Mereka yang Disingkirkan PKS dan Sohibul Iman

Rabu, 7 November 2018 | 05:47 WIB
0
527
Mereka yang Disingkirkan PKS dan Sohibul Iman
Fahri Hamzah dan Anis Matta

Meskipun namanya Sohibul Iman, sosok yang menduduki jabatan Presiden PKS dari tahun 2015 ini bukan jadi sobat kental bagi Fahri Hamzah apalagi Presiden sebelumnya Anis Matta.

Sohibul Iman disinyalir sedang melakukan gerakan pembersihan di dalam tubuh PKS. Mereka yang dianggap vokal terhadap partai sekaligus tidak sejalan dengan pendekatan partai saat ini nampaknya memang tidak sedikitpun diberikan tempat apalagi ruang gerak.

Tak pelak, beberapa sosok ini pada akhirnya mau tak mau harus angkat kaki sebagai kader yang selama ini membesarkan nama partai.

Fahri Hamzah

Sosok yang paling vokal dan dikenal sebagai mantan aktivis ini bak maskot PKS sejak berdiri. Fahri itu Ruhut Sitompulnya PKS. Ia akan melawan siapapun yang menyerang PKS.

Loyalitasnya sudah teruji. Sayang Fahri Hamzah justru disingkirkan dengan cara dipecat sebagai kader partai.

Kisruh dan pemecatan Fahri Hamzah sebagai kader partai dimulai pada tahun 2016 oleh Sohibul Iman sendiri lewat keputusan Majelis Tahkim.

PKS memecat Fahri Hamzah yang selama ini dibelanya mati-matian bahwan pasang badan saat Luthfi Hasan Ishaaq tersandung kasus korupsi kuota Sapi. Fahri yang saat itu menyingsingkan lengan bajunya "melawan" KPK.

Beda dengan Sohibul Iman yang diam seribu bahasa. Termasuk saat Nur Mahmudi Ismail, mantan walikota Depok 2 periode yang membesarkan nama PKS di tengah badai yang saat itu membuat moral dan spirit para kadernya runtuh.

Setali tiga uang dengan Sohibul Iman. Sosok teduh seperti Hidayat Nur Wahid pun ternyata orang yang diam-diam menghendaki Fahri Hamzah disingkirkan.

Fahri Hamzah pun akhirnya melakukan gugatan dan dimenangkan oleh Pengadilan Jakarta Selatan. Hingga saat ini Fahri masih menduduki jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI meskipun sudah tidak diakui oleh partainya sendiri.

Anis Matta

Sosok yang cukup disegani di kalangan muda PKS ini memang punya kharisma. Apalagi jika sudah berada di podium. Fahri Hamzah pun masih punya rasa hormat kepada mantan Presiden PKS Periode 2013-2015 menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq yang terset pusaran korupsi kuota impor sapi.

Anis yang berjasa menyelamatkan suara PKS pada tahun 2014. Sosok seperti Anis seharusnya diberikan tempat terbaik oleh Sohibul Iman. Alih-alih menggandengnya sebagai partner, Sohibul Iman justru kini diduga tengah membersihkan pucuk pimpinan di beberapa daerah dari pengaruh kuat Anis Matta.

Pria kelahiran Waledo, Bone, Sulawesi Selatan ini memang cukup visioner. Anis lebih terbuka dengan gagasan-gagasan baru dan mampu menggandeng beberapa elemen di luar organisasi. Inilah yang nampaknya tidak sejalan dengan para pendiri PKS terutama Salim Segaf Al-Jufri yang sama-sama dari Sulawesi.

Ketua Dewan Syuro PKS tersebut diketahui salah satu yang lebih memilih Sohibul Iman untuk melanjutkan estafeta kepemimpinan dibandingkan dipimpin kembali oleh Anis Matta.

Bahkan saat nama Anis Matta mencuat menjadi salah satu kandidat capres dan cawapres pun di kalangan internal partai sendiri banyak yang tidak suka dengan kiprah dan nama Anis yang kian berkibar. Sebelum makin bersinar, akhirnya nama Anis diredupkan sendiri oleh partai yang pernah dibelanya dalam Pemilu 2014 lalu.

Baik Fahri Hamzah maupun Anis Matta kini menjadi seperti duri dalam daging bagi PKS. Dibutuhkan tetapi dibenci.Dirindukan tapi takut menyesatkan.

Agaknya perbedaan pandangan kedua tokoh muda PKS ini tidak sejalan dengan jajaran Dewan Syuro PKS. Tak heran jika beberapa loyalis Anis Matta di beberapa daerah dicopot tanpa alasan yang jelas.

Gelombang perlawanan dalam tubuh PKS sendiri memang membuat mesin partai tidak terlalu optimal memperjuangkan kader-kadernya menjadi pemimpin daerah.

Kisruh PKS di ujung Pilpres 2019 jelas akan makin memperbesar jurang kemenangan. Apalagi calon yang diusung bukan berasal dari kalangan PKS sendiri. Porsi wakil presiden yang selama ini memang diperebutkan antara PKS dan PAN justru harus legowo diberikan kepada Sandiaga Uno dengan "mahar politik" yang amat mahal.

Satu sisi menguntungkan tapi di sisi lain merugikan. PKS seperti memperjuangkan pepesan kosong. Menjadi ban serep bagi Gerindra. Apalagi setelah sempat di-PHP mendapatkan kursi Wagub yang ditinggalkan oleh Sandiaga. Jika saja M Taufik tidak jadi diciduk oleh KPK, bisa jadi PKS hanya bisa gigit jari.

***