Menurut Transparency Internasional tahun 2021, dari 180 negara, Indonesia menduduki peringkat 96 dengar skor 38 dari 100.
"Oknum".
Kita sering mendengar kata "oknum". Kata ini mempunyai penilaian negatif. Karena terkait pelanggaran hukum seperti pungli, suap-menyuap atau gratifikasi.
Kata "oknum" dipilih untuk menghindari generalisasi atau gebyah uyah terhadap suatu kasus.
Seperti ada rektor terkena operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Maka rektor tersebut dinamakan "oknum". Ini semua demi menjaga nama baik dunia akademis.
Bisa jadi kasus yang menimpa rektor Universitas Lampung atau Unila juga terjadi di universitas negeri lainnya.
Atau kepala daerah yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, dan itu juga "oknum".
Atau di instusi lainnya seperti: kepolisian, kejaksaan, kehakiman dll.
Hampir semua birokrasi tak jauh dari yang namanya, pungli, suap-menyuap atau korupsi. Dan itu "oknum" katanya.
Lantas, apa arti atau makna sebenarnya dari "oknum" itu?
Jangan sampai kata "oknum" hanya untuk memperhalus dari suatu kebiasaan buruk yang menahun dari suatu pungli, suap-menyuap atau korupsi.
Kalau kebiasaan buruk seperti korupsi ddll terjadi bertahun-tahun dan membentuk menjadi budaya,tentu kata "oknum" itu tidak tepat.
Kata "oknum" yang tepat yaitu apabila ada seseorang melakukan pungli, suap-menyuap atau korupsi terjadi pada suatu negara yang Indeks Persepsi Korupsi atau IPK nya tinggi.
Negara-negara yang Indeks Persepsi Korupsi atau IPK nya tinggi yaitu Denmark, Finlandia dan Selandia Baru.
Negara-negara ini mempunyai skor 88 dari 100. Artinya tingkat korupsinya sangat kecil. Dan kalau ada yg melakukan korupsi, maka di sebut "oknum".
Sebaliknya, negara-negara yang mempunyai skor di bawah 50 menunjukkan atau mengindikasikan negara tersebut dalam masalah serius dengan yang namanya "korupsi".
Dan tidak pantas kalau ada pelaku korupsi dinamakan "oknum". Karena Indeks Persepsi Korupsi atau IPK nya sangat rendah atau dibawah rata-rata.
Lantas, skor Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia berapa?
Menurut Transparency Internasional tahun 2021, dari 180 negara, Indonesia menduduki peringkat 96 dengar skor 38 dari 100.
Artinya sangat rendah dan kalau diibaratkan suatu nilai, yaitu nilainya mendekati 4. Atau kalau nilai dalam kuliah mungkin nilai D atau E.
Artinya Indonesia tidak lulus dalam urusan pemberantasan korupsi.
Apakah pantas kalau ada orang korupsi dan ketangkap penegak hukum dan menyebut itu "oknum"?
Rasa-rasanya kok tidak pantas dan cenderung berkilah atau ngeles.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews