Pasca-KLB Demokrat, Moeldoko terus mencoba-coba bermanuver. Sayangnya, manuver-manuver itu dilakukan seolah tanpa kalkulasi yang matang. Akibatnya, Moeldoko dipaksa gigit jari.
Terakhir, Moeldoko yang saat ini masih menjabat Kepala Staf Presiden seolah mendapat durian runtuh. Seperti tidak ingin kehilangan momen, Moeldoko memanfaatkan isu bom gereja Katedral yang terjadi di Makassar pada 28 Maret 2020 untuk menyerang AHY. Tidak tanggung-tanggung, kali ini Moeldoko menyerang AHY dengan menggunakan amunisi ideologi.
“Terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024. Pertarungan ini terstruktur dan gampang dikenali, ini menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045,” ucap Moeldoko lewat video yang ditayangkan akun Instagram @dr_moeldoko sekitar 2 jam setelah aksi teror terjadi.
“Ada kecenderungan tarikan ideologis itu terlihat di tubuh Demokrat, jadi ini bukan sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa. Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat, setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan kepada peserta KLB,” tambah mantan Palima TNI itu.
Tetapi, karena kurang kalkulasi, serangan Jenderal (Purn) Moeldoko ke Mayor (Purn) AHY itu membuahkan blunder fatal bagi penyerangnya sendiri.
Blunder fatal itu bukan yang pertama dalam bulan ini saja. Setidaknya sepanjang Maret 2021 ini Moeldoko sudah melakukan dua kali blunder fatal.
Blunder pertama yang dilakukan Moeldoko dan loyalisnya pada bulan ini adalah mengangkat isu korupsi Hambalang.
Pada 25 Maret 2021 atau tiga hari sebelum menyerang AHY lewat isu ideologi yang membahayakan bangsa, elit-elit Partai Demokrat versi Moeldoko menggelar konferensi pers di area Hambalang Sport Center, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, yang mangkrak.
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat kubu KLB pro Moeldoko, Max Sopacua, meminta KPK untuk mengusut tuntas kasus Hambalang. Katanya, masih ada sejumlah nama yang terlibat dalam kasus korupsi Hambalang namun sampai saat itu belum diproses secara hukum.
Awalnya, Max tidak menyebutkan nama-nama yang dimaksudnya. Namun saat sesi tanya jawab, Max menyebut nama adik AHY, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
"Ya Mas Ibas sendiri belum (tersentuh), enggak diapa-apain, Mas Ibas juga disebutkan saksi berapa banyak oleh para saksi, kan belum, Yulianis menyebutkan juga begitu kan ya. Yang masuk penjara kan kita tahu siapa-siapa," kata Max di Hambalang seperti yang dikutip Kompas.com.
Publik pun kemudian terbawa oleh arus narasi yang dialirkan Max dan elit-elit Partai Demokrat pro-Moeldoko lainnya. Media mainstream dan media sosial, khususnya Twitter, kompak menyoroti dugaan keterlibatan Ibas dalam kasus korupsi proyek hambalang.
Tetapi Max Cs dan publik lupa bila dalam kasus korupsi Hambalang terselip nama elit PDIP, Olly Dondokambey.
Olly merupakan kader terbaik PDIP yang pernah menduduki jabatan strategis di partai pimpinan Megawati Soekarnoputri. Pria kelahiran Manado pada 18 November 1961 itu dipercaya menjadi Bendahara Fraksi PDIP DPR pada 2009.
Setahun kemudian, Gubernur Sulawesi Utara yang menjabat sejak 2016 itu dipromosikan untuk menduduki Bendahara Umum DPP PDIP. Jabatan itu akan ditempatinya hingga 2024 nanti.
Sebagaimana Megawati dan Hasto Kristiyanto dengan jabatannya masing-masing, posisi Olly dalam struktur kepengurusan PDIP pun tampaknya tak tergantikan. Ini menandakan bila Olly merupakan kader kepercayaan Megawati.
Dalam kasus korupsi proyek Hambalang, keterlibatan Olly diakui oleh Petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor. Lewati kuasa hukumnya, Hario Budi Wibowo, Bagus mengakui adanya aliran dana terkait proyek Hambalang untuk Olly. Uang jatah untuk Olly ini disetorkan melalui Manager Pemasaran PT Adhi Karya, Arif Taufiqurrahman.
Total uang yang diterima kader terbaik PDIP itu, menurut Muhammad Nazaruddin, senilai Rp 12,5 miliyar.
"Olly dapat anggarannya ada yang Rp 7,5 miliar sama Rp 5 miliar," kata Nazaruddin, usai menjalani pemeriksaan maraton sejak Senin lalu, di Gedung KPK, Jakarta, pada 27 September 2013.
Bahkan, masih kata Nazar, uang sebanyak itu didapat Olly karena peran besarnya sebagai pengatur anggaran di DPR RI. Bisa dikatakan, tanpa peran Olly sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI (2009–2014), anggaran untuk proyek Hambalang tidak akan bisa dicairkan yang ujung-ujungnya bisa dimainkan.
Anehnya, sekalipun pada 25 September 2013 KPK telah menyita furniture senilai Rp 2,5 miliar yang diberikan PT Adhi Karya dan telah berulang kali diperiksa KPK, tetapi kader terdekat Ketua Umum PDIP Megawati ini masih bebas.
Karenanya, tanpa disadari oleh Max dan loyalis Moeldoko lainnya, mengungkit kasus korupsi Hambalang sama saja dengan mengusik Megawati. Usikan ini merupakan blunder kubu Moeldoko yang saat ini tengah berupaya mendekati Megawati untuk “mengurus” dua petugas partainya, Presiden Joko Widodo dan Menkum HAM Yasonna Laoly, agar mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB.
Namun, ada kemungkinan bila jumpa press yang sengaja digelar di Hambalang bukanlah sebuah blunder yang berujung pada tersenggolnya Megawati dan PDIP, tetapi dendam kubu Moeldoko kepada Megawati.
Pada 15 Maret 2021 Koran Tempo memberitakan tentang pertemuan antara Moeldoko dan Megawati di kediaman Megawati pada 10 Maret 2021 atau 10 hari sebelum Max cs menggelar konpers di Hambalang.
Dalam pertemuan itu, Moeldoko mengutarakan alasannya menerima ajakan sejumlah elit Partai Demokrat untuk mengambil alih kepemimpinan partai dari tangan AHY. Sebaliknya, masih menurut Tempo, Megawati hanya mendengar saja.
Menariknya, meskipun sudah dimintai klarifikasi oleh Tempo, pada mulanya pengurus PDIP, termasuk sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidak mau menjawabnya. Barulah sehari setelah berita pertemuan Moeldoko-Megawati ramai dibicarakan, terutama oleh elit-elit Demokrat loyalis AHY, Hasto membantahnya. Kata Hasto, pertemuan tersebut hoax.
Dalam konteks perang urat syaraf, kabar yang diinformasikan Koran Tempo tersebut menguntungkan kubu Moeldoko. Karena Moeldoko diposisikan beberapa langkah di depan AHY. Apalagi pada hari yang sama, media memberitakan tentang pertemuan AHY dan Jusuf Kalla yang dilangsungkan di kediaman JK.
Namun, lantaran bantahan Hasto, kemenangan Moeldoko atas AHY tersebut mendadak buyar. Padahal, bantahan Hasto belum tentu benar. Sebaliknya pertemuan Moeldoko-Megawati seperti yang diberitakan Koran Tempo belum tentu hoax. Dan, meskipun rumor pertemuan Moeldoko-Megawati belum tentu berasal dari kubu Moeldoko, namun Moeldoko yang terkena getahnya. Moeldoko bahkan mendapat stigma sebagai politisi tukang bohong.
Apapun itu, blunder atau ajang pelampiasan dendam Moeldoko kepada Megawati, namun konpers di Hambalang telah menggambarkan karakter Moeldoko sebagai politisi tukang blunder atau pendendam.
Gambaran karakter negatif ini tentunya akan mempengaruhi penilaian publik atas sosok Moeldoko. Selanjutnya, penilaian publik ini, sedikit-banyaknya, akan mengganggu karir politik Moeldoko. Sebab, penilaian publik akan menciptakan sentimen. Dan sentimen publik akan membentuk tingkat elektabilitas.
Penilaian yang buruk atas sosok Moeldoko akan menciptakan sentimen negatif bagi Moeldoko. Akibatnya, Moeldoko pun akan kesulitan mendongkrak tingkat elektabilitasnya yang saat ini menurut sejumlah rilis lembaga survei masih nol koma alias di bawah 1 persen.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews