Golongan Putih adalah sebuah pilihan juga. Mereka berhak tidak memilih karena pertimbangan keilmuwan juga pertimbangan tidak bisa memaksakan diri.
Apakah saya akan ikut-ikutan menyerang keberadaan Golput (Golongan Putih) sebagai sosok yang tidak mencintai negeri, yang tidak peduli demokrasi, tidak peduli masa depan bangsa
Saya sudah menjawabnya. Sebab mereka yang golput pasti mempunyai pertimbangan mengapa mereka tidak mencoblos dua pilihan pemimpin yang disediakan atau karena pertimbangan lain sehingga mereka memutuskan abstain dalam pesta limatahunan ini.
Siapakah Penggagas Golput?
Golput menurut sejarahnya digagas oleh Imam Walujo Sumali, bekas ketua Ikatan Mahasiswa kebayoran, 19 Juni 1971 di majalah Tempo Imam menulis ”Partai Kesebelas Untuk Generasi Muda”. Dalam Artikel itu Imam menuliskan menampung aspirasi orang muda yang tidak mau memilih parpol yang ada. Partai itu disebutnya Partai Putih dengan gambar putih polos.
Gerakan golongan putih adalah gerakan mencoblos kertas putih yang ada di sela- sela gambar. Dan ketika salah menusuk maka kertas tersebut tidak sah. Maka tidak ada yang diuntungkan karena gambar tidak sah berat tidak masuk dalam hitungan.
Golput memang mengundang pro dan kontra sampai sekarang. Gerakan yang dilakukan oleh orang- orang seperti Arief Budiman, Asmara Nababan dan pegiat demokrasi kritis selalu ada dalam setiap pemilu.
Golput menjadi antitesis dari teriakan-teriakan demokrasi parpol yang ikut dalam kontestasi. Mereka adalah orang- orang yang secara teoritis pun biasanya sangat menguasai ilmu politik. Siapa yang menyangsikan keilmuwan Arief Budiman, Imam Walujo, Marsilam Simanjuntak, Asmara Nababan, Julius Usman, dan lain-lain
Dalam demokrasi selalu saja ada yang beda. Dan jika pilihan tidak menguntungkan maka opsi terakhir adalah abstain atau tidak memilih.
Apakah Golput patut dijadikan musuh bersama demokrasi?
Akan banyak sudut pandang. Tapi menurut penulis Golongan Putih adalah sebuah pilihan juga. Mereka berhak tidak memilih karena pertimbangan keilmuwan juga pertimbangan tidak bisa memaksakan diri untuk memilih dia karena memang terlanjur kecewa. Mereka kecewa pada kinerja petahana dan juga tidak mungkin memilih satunya karena latar belakang ideologi, dan rekam jejak sejarah.
Sayapun saat ini masih bimbang saat memilih partai politik dan Caleg DPR, DPRD dan DPD. Dari sejumlah calon yang ada di dapil penulis tidak ada yang pas untuk dipilih. Bagaimanapun penulis masih ingat rekam jejak anggota DPR sekarang yang minim prestasi tapi lebih banyak gaduhnya.
Berapa keputusan penting yang bisa dihasilkan untuk memberikan kenyamanan pada rakyat yang memilihnya. Untuk Presiden kali ini saya harus memilih dan yakin untuk menentukan pilihan.
Ini menyangkut masa depan bangsa. Demi masa depan bangsa Indonesia harus memilih. Tidak ada yang sempurna. Dengan prinsip Minus Malum Secara realistis penulis harus ikut berpartisipasi menentukan masa depan bangsa dengan satu suara yang disumbangkan.
Lahir dari Kegaduhan Politik
Golongan Putih menjadi cermin bagi politisi, partai politik dan pegiat demokrasi. Mereka harus bisa meyakinkan Golongan Putih untuk mengendorkan kengototannya lalu kemudian dengan sadar menentukan pilihan. Tapi ketika para politisi, parpol, oposisi dan petahana saling serang dengan ujaran kebencian, fenomena Golput akan selalu muncul.
Mereka, para Golputer itu, tentu menginginkan suasana kondusif demokrasi, mengharap dikembalikannya marwah pemilu sebagai pesta demokrasi, bukan ajang gontok- gontokan dan saling melontarkan caci - maki tidak beradab.
Pemilu adalah sebuah pesta kegembiraan, pesta rakyat yang dijamin haknya untuk memilih. Tetapi memang ketika media sosial begitu bebasnya menampilkan aspirasi warga, susah mencegah untuk menyensor pendapat yang cenderung tidak mencerminkan sikap manusia yang paham demokrasi.
Sekarang boleh dikatakan demokrasi yang ada adalah demokrasi kegaduhan. Bukan demokrasi Keceriaan yang membuat rakyat menyambut pemilu dengan sorak sorai tetapi lebih untuk menjauhkan teman, takut simbol simbol, takut untuk berpendapat secara bebas karena akan berimbas pada pergaulan di lingkungan, tempat kerja dan dalam masyarakat yang majemuk.
Kalau tidak ingin ada demokrasi hilangkan demokrasi kegaduhan. Bisa?!
Salam Demokrasi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews