Memilih Caleg Lokal atau Pendatang?

Kamis, 7 Maret 2019 | 09:50 WIB
0
435
Memilih Caleg Lokal atau Pendatang?
Ilustrasi: beritagar.id

Tinggal 41 hari lagi, Pemilu 2019 akan dihelat. Seperti yang sudah diketahui, pemilu kali ini terdiri dari dua agenda besar, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden (eksekutif) serta anggota wakil rakyat di parlemen (legislatif). Pemilihan terhadap calon anggota legislatif sendiri meliputi tingkat pusat (DPR RI dan DPD) dan tingkat daerah (DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota).

Berbeda dengan Pilpres yang hanya menawarkan dua pasangan capres-cawapres, Pileg ternyata bakal membuat pusing seluruh warga pemilik hak pilih karena harus memilah dan memilih ratusan ribu caleg. Meskipun memang jika dibagi ke dalam kategori atau level, jumlahnya tidak sampai sebanyak itu. Namun tetap saja terbilang banyak dan rumit, tidak semudah menimbang pilihan di Pilpres.

Sebagian besar warga tentu sudah punya calon unggulan pasangan capres-cawapres pada 17 April 2019 nanti. Hal ini terlihat dari menguatnya polarisasi di antara para pemilih yang tergabung dalam dua kubu pasangan capres-cawapres. Saking kuatnya, fokus pada kepentingan Pileg pun terasa terabaikan. Artinya memilih pasangan capres-cawapres akan lebih mudah ketimbang memilih calon anggota wakil rakyat.

Di samping jumlah caleg yang cukup banyak, kerumitan lain Pileg adalah persoalan keunggulan atau daya tawar yang dimiliki para caleg. Seperti sudah disebutkan di atas, pesona Pilpres telah mengalahkan tampang Pileg. Hampir semua topik pembicaraan terkait politik selalu berbau masalah Pilpres. Dan kalau sudah begini, kapan ada waktu buat warga memikirkan sosok caleg favoritnya? Belum lagi kemudian harus berhadapan dengan dua pilihan, antara caleg lokal atau caleg pendatang.

Caleg lokal artinya orang yang berasal (mungkin lahir dan besar) dari daerah pemilihan (dapil). Sedangkan caleg pendatang berarti orang di luar dapil yang mencoba mengadu keberuntungan untuk bersaing bersama para caleg lokal.

Karena belum sempat menemukan sosok unggulan, akhirnya warga mengambil jalan pintas dengan mempertimbangkan asal dapil para caleg saja. Jalan ini memang cukup mudah dilewati. Warga akan mengesampingkan aspek keunggulan dan daya tawar dari masing-masing caleg. Mereka jelas menjatuhkan pilihannya kepada para caleg lokal, dengan harapan para caleg lokal lebih punya "senses of belonging" di dapil dibanding para caleg pendatang.

Namun apakah sesederhana itu pengambilan keputusannya? Betulkah caleg lokal akan lebih mencintai dapil dan warga ketimbang caleg pendatang? Bagaimana jika pada akhirnya faktanya malah sebaliknya?

Hal ini menjadi tantangan serius buat warga. Mereka wajib mengambil keputusan secara matang, dan tidak terbius nikmatnya jalan pintas. Persoalan asal dapil sebaiknya dieliminasi. Aspek kompetensi dan komitmen para caleg yang prioritas ditimbang. Apakah nanti kemudian yang terunggul caleg lokal atau caleg pendatang, tidak masalah. Sekali lagi kompetensi dan komitmenlah yang paling penting.

Lalu bagaimana cara menemukan caleg kompeten dan punya komitmen?

Patut diingat, selama masa kampanye, sebagian caleg "bertopeng". Semua hal yang mereka sampaikan belum tentu benar adanya, dan bahkan barangkali jauh dari niat murni sesuai harapan warga.

Oleh sebab itu, warga sangat perlu mengetahui rekam jejak, pengalaman, visi-misi dan program yang dimiliki para caleg. Dengan begitu, keputusan warga dalam menentukan pilihan akan sedikit memuaskan. Semoga dicoba.

***