Jika ditambah angka Golput 20 persen, angka 7 persen pemilih yang berlibur saat pencoblosan menjadi signifikan, total menjadi 50 juta!
Sebagaimana hasil belasan survei terakhir yang dirilis ke publik, saya tidak terkejut dengan hasil elektabilitas bernada sama untuk kedua pasangan calon presiden/wakil presiden yang sedang berlaga di Pilpres 2019 ini. Kecuali survei Litbang Kompas, rata-rata lembaga survei menempatkan elektabilitas Joko Widodo di atas 50 persen. Angkanya berkisar 52 persen Joko Widodo, 35 persen Prabowo Subianto dengan menyisakan 13 persen massa yang belum menentukan pilihan (undecided voters).
Pun dengan hasil survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang merilis survei terbarunya di mana elektabilitas Jokowi 51,4 persen, Prabowo 33,3 persen, tidak menjawab 14,1 persen dan 1,2 persen belum menentukan pilihannya. Namun, yang mengejutkan adalah hasil temuan CSIS yang mengungkapkan adanya 7 persen pemilih menyatakan akan berlibur saat pencoblosan.
Angka 7 persen ini bukan main-main. Jika seluruh pemilih berjumlah 185 juta, maka pemilih yang akan berlibur saat pencoblosan itu berjumlah sekitar 13 juta!
Masih ingat selisih suara hasil Pilpres 2014 yang memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla? Sekitar 6 juta suara saja selisihnya.
Bayangkan, ini ada 13 juta suara potensial yang bakal menguap begitu saja karena urusan berlibur saat pencoblosan!
Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Jawabannya adalah militansi!
Lha kok jawabannya malah militansi!?
Maksudnya begini. Jika militansi pendukung kurang atau lemah terhadap capres yang didukungnya, maka angka 13 juta itu akan merugikan capres yang didukungnya. Sebaliknya jika militansi pendukung kuat atau ngotot terhadap capresnya, maka angka yang sama ini otomatis akan menguntungkan capres yang didukungnya pula.
Tinggal bertanya, mana yang lebih militan antara pendukung Jokowi dengan pendukung Prabowo?
Saya berasumsi, 7 persen atau 13 juta pemilih yang memutuskan berlibur saat pencoblosan itu sebagian berasal dari pendukung Jokowi, sebagian lagi pendukung Prabowo, sebagian dari yang belum menjawab tadi dan bahkan dari yang belum menentukan pilihan. Namun dengan kata kunci "militan" atau "militansi" itu tadi, maka yang diuntungkan dengan berliburnya 13 juta pemilih saat pencoblosan ini adalah Prabowo Subianto.
Lha kenapa? Ya, militansi itu tadi. Melihat realitas kekinian, pendukung Prabowo di lapangan jauh lebih militan dibanding pendukung Jokowi!
Sebentar, pendukung Jokowi jangan marah dulu...!
Mari kita lihat "demografi" -atau kasarnya- siapa gerangan 13 juta makhluk yang akan berlibur saat pencoblosan 17 April 2019 itu?
Survei CSIS menunjukkan, pencoblosan yang berdekatan dengan hari libur nasional, yaitu Jumat Agung umat Kristiani yang jatuh pada hari Jumat 19 April 2019, umat Kristiani-lah sebagian besar dari 13 juta pemilih itu, yakni 13,1 persen atau 1,7 juta pemilih, sedang umat Islam dan agama lainnya masing-masing sekitar 6,5 persen dan 8,3 persen.
Harus diakui, pemilihan waktu untuk pencoblosan yang jatuh pada hari Rabu dan berimipitan dengan libur nasional hari Jumat, menciptakan "harpit" alias hari kejepit di hari Kamis. Usai hari Jumat, tentu saja ada hari Sabtu dan Minggu yang direken sebagai hari libur normal.
Bagi orang yang ingin berlibur atau orang ingin pergi ke kampung halaman, "harpit" pada saat pencoblosan itu sangat ideal, sebab libur bisa dimulai sejak Selasa atau bahkan Senin. Sehingga bagi orang-orang yang merencanakan perjalanan jauh, liburan bahkan sudah diambil sejak hari Jumat 12 April 2019 atau 5 hari sebelum pencoblosan!
Apa yang harus dilakukan kedua capres dengan tim pemenangannya masing-masing?
Khususnya kepada Jokowi dan Prabowo, keduanya harus mengajak langsung setengah memaksa -kalau imbauan terlalu lunak- para pemilih potensial yang berniat berlibur di hari pencoblosan.
Wa bil khusus, ajakan lebih maknyus harus dilakukan Jokowi. Sehingga, dalam setiap kampanye yang dilakukan, jangan lupa menyisipkan ajakan untuk menunda liburan ini dan hadir saat pencoblosan, plus menghimbau pemilih untuk tidak Golput.
Tentu saja "anomali" berupa pemilih potensial yang tiba-tiba menjadi "apolitik" karena menyatakan akan berlibur saat pencoblosan akan menambah "anomali" lainnya yang sudah ada berupa kehadiran Golputers, yakni orang yang tidak akan menyalurkan suaranya.
Merujuk pada hasil survei Indikator Politik yang merilis perkiraan 20 persen jumlah Golput pada Pilpres 2019, jika ditambah 7 persen dengan orang yang menyatakan akan berlibur saat pencoblosan, maka angka 27 persen orang-orang "apolitik" ini tidak bisa dianggap enteng.
Mau tau besarannya 27 persen itu? Hampir menyentuh angka 50 juta orang!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews