Pasang surut perjalanan politik putri pertama Soekarno bersama moncong putihnya telah banyak dikisahkan dalam banyak ruang. Hampir semua media mainstream memiliki jejak peristiwa. Begitupun saat paradigma media bergeser menjadi media online.
Hanya dengan menuliskan Kata kunci PDI Perjuangan, atau Megawati Soekarno Putri, maka semua surrel pemberitaan baik berupa artikel atau data sekunder lainnya akan muncul dengan jumlah yang lebih dari cukup untuk ditelaah.
Dari pemberitaan online yang sering kali menjadi sumber referensi, ada bentuk lain yang dinilai lebih kekinian dan mampu memberi pencerahan bagi hampir semua kalangan. Film atau cinematografi menjadi sarana penyampai pesan yang dirasa cukup efektif. Terutama bagi generasi milenials.
Terlebih situasi dan kondisi Perfilman nasional sejak hampir 1 dasawarsa terakhir tergolong kondusif. Bioskop jejaring nasional menggeliat hingga ke daerah-daerah.
Seperti yang dilansir oleh TribunNews.com, dalam pidato peresmian Kantor DPP PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro Megawati mengungkap ingin memprodukti film seputar 27 Juli 1996. Ya peristiwa yang dikenal dengan istilah "kudatuli" itu merupakan sequel perjalanan panas PDI jauh sebelum menjadi "The Rulling Party". Tentu tak hanya sekuel kudatuli saja yang harus diangkat menjadi satu fragmen film layar lebar.
Adahal yang menurut saya pribadi sebuah jalinan cerita dalam film haruslah utuh. Tidak hanya terkait kudatuli saja, melainkan sebuah kisah tentang "Megawati Soekarnoputri". Saya yakin, jika film ini digarap sungguh-sunguh oleh mereka yang ahli dibidangnya pasti akan menjadi karya luar biasa. Apalagi sekarang ini tercatat dalam struktur DPP PDI Perjuangan ada bidang Ekonomi Kreatif yang dijabat oleh Prananda Prabowo yang juga putra Megawati. Bukanlah film selama ini menjadi ranah ekonomi kreatif?.
Sebelum era milenial dengan segala pernak perniknya, Sosok Megawati dan jalan panjang politiknya kerap menjadi tema bahasan dalam buku-buku yang diterbitkan dalam jumlah puluhan bahkan mungkin ratusan. Sebut saja:Cerita Kecil dari Cikini, Megawati dalam Catatan Wartawan Menangis dan Tertawa Bersama rakyat; Megawati Anak Putra Sang Fajar, Hingga Megawati The Brave Lady yang launching bertepatan dengan usaia mega ke 72.
Sosok Megawati menjadi abadi saat diulas dalam karya yang dibukukan. Konon buku memang tak lekang oleh zaman. Namun kini, buku saja rasanya tidak cukup untuk menjadi ruang trasformasi nilai lintas gererasi.
Pada zaman yang serba digital, film menjadi sarana yang cukup mudah menjangkau kalangan milenial yang nyaris melewatkan sejarah, ideologi hingga makna sebuah perjuangan. Itulah kenapa film tentang Megawati menjadi sebuah tantangan khususnya bagi ketua DPP bidang Ekonomi kreatif kedapan.
Disisi lain, tersiar kabar bahwa film tentang alm.Taufiq Kiemas tengah dalam proses penggarapan. Andai sedari awal bisa dikondisikan, sekuel perjalanan hidup Megawati tentu mampu memberi warna yang berbeda dalam film yang mengangkat sosok suami Megawati tersebut unsich. Muatan sejarah juga akan menghias beberapa segmen cerita jika kehidupan Megawati benar-benar dapat difilmkan.
Ya, Megawati adalah sosok negarawan dengan sekian proses penggemblengan oleh sistem politik yang ada. Tidak semua mampu dan kuat melewati ujian kehidupan politik layaknya Mega. Bukan perempuan cengeng manjadikan Mega tangguh dalam memimpin partai besar sekelas PDI Perjuangan. Jauh sebelum muncul Sri Kandi, perempuan tangguh di lingkar kabinet Jokowi, Megawati kerap di sebut sebagai Sri Kandi Indonesia.
Sungguh bukanlah hal yang berlebihan manakala Perjalanan politik Megawati diangkat ke layar lebar. Kolaborasi dengan beberapa cineas tanah air berbakat, akan menjadikan film tentang Megawati kian berbobot dan mendapat tempat dihati masyarakat. Film ini pula yang akan menguatkan soliditas internal kader PDI Perjuangan dari tingkat pusat hingga ke akar rumput.
Selain ditayangkan di bioskop secara nasional, film tentang Megawati ini dapat juga dikemas dalam bentuk lain. Agar bisa disaksikan oleh warga di kampung-kampung. Menggelar nonton bareng film tentang Megawati dalam bentuk layar tancap yang digelar di lapangan desa misalnya, bisa menjadi salah satu program terstruktur yang masif di level DPC hingga PAC.
Hal ini untuk mengantisipasi rendahnya minat baca kader PDI Perjuangan yang minim referensi kepartaian, terlebih minim referensi tenteng sosok kepemimpinan Mega selama ini. Film tentang Megawati ini juga bisa menjadi salah satu materi kederisasi. Mereka yang masuk PDI Perjuangan saat partai sudah mapan. Tentu berbeda dengan mereka sedari awal merasakan benar jatuh bangun mengawal kepemimpinan Megawati.
Toh, sebelumnya sudah pula kisah Jokowi, Basuki Tjahaya Purnama diangkat ke layar lebar. Untuk tokoh bangsa sekelas Mega, Prananda Prabowo harus mampu mewujudkannya. Semoga
***
#sumbangsaran
#72ThMegawati
salam
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews