Akui sajalah. Yang membunuh itu agamanya Islam. Dia melakukan kebiadaban karena pemahaman agamanya. Itu adalah masalah real umat Islam.
Menyangkal sebuah kejadian yang terang benderang, tidak akan pernah memyelesaikan masalah. Apalagi yang menyangkalnya adalah MUI. Salah satu lembaga, yang semestinya ikut bertanggungjawab atas penggunaan narasi agama untuk kekerasan.
Jujur saja. Yang melakukan aksi teror itu orang yang beragama Islam. Dia memahami agama ini dengan caranya sendiri, yang kemudian mendorongnya melakukan kebodohan. Melukai orang lain.
Srigala bloon itu merasa sedang memperjuangkan agamanya. Dan dia rela mati konyol akibat doktrin jihad yang ditularkan pengasong agama.
Jika MUI adalah lembaga ulama, harusnya mereka buka mata. Buka isi kepala. Bahwa ada umat yang Islam sebagai inspirasi tindakan kekerasan. Dan ini masalah serius.
Menyangkal bahwa pelaku bom bunuh diri tidak beragama, sama saja bilang pemuda Indonesia baik-baik saja. Gak mungkin pakai narkoba. Meskipun kenyataanya setiap hari ada anak muda matinover dosis.
Akui sajalah. Yang membunuh itu agamanya Islam. Dia melakukan kebiadaban karena pemahaman agamanya. Itu adalah masalah real umat Islam.
Dengan mengakui kenyataan, otomatis MUI memahami bahwa ada orang yang menjadikan agama sebagai inspirasi terorisme. Karena MUI adalah lembaga agama, mestinya ini membawa kesadaran mereka untuk ikut menangani problem pemahaman ini. Bukan malah menyangkal. Itu namanya lepas tanggungjawab.
Mau urus sertifikat halalnya, tapi ogah mengurus isi kepala sebagian umat Islam yang dimakan belatung kebencian. Itu namanya egois.
Tindakan barbar seperti di Medan kemarin, adalah puncak dari sebuah pemahaman. Paham pertama adalah intoleran. Dia membenci orang yang punya keyajinan lain. Seagama maupun beda agama.
Semangat intoleran itu melahirkan keyakinan radikalisme. Bahwa perbedaan harus dimusnahkan. Bahwa orang lain halal darahnya.
Puncaknya adalah terorisme.
Jadi siapa saja yang menuai semangat intoleran, sesungguhnya telah mendorong orang penuh kebencian. Pada kondisi paling ekstrim, ya, seperti di Medan itu. Bom bunuh diri.
MUI memang telah mengeluarkan fatwa bahwa bom bunuh diri bukan jihad. Itu bagus. Tapi berapa sering MUI juga mengeluarkan pandangan yang menajamkan intoleransi?
Sering. Dan amat sering.
Mempermasalahkan soal ucapan Selamat Natal. Mempersoalkan ucapan salam. Adalah salah satunya. Menularkan eksklusifme beragama. Cikal bakal intoperansi. Komentar-komentar seperti itu adalah awal pemicu aksi yang lebih keras.
Jadi MUI. Gak usah ngeles. Akui saja bahwa terorisme adalah problem besar umat Islam sekarang. Itu penyakit yang harus diberantas. MUI mestinya bertanggungjawab atas problem itu juga. Kalau mengakui penyakit saja gak mau, gimana bisa mengobatinya?
"Iya, aneh pas. Setiap ada teror. Dibilang pelakunya gak beragama. Tapi yang belain orang-orang yang ngakunya beragama. Aneh," keluh Abu Kumkum.
Itu namanya ngeles Kum.
"MUI harus jujur, sekarang ini gak ada orang atheis yang lakukan bom bunuh diri..."
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews