Wagianti, ART Indonesia di Singapura, yang Hanya Kenal Prabowo dan Jokowi

Minggu, 4 November 2018 | 06:38 WIB
0
539
Wagianti, ART Indonesia di Singapura, yang Hanya Kenal Prabowo dan Jokowi
Wagianti dan saya di Singapura (Foto: Miftah Sabri)

Namanya Wagianti. Dia dari Karanganyar. Kami bertemu di antrian cap passport di Changi. Singapura. Dia terlihat tergopoh dan menyambar saya yang sedang mengisi arrival card.

Ini isi apa pak. "Nationality itu opo isine?" 

Saya pandu dia. Hingga selesai. Akhirnya kami jalan bareng ke pengambilan bagasi. Dia pun bercerita tentang kehidupannya.

Dia kerja di Singapur sebagai ART. Sudah dua tahun bekerja. Kali ini dia kembali dari Solo, sendiri. Ini kali pertama dia mengurus kembali ke Singapura sendiri. Dia tadi ketinggalan pesawat dari Jakarta, jadilah majikannya ngomel ngomel, dia dibelikan tiket pesawat baru oleh sang majikan. Biasanya ada biro yang mengurusi.

Kerja sebulan dua hari libur. Kalau memilih tetap kerja pada jatah libur diganti uang. Gajinya 600 dolar Singapura sebulan. Kira kira 6 Juta Rupiah. Wagianti sudah menikah. Punya anak usia tiga tahun. Inilah alasan dia pulang kampung ke Karanganyar. Ingin lihat anak. Anaknya dititip pada orang tua di kampung.

Saya tanya suaminya. Ternyata suaminya juga bekerja sebagai TKI. Di Malaysia tapi. Di Negara Bagian Johor. Johor sepelemparan batu dari Singapura. Kami sering ketemu kok Pak melepas rindu. Biasanya saya ijin majikan ketemu suami kalau dia bisa libur dari kerjanya di Johor. Suaminya bekerja sebagai pemberi makan ikan di sentra budidaya ikan terbesar di sana. Dan suami yang ke sini. Main ke Singapura. Dia udah hafal jalur jalur di sini.

Ternyata Wagianti udah fase kedua bekerja di Singapura. Sebelum lahir anak, dia sudah bekerja sebagai TKI juga di sini. Selama tiga tahun, dia berhenti, memutuskan pulang kampung untuk menikah dan punya anak. Setelah anak lahir usia hampir setahun dia kembali ke Singapura anak ditinggal dengan orang tua.

Saya tanya alasan itu. Dia bilang, ya kita hidup harus melanjutkan keturunan Pak. Supaya bisa terus ibadah dengan keturunan dan ada yang mendoakan kita jawab Wagianti ceplas ceplos.

Gaji 600 dollar itu dia sisihkan setengah setiap bulan langsung Ia kirim dengan western union dari Singapura ke Karanganyar untuk urusan anak dan orang tuanya di kampung. Sisanya dia kantongi dan tabung. Keperluan sehari hari sudah ditanggung majikan makan dan tak ada biaya transport kerja.

Saya tanya, jadi bagi dua ama suami ya? 
"O ga pak" 
"Suami saya masih ada orang tuanya di kampung dan sakit sakitan" 
Wagianti bercerita, seluruh gaji suaminya untuk urusan orang tuanya. Dia bilang gapapa. Karena itu suaminya sedang mengabdi pada orang tuanya. Surga suami saya kan di telapak Ibunya. Saya ikhlas. Kan nanti kalau saya ikhlas, anak saya sudah besar dia juga akan seperti itu pada saya.

Jadi mba ga apa apa. Gapapa mas. Saya ketemu suami dua kali sebulan kalau dia libur, kami jalan jalan makan makan di pinggir pinggiran singapura banyak kok yang murah murah. Sudah cukup bagi saya melepas rindu dengan suami. Saya iseng tanya makan Nasi Ayam berapa kalau yang pinggir jalan itu yang murah tsb. Ya memang ternyata murah. Data Bank Dunia benar.

Saya kejar lagi.

"Ga takut suaminya punya pacar atau apalah gitu mba di Johor?"
"Saya mah percaya aja mas. Kalau kita percaya suami kita dia tentu percaya kita dan kita saling menjaga". 
"Saling mendoakan".

Dududuh mata saya berkaca kaca saat mendenfar Wagianti yang polos dan ceplos ceplos. Dia sangat spontan. Dia sedang mendidik saya. Saya sedang menjadi muridnya malam itu.

Saya kejar lagi. 
"Terus gimana mba ama suami kalau lagi kangen kangenan?" "Ya mesra mesraan lah mas". 
"Ya cari penginapan murah lah kalau memang kangenannya udah perlu kelon kelonan". 
"Atau pinjam rumah yang majikannya lagi kosong" 
"Tinggal tanya di Group WA"

Saya yang tadi haru langsung ngakak. Wagianti o Wagianti.

Kami akhirnya jalan terus ke MRT. Sayang pembicaraan terputus karena arah kami berlawanan. Saya ke Barat dia ke timur. Dia perlihatkan di card holder nya kartu MRT dan satu kartu di lembaga pendidikan informal singapura. Sebuah kartu siswa di sekolah menjahit. Dia bilang, kalau suami lagi ga bisa, saya ya libur nya belajar kursus menjahit. Untuk bekal nanti di kampung kalau saya sudah tidak bisa lagi kerja TKI. Saya mau nabung dulu. Kalau anak sudah besar saya mau dekat dia di kampung sambil buka jahitan.

Saya tanya. Mba punya facebook ga? Punya mas. Dia memberi nama facebooknya. Ternyata dia pakai pseudoname. "Biar ga ketahuan majikan" katanya. Saya intip sebentar facebooknya. Isinya lucu and No Politics. Udah saya add belum dia approved.

Giliran dia tanya saya? Bapak ngapain ke sini? Kerja? Saya jelaskan ke dia. Saya nemanin Sandiaga Salahuddin Uno isi kuliah umum di ISEAS. Mboh dia ga kenal. Siapa itu katanya.

Dia cuma kenal Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Oo udah mau pemilu lagi ya? Katanya. Dulu dia pilih Pak Jokowi katanya. Saya tanya sekarang pilih siapa?

"Belum tahu pak. Saya ga tahu". Ga ngerti juga katanya. Ga ngaruh juga ternyata katanya. 
"Saya nanti tanya teman aja. Mereka pilih siapa."

Kami berpisah. Saya melanjutkan perjalanan sendiri kembali. Terimakasih Wagianti. Dialog singkat bermakna dari antrian passport sampai ke Sts MRT.

Go Go Wagianti Go

Pada Wagianti kita belajar. Meskipun bekerja di luar negeri. Dia tetap seorang Wagianti. Akarnya kuat dr Karanganyar sana. Tanah airnya. Ibu Pertiwi

Mudah mudahan tercapai cita cita Wagianti. Punya showroom jahit di Karanganyar dan bisa menunbuhkan ekonomi Indonesia di masa masa yang akan datang. Dan bisa membuka lapangan kerja seluas luasnya.

Wagianti seperti menjalankan apa yang senang sekali dikutip Bung Hatta dr filsuf barat sana

"Hanya satu tanah airku, Ia tumbuh dr usaha, dan usaha itu usahaku"

Ia tak memilih meracau di media sosial. Media sosial baginya untuk kangen kangenan dengan kampung halaman dan suami di rantau orang. Dia memeras keringat menjadi ART di Singapura. Lewat cara dan usahanya yang sederhana dia menyumbang devisa bagi negara. Melaksanakan nilai usaha sebagaimana Hatta sebut di atas sana.

Wagianti bekerja untuk Ibu Pertiwi, masa depan keluarga dan putera semata wayangnya di Desa. Dan Bung Hatta di dalam kubur sana, terharu dengan jutaan Wagianti yang bekerja keras untuk dirinya dan negaranya. Wagianti adalah salah seorang cucu Bung Hatta yang lain itu. Dari Ibu Pertiwi.

Go Go Wagianti Go.

(Singapura 29 Oktober 2018)

***

Miftah N.Sabri