KECURANGAN jadi satu kata paling populer pasca dirilisnya hasil hitung cepat pemilu presiden 2019. Beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pemungutan suara di TPS dianalogikan kepada kecurangan oleh Badan Pemenangan Prabowo-Sandi.Tak ayal, lembaga survey pun kena sasaran hingga dianggap merilis hasil quick count rekayasa untuk menutupi fakta jumlah suara sah yang tercatat di KPU.
Kemarin petugas KPU juga sempat melakukan kesalahan penginputan data dari formulir c1 ke situs KPU. Hal ini pun lantas jadi viral. Gaung 'kecurangan' semakin kencang. Padahal, ketua KPU sudah turun tangan mengklarifikasi bahwa ini murni kesalahan manusia, bukan disengaja dan bukan bagian dari kecurangan seperti yang beberapa pihak tuduhkan. Tetap saja, KPU kembali mendapat cibiran.
Ada beberapa kasus juga di TPS yang diduga pemilih mencoblos lebih dari satu suara, surat suara tercoblos lebih dulu bahkan hingga kasus pembakaran gudang surat suara. Benarkah ini scenario kecurangan? Atau ini uma hoaks? Seringan itukah tuduhan curang dilontarkan dalam setiap kesalahan sistem atau kerja KPU? Apakah pengamanan surat suara hingga ke tahap rekapitulasi ini sebegitu lemahnya? Banyak sekali pertanyaan di otak saya yang tak sabar rasanya ingin saya cari jawabannya.
Komisioner KPU, Ilham Saputra, mengatakan bahwa Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) Pemilu 2019 pada dasarnya sama dengan situng Pemilu 2014. Hanya saja, pemindaian formulir C1 Pilpres dan Pileg saat ini dilakukan bersamaan. Hal ini karena Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif dilakukan bersamaan.
Menurut Ilham, setelah dipindai, data dari C1 akan dipublikasikan melalui situng. Publikasi data C1 gunanya agar masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat langsung proses pemilu akan mudah mendapatkan informasi. "Hasil scan tersebut dapat diakses masyarakat dan parpol dan paslon presiden dan wakil presiden di pemilu 2019," ujar Ilham.
Bahkan sistem data situng juga dibuat berdasarkan masukan banyak pihak seperti Bawaslu, perwakilan partai politik, perwakilan pasangan capres dan cawapres, badan cyber, BPPT dan perguruan tinggi. Jadi sistem data situng bukan sembarang sistem yang dibuat asal-asalan dan KPU tidak bekerja sendirian.
Tetapi, menurut Komisioner KPU Viryan Azis, meskipun sistem data situng memanfaatkan teknologi digital/internet, cara kerja rekapitulasi suara dan hasil pemilu tidak ditentukan dengan cara elektronik tapi dengan cara manual. Cara seperti ini sudah diterapkan dari pemilu ke pemilu. Entah kenapa hal ini baru diributkan sekarang. Bagaimanapun situs KPU diretas atau mengalami gangguan teknis, rekapitulasi suara tidak akan terpengaruh.
Agenda rekapitulasi suara juga dilakukan secara berjenjang mulai dari rekap di TPS, rekapitulasi tingkat kelurahan, rekapitulasi tingkat kecamatan, rekapitulasi tingkat kabupaten atau kotamadya, rekapitulasi propinsi dan rekapitulasi nasional.
Rekapitulasi suara ini sangat penting untuk menanamkan rasa keadilan di masyarakat. Untuk itu, KPU mengharapkan masyarakat ikut mengawal proses ini dengan menjadi saksi ataupun pemantau.
Saya menyaksikan proses rekapitulasi suara tingkat kecamatan dan melihat bahwa saksi dari tim kampanye/partai, saksi peserta pemilu, PPS, PPK, Bawaslu dan pemantau dari ormas, masyarakat, perguruan tinggi, partai hadir di lokasi rekapitulasi dan mengawal prosesnya dari awal sampai rekapitulasi final. Selain itu, babinsa/satpol pp atau personel kepolisian juga dikerahkan untuk menjaga keamanan proses ini. Di beberapa pertemuan rekapitulasi suara juga ada media masa yang meliput dan menyoroti aspek transparansi serta keakuratan data suara pemilih.
Hasil penghitungan tersebut dituangkan dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara pemilu dengan menggunakan format yang diatur KPU. Berita acara dan sertifikat penghitungan suara secara berjenjang inilah yang menjadi rangkaian perjalanan rekapitulasi suara hingga ke tingkat nasional dan penetapan KPU.
Data rekapitulasi dalam pemilu ini ada 5 jenis yaitu rekapitulasi suara Presiden dan Wakil Presiden, rekapitulasi suara DPR RI, rekapitulasi suara DPRD tingkat 1, rekapitulasi suara DPRD tingkat 2 dan rekapitulasi DPD RI. Cukup kompleks, bukan? Dengan 5 jenis pemilihan dalam satu Pemilu serta tingkat kepersertaan pemilih yang di atas 80 persen kali ini membuat petugas KPU cukup kualahan melakukan pemrosesan data. Wajar saja ada beberapa kekeliruan tak disengaja yang dilakukan, bahkan petugas KPPS yang kelelahan sampai meninggal dunia.
Butuh pengertian dari masyarakat dan kejernihan hati untuk menyikapi semua masalah seputar pemilu 2019 kali ini. Kepercayaan kepada lembaga berwenang adalah mutlak jadi hal yang mendukung proses ini agar berjalan lancar.
Seperti halnya tuduhan terhadap lembaga quick count yang disebut merekayasa hasil quick count karena bayaran kubu tertentu. Kalau dianalisa dengan logika kita, pembohongan dengan quick count itu apalah gunanya. Toh pada akhirnya KPU akan merilis data asli. Hanya mereka yang berpikir seperti ini. Dan biasanya seseorang berpikir sesuai dengan kebiasaan dan kemampuannya, bukan? Hehe..
Jadi, tak semudah itu membobol data rekapitulasi suara pemilih. Negeri kita kaya sumber daya manusia dan kaya akan komunitas yang selalu mencintai negeri ini. Dengan pemantauan bersama, sulit bagi mereka pelaku curang untuk melenggang kecuali pelaku curang dalam pikiran kita sendiri...
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews