Jelang Debat Kedua 'Duel Head to Head', Siapa yang Akan Kuasai Panggung?

Kamis, 14 Februari 2019 | 06:23 WIB
0
480
Jelang Debat Kedua 'Duel Head to Head', Siapa yang Akan Kuasai Panggung?
Pasangan capres (Foto: Gema.id)

Tahun 2019 ini adalah babak kedua persaingan antara Jokowi dan Prabowo dalam ajang pemilihan presiden. Selama lima tahun masyarakat disuguhkan oleh drama pasang surut hubungan antara kedua kubu. Ada kalanya dua pasangan ini merekatkan pendukungnya dengan keakraban keduanya yang sesekali terlihat di muka publik. Sayangnya, lebih banyak momentumnya kedua kubu ini bak laga kambing hingga cedera di antara salah satunya sulit terhindarkan.

Setelah keduanya memilih pasangan untuk berlenggang di pilpres 2019 ini, warna yang dibawa oleh pasangan masing-masing tak mampu menurunkan suhu persaingan keduanya. Justru, kedua calon wakil kerap kali diperbandingkan secara fisik dan usia. 

Pertemuan pertama di ajang debat yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jokowi maupun Prabowo tampil dengan aura persaingan yang masih kental, laga yang dingin, perlahan tapi pasti keduanya tergiring dalam emosi. Meskipun ada momen dimana Prabowo berjoget dan Sandiaga memijit pundak Prabowo tapi tetap saja suasana tegang tidak juga cair. 

Jokowi, sosok yang biasanya tenang tak mudah terpancing emosi di debat ini mengeluarkan peluru-peluru serangan dengan sporadis ke arah Prabowo. Prabowo yang berusaha tenang tapi tetap saja terlihat gugup saat pernyataan penutup. Di sesi akhir, keduanya bahkan tak sanggup menyebutkan kelebihan lawan.

Di debat babak pertama kemarin, ritme kerjasama dengan pasangan masih mempengaruhi pesona ke dua kubu di mata pemirsa dan pendukung. Lain cerita pada debat kedua yang akan digelar di 17 Februari 2019 nanti. Jokowi dan Prabowo, rival politik sejak 2014 itu akan berduel secara 'head to head'. 

Mereka akan berhadap-hadapan secara langsung sambil mempertanggungjawabkan komitmen yang mereka ucapkan untuk Indonesia hingga 5 tahun ke depan. Jika kemarin menyoal terorisme, hukum dan HAM, debat kedua akan menyoal energi, pangan dan infrastruktur. Secara materi debat kedua bisa jadi duel yang lebih berat dari debat pertama.

Jokowi Punya Amunisi Program Terealisasi

Untuk materi di debat kedua ini, saya rasa Jokowi tak perlu bersusah payah menyiapkan amunisi, menghafal dan berlatih. Aktifitas blusukan yang makin intensif cukuplah membekali dirinya untuk bisa menjabarkan program yang sudah dicapai dalam sektor energi, pangan dan infrastruktur dengan segala yang ditemuinya. Perihal data hanya soal teknis, yang penting Jokowi sudah menguasai masalah dan memformulasi solusi untuk kedepannya. Cerita sukses tentu saja akan jadi prioritas untuk unjuk kualitas dirinya kepada pemirsa debat. 

Soal energi, cukuplah cerita pengambilalihan saham Freeport, pengalihan Chevron menjadi BUMN, pembangunan pembangkit-pembangkit listrik baru termasuk melanjutkan proyek PLN yang mangkrak sejak zaman SBY hingga pembangkit listrik tenaga angin yang fenomenal.

Soal pangan memang masih banyak kendala yang memaksa negara kita impor tetapi pembangunan bendungan juga jadi prestasi dalam usaha menciptakan panen dua kali setahun demi mendongkrak produksi beras nasional ke arah swasembada pangan. Soal infrastruktur mungkin terlalu banyak yang bisa Jokowi sampaikan tetapi jangan menekankan pada infrastruktur jalan tol saja karena infrastruktur lainnya banyak yang sudah terbangun dan gratis dinikmati rakyat. Itu tak boleh luput Jokowi tekankan..!

Dalam hal infrastruktur mungkin Jokowi akan lebih banyak menekankan capaian yang ada di Papua, wilayah Indonesia Timur lainnya sampai wilayah pedalaman dan perbatasan. Di wilayah-wilayah itulah kunci tajamnya keberhasilan pembangunan infrastruktur bisa terlihat. 

Prabowo Punya Amunisi Celah Kekurangan Program Jokowi

Bagaimana tidak, kubu Prabowo tercatat cukup sering memberi kritik perihal pembangunan energi, distribusi pangan maupun pembangunan infrastruktur di zaman Jokowi. Di pidato kebangsaan yang Prabowo gelar beberapa waktu kemarin saja ia memberikan kritik terhadap pemerintah dalam segi kebijakan-kebijakan ekonomi. Meskipun begitu, banyak poin dari kritikannya yang terbantahkan langsung oleh publik.

Peristiwa pengalihan 51 persen saham Freeport ke BUMN Indonesia di satu sisi dipandang sebagai prestasi tetapi tidak bagi kubu Prabowo. Mereka menganggap bahwa secara otomatis pada masa berakhirnya kontrak kerjasama Indonesia dengan Freeport maka perusahaan tambang itu otomatis menjadi milik Indonesia.

Ini kemungkinan akan diangkat oleh Prabowo dalam isu energi. Tetapi ia mesti berhati-hati dengan blunder yang akan dibuatnya sendiri karena sejak awal perjanjian kerjasama adalah hanya pengolahan lahan, perusahaan Freeport dan semua peralatannya adalah tetap milik Amerika Serikat. 

Amunisi lain yang juga kemungkinan besar dipakai oleh Prabowo adalah kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik akibat dikuranginya subsidi. Selama ini oposisi menilai pemerintahan Jokowi telah mempersulit rakyat kecil dengan kebijakan menaikkan tarif dasar listrik dan BBMnya. Walaupun Jokowi telah berkali-kali menjelaskan bahwa subsidi dialihkan pada kebutuhan rakyat yang lebih mendesak tetap saja naiknya tarif listrik dan BBM ini jadi senjata utama untuk menyerang kebijakan pemerintah.

Dalam soal pangan, Prabowo mungkin akan mengangkat kasus-kasus kemiskinan dan kelaparan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Itu hal yang paling menyentuh sisi humanis pemirsa debat nantinya. Dalam hal ini Prabowo harus memverifikasi dengan teliti setiap kasus yang diangkatnya dan perlu penelusuran langsung ke lapangan, bukan seperti pola sebelum-sebelumnya yang hanya mendengar laporan atau bisikan dari pihak lain.

Tak jarang ucapan blunder Prabowo viral di media sosial dan jadi bulan-bulanan kubu pro Jokowi. Walaupun dalam debat diharuskan persaingan untuk meyakinkan, rakyat harus dicerdaskan dengan fakta-fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. 

Soal infrastruktur kubu Prabowo berpeluang besar untuk mengangkat masalah hutang pemerintah dalam proyek infrastruktur dan rencana pengalihan sebagian saham pengelolaan infrastruktur ke pihak swasta. Mereka menyebutnya dengan "penjualan infrastruktur ke pihak asing."

Cukup naif didengar karena saya yang tak begitu paham istilah ekonomi saja mengerti apa yang dimaksud dengan menjual saham infrastruktur seperti jalan tol misalnya. Selain itu, pastinya soal teknis kegagalan di beberapa proyek pembangunan yang sedang berjalan serta dampaknya akan jadi perhatian menarik bagi kubu Prabowo. Semoga saja mereka betul-betul turun ke lapangan untuk mengecek ini. Toh ini bisa jadi masukan positif untuk jajaran Presiden, menteri, kepala dinas hingga pelaksana proyek, bukan?

Persaingan Trah Orde Baru dan Trah Milenial

Di debat nanti, Jokowi bisa saja memainkan isu Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan oleh keluarga Cendana yang menghancurkan tatanan ekonomi negeri kita sampai hari ini tapi kini justru didukung oleh kubu Prabowo. Dan, Prabowo bisa saja mengangkat kondisi stabilitas ekonomi dan keamanan yang di zaman Orde Baru cenderung lebih stabil walau menukik tajam pada akhirnya. "Penak zamanku toh?" , slogan viral dari pendukung Orde Baru yang membandingkan secara serampangan kondisi era Orde Baru dengan saat ini jadi ide utama amunisi Prabowo. 

Persoalan utang negara seringkali dijadikan landasan Titik Soeharto cs untuk membuktikan bahwa Jokowi telah gagal. Itu menjadi senjata yang seolah ampuh bagi kubu Prabowo walaupun memancing blunder ketika dijelaskan bahwa PKS kelak akan menghapuskan pajak kendaraan bermotor yang berarti pengeluaran APBN besar-besaran untuk mengsubsidi kendaraan bermotor.

Secara garis besar, ini adalah persaingan antara trah Orde Baru dan trah Milenial. Saya mengatakan trah milenial karena salah satu tokoh utama reformasi, Amien Rais, toh justru bergabung dengan keluarga Cendana untuk menghidupkan lagi iklim Orde Baru. Blunder bukan?

Jokowi dan Prabowo, mereka adalah dua orang yang tadinya erat layaknya sahabat bahkan saudara. Di tahun 2012 mereka adalah dua insan yang berada dalam sebuah perahu politik yang menyepakati visi dan misinya bersama. 

Mereka punya kesamaan visi dalam pembangunan suatu wilayah. Hanya saja, Jokowi telah lebih dulu memiliki kesempatan menduduki kursi birokrasi sejak di kota Solo. Kontestasi politik memaksa keduanya bersaing dan saling menyerang karakter lawan. Hingga akhirnya, mereka dipertemukan di arena debat, satu lawan satu. 

Mereka sebenarnya simbol dari pertikaian dua kubu pendukung di belakang mereka. Dua kubu ini sedang mempola strategi untuk dibawa oleh perwakilan mereka, sang capres 01 dan 02. Kubu Jokowi kental dengan perlawanan terhadap orde baru dan kubu Prabowo cenderung menyoroti aspek baik yang terjadi dalam era orde baru.

Beberapa waktu belakangan saya pun melihat Jokowi sudah memainkan pola-pola "menyerang lawan". Pola yang di awal 'bertahan' diganti dengan pola permainan yang lain. Prabowo yang baru saja sembuh dari sakit pun mengambil simpati banyak pihak. Belum lagi kasus Ahmad Dhani yang dipenjara dan tendensi yang berkembang malah menyudutkan Presiden Joko Widodo memaksa sang petahana ini mengubah pola permainan menjadi menyerang untuk melindungi diri dari serangan fitnah dan hoaks.

Apapun yang terjadi dalam debat satu lawan satu ini yang lebih dinilai oleh masyarakat mungkin adalah sikap dari dua kandidat pemimpin kita ini. Penguasaan masalah adalah sebagian persen faktor penentu beralihnya suara pemilih kepada kedua capres.

Saran saya, bijaklah memilih yang memiliki gagasan, bukan faktor bungkusan semata. Bijak pula lah memilih calon yang konsisten. Debat kedua kelak jadi lebih seru dan berarti dengan kecerdasan pemirsanya. Kejayaan Indonesia tak melulu persoalan persaingan Jokowi vs Prabowo. Kejayaan negeri ini dari kedaulatan rakyatnya memilih masa depan dengan hati nurani.

Jadi, kira-kira siapa yang akan menguasai duel 'head to head' nanti? Mari kita prediksi dengan hati nurani...!

***