenggara ricuh?
Haruskah merusak kerukunan dan persatuan yang terjalin selama ini hanya gara-gara pemilu? Saat ini saja, tidak sedikit kawan yang menyatakan sudah tidak saling bertegur sapa atau meng-unfollow pertemanan di media sosial.
Ini saatnya untuk berlangsung pemilihan umum yang damai, aman, dan sejuk. Ini hanya dimungkinkan terjadi jika tidak dilontarkannya berita-berita bohong, intoleran,tulisan mengandung fitnah dan radikalisme.
Sebagai penulis, saya telah melibatkan diri untuk mewujudkan pemilu 2019 yang damai dan aman melalui Deklarasi sebanyak 30 penulis untuk pemilu damai, lawan intoleran, radikalisme, dan terorisme diadakan di Hotel Santika Premiere tanggal 17 Februari 2019. Siang hari, di saat yang sama dengan debat capres kedua diselenggarakan.
Setiap orang bisa mendukung dan membantu untuk menciptakan pemilu damai dan aman melalui caranya yang terbaik. Melalui sikap dan pemikiran yang dipikir matang-matang dulu sebelum dilontarkan. Ya, seharusnya malu terhadap para pemilih pemula yang mungkin baru pertama kalinya akan mencoblos.
Pesta demokrasi bukan hanya sekedar upaya menggolkan suatu calon untuk menduduki sebuah posisi yang memang diincar. Ada pendidikan politik yang akan terekam sepanjang masa bagi para pemilih, terutama pemilih pemula. Ini saatnya memulai damai. Bukan suatu kerusuhan atau kericuhan dalam pesta demokrasi!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews