Yang Tua yang Blingsatan

Itu juga ketika banyak anak-anak tua menyerang Nadiem Makarim, Wisnutama dan lainnya. Sebagaimana dulu Jusuf Kalla mengatakan, jika Jokowi maju jadi Presiden, bisa hancur negara ini.

Rabu, 6 November 2019 | 07:35 WIB
0
338
Yang Tua yang Blingsatan
William Aditya Sarana (Foto: worldtimes.com)

Sebenarnya, ini saatnya anak muda. Jokowi sudah menginisiasi, tinggal bagaimana generasi milenial memposisikan diri. Meski yang tua yang tidak siap, akan blingsatan.

Anies Baswedan, belum tua banget. Tapi bagaimana reaksinya atas 'ulah' William Aditya Sarana? Dibilangnya anak umur 23 tahun ini, yang adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari PSI, orang yang cari panggung.

Demikian pula anak-anak tua di DPRD DKI Jakarta maki-maki, menyemprotnya. Bahkan menyidangnya pula. Mereka lupa, kakak pembina ideologis Fadli Zon, selalu ngomong; anggota parlemen memang kerjaannya ngomong. Parle, katanya selalu, seolah ngerti bahasa Perancis.

Begitulah ketika sebuah comfortable zone diusik. Ngamuklah mereka. Karena, seperti omongan di antara mereka, bahwa mereka sudah lama kelaparan. Kekeringan. Gegara ulah Jokowi dan Ahok membuat e-budgeting. Kesempatan untuk pat-gulipat anggaran tersumbat.

Marahlah mereka rame-rame. Emang ini cuma soal kesalahan SKPD? Kesalahan sistem yang tidak smart? Emang anggota DPRD dan Gubernur kagak ngerti? Cupu abies? Dan ketika mereka menyerang Willy dari sisi anak maren sore, kagak ngerti tata krama, cari panggung, ingatlah omongan Margareth Thatcher, "Ketika orang menyerang saya secara personal, artinya mereka sudah tidak punya argumen politis lagi.” Jangankan argumen, politik juga belum tentu ngerti.

Itu juga ketika banyak anak-anak tua menyerang Nadiem Makarim, Wisnutama dan lainnya. Sebagaimana dulu Jusuf Kalla mengatakan, jika Jokowi maju jadi Presiden (2013), bisa hancur negara ini. Begitu pula ketika Gibran Rakabuming mau maju jadi Walikota Solo. Sebagiannya bilang ia numpang popularitas ayahnya, aji mumpung, politik dinasti.

Tapi Gibran tak pernah ditanya kenapa mau maju? Apa konsep dan obsesinya? Mengapa anak-anak muda Solo antusias menyambut, dengan melihat jagoan tua lain yang disodorkan? Dan yang jauh lebih penting, apakah ia melanggar prosedur? Pakai shortcut karena anak Presiden? Dan apakah karena itu ia tidak pantas? Karena anak presiden atau karena tidak capable? Bagaimana kalau kelak doa-doa anak baik adalah; Pak-Bu, jangan sukses ya, karena nanti kalau aku sukses dituding; Pantes aja, karena orangtuamu sukses!

Meski sebenarnya ini bukan soal usia, lebih tua atau muda. Tapi soal sudut pandang dan sudut kepentingan. Kenapa tak kita pertajam dari sisi itu? Apakah Willy tak lebih kompeten dibanding Anies, atau Surya Paloh sekalipun, yang bersama PKS ingin menjadikan Anies Capres 2024? Kenapa jadi blingsatan?

***