Akui Saja, Pelaku Teror di Medan Itu Muslim

Akui sajalah. Yang membunuh itu agamanya Islam. Dia melakukan kebiadaban karena pemahaman agamanya. Itu adalah masalah real umat Islam.

Kamis, 14 November 2019 | 00:36 WIB
0
543
Akui Saja, Pelaku Teror di Medan Itu Muslim
Pelaku bom bunuh diri Medan, Rabial Muslim Nasution (Foto: Tribunnews.com)

Menyangkal sebuah kejadian yang terang benderang, tidak akan pernah memyelesaikan masalah. Apalagi yang menyangkalnya adalah MUI. Salah satu lembaga, yang semestinya ikut bertanggungjawab atas penggunaan narasi agama untuk kekerasan.

Jujur saja. Yang melakukan aksi teror itu orang yang beragama Islam. Dia memahami agama ini dengan caranya sendiri, yang kemudian mendorongnya melakukan kebodohan. Melukai orang lain.

Srigala bloon itu merasa sedang memperjuangkan agamanya. Dan dia rela mati konyol akibat doktrin jihad yang ditularkan pengasong agama.

Jika MUI adalah lembaga ulama, harusnya mereka buka mata. Buka isi kepala. Bahwa ada umat yang Islam sebagai inspirasi tindakan kekerasan. Dan ini masalah serius.

Menyangkal bahwa pelaku bom bunuh diri tidak beragama, sama saja bilang pemuda Indonesia baik-baik saja. Gak mungkin pakai narkoba. Meskipun kenyataanya setiap hari ada anak muda matinover dosis.

Akui sajalah. Yang membunuh itu agamanya Islam. Dia melakukan kebiadaban karena pemahaman agamanya. Itu adalah masalah real umat Islam.

Dengan mengakui kenyataan, otomatis MUI memahami bahwa ada orang yang menjadikan agama sebagai inspirasi terorisme. Karena MUI adalah lembaga agama, mestinya ini membawa kesadaran mereka untuk ikut menangani problem pemahaman ini. Bukan malah menyangkal. Itu namanya lepas tanggungjawab.

Mau urus sertifikat halalnya, tapi ogah mengurus isi kepala sebagian umat Islam yang dimakan belatung kebencian. Itu namanya egois.

Tindakan barbar seperti di Medan kemarin, adalah puncak dari sebuah pemahaman. Paham pertama adalah intoleran. Dia membenci orang yang punya keyajinan lain. Seagama maupun beda agama.

Semangat intoleran itu melahirkan keyakinan radikalisme. Bahwa perbedaan harus dimusnahkan. Bahwa orang lain halal darahnya.

Puncaknya adalah terorisme.

Jadi siapa saja yang menuai semangat intoleran, sesungguhnya telah mendorong orang penuh kebencian. Pada kondisi paling ekstrim, ya, seperti di Medan itu. Bom bunuh diri.

MUI memang telah mengeluarkan fatwa bahwa bom bunuh diri bukan jihad. Itu bagus. Tapi berapa sering MUI juga mengeluarkan pandangan yang menajamkan intoleransi?

Sering. Dan amat sering.

Mempermasalahkan soal ucapan Selamat Natal. Mempersoalkan ucapan salam. Adalah salah satunya. Menularkan eksklusifme beragama. Cikal bakal intoperansi. Komentar-komentar seperti itu adalah awal pemicu aksi yang lebih keras.

Jadi MUI. Gak usah ngeles. Akui saja bahwa terorisme adalah problem besar umat Islam sekarang. Itu penyakit yang harus diberantas. MUI mestinya bertanggungjawab atas problem itu juga. Kalau mengakui penyakit saja gak mau, gimana bisa mengobatinya?

"Iya, aneh pas. Setiap ada teror. Dibilang pelakunya gak beragama. Tapi yang belain orang-orang yang ngakunya beragama. Aneh," keluh Abu Kumkum.

Itu namanya ngeles Kum.

"MUI harus jujur, sekarang ini gak ada orang atheis yang lakukan bom bunuh diri..."

Eko Kuntadhi

***