Kampanye Negatif, Musuh Politik Pencitraan Palsu

Sabtu, 20 Oktober 2018 | 11:16 WIB
0
605
Kampanye Negatif, Musuh Politik Pencitraan Palsu

Dinyalakannya lampu hijau untuk kampanye negatif oleh Presiden PKS telah membuat polemik baru. Padahal definisi kampanye negatif sebenarnya sudah dikenal oleh publik. Yaitu mengungkap fakta yang bisa merugikan lawan politik, tetap dengan koridor yang legal dan berbasis data.

Tetapi karena metode ini bisa membongkar palsunya pencitraan, maka ada yang tidak terima cara-cara seperti ini dipakai.

Tanpa data, orang bisa mengarang berita bohong tentang keberhasilan sebuah pejabat publik. Makanya kita temukan di media sosial ada gambar editan tentang jalan tol atau infrastruktur di sebuah daerah. Bahkan harga-harga kebutuhan pokok di pasar pun dimanipulasi dalam video seorang pendukung calon presiden.

Misal ada klaim bahwa pemerintah telah berhasil membangun infrastruktur yang berguna buat masyarakat. Lalu dengan kampanye negatif, dibongkarlah tentang proyek-proyek yang mangkrak. Tentu dengan data seperti berita ini dan juga tulisan ini.

Contoh lain, klaim pemerintah berhasil mengatasi kemiskinan. Lalu Rizal Ramli membongkar bahwa pemerintah mematok standard kemiskinan sangat rendah, yaitu orang yang berpenghasilan kurang dari Rp Rp 13.374 sehari. Angka ini jauh di bawah standard kemiskinan menurut Bank Dunia yaitu sebesar USD 1,9 (atau Rp 28.500 dengan kurs Rp 15.000 per USD 1).

Kenyataannya memang standard 13.400 per hari sebagai patokan kemiskinan itu tidak adil. Berarti yang berpenghasilan Rp 15.000 sehari dianggap sudah kaya. Padahal angka segitu untuk makan sehari saja tidak cukup. Apalagi kebutuhan lain.

Kampanye negatif terkesan menjelek-jelekkan karena yang dilawan adalah membagus-baguskan dengan kepalsuan.

Kalau menginginkan tak ada kampanye negatif, itu bisa saja dengan satu syarat: yaitu setiap calon jujur terbuka apa adanya tentang kondisi mereka. Tim kampanye tiap kandidat tidak menutup-nutupi kelemahan dengan berita bohong. Dengan begitu, masyarakat tak ditipu bahwa calon pemimpin punya suatu kelemahan.

Kampanye negatif menjadi menyakitkan bagi pendukung tokoh yang terbiasa berbohong dan ingkar janji. Karena dengan cara tersebut dibongkarlah daftar kebohongan dan janji palsu si tokoh.

Kampanye negatif menimbulkan rasa tak percaya diri bagi tokoh yang punya banyak kekurangan. Ia takut ada yang memaparkan data dan fakta akurat tentang kinerja dan kepemimpinannya.

Kampanye negatif menolong masyarakat dari tertipu akan mitos-mitos tentang sebuah tokoh. Masyarakat akan terbiasa menimbang seseorang dengan data, dan menerima bahwa manusia tetaplah manusia, bukan dewa.

Jangan lupa, selama ini pun ada yang sudah tidak menjabat lagi tapi babak belur dengan kampanye negatif sampai kampanye hitam. Yaitu pak SBY, yang dikatakan mewarisi proyek mangkrak lah, penyebab rupiah lemah lah...

Tapi kenapa terasa ada standard ganda? Terhadap ucapan Presiden PKS, M Sohibul Iman, mereka protes. Tetapi dalam keseharian mereka cuek dengan cacian dan hujatan kepada lawan politik mereka?

Ingat, Sohibul Iman juga tak mengizinkan kampanye hitam, yaitu agitasi dengan kabar dan data bohong. Negative campagin boleh, black campaign tak boleh. Sudah tepat kok arahannya.

***

Zico Alviandri