Oleh : Devi Putri Anjani
Masyarakat Indonesia harus bisa menolak adanya praktik politik identitas pada ajang kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang. Apalagi terkait dengan rumah ibadah, justru jangan sampai tempat suci tersebut malah digunakan untuk ajang berkampanye dan mencapai tujuan politik praktis.
Politik identitas sendiri secara umum biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas dan gerakan sosial-politik, baik itu dilakukan oleh perorangan secara individu maupuk kelompok untuk bisa mendapatkan pengakuan yang jauh lebih luas dari publik.
Jelas sekali bahwa dalam aktivitas tersebut, sama sekali tidak bisa dilepaskan dari makna identitas itu sendiri.
Sedangkan identitas atau jati diri merupakan sebuah pengakuan terhadap seorang individu ataupun suatu kelompok tertentu yang menjadi satu kesatuan secara menyeluruh. Hal tersebut biasanya ditandai dengan masuk atau terlibat dalam satu kelompok atau golongan tertentu.
Dengan adanya penggabungan ke dalam kelompok tersebut, maka membuat identitas sama sekali juga tidak bida terlepas dari adanya rasa persamaan yang didasari oleh sebuah kesamaan identitas.
Umumnya, identitas memiliki beberapa macam bentuk dan jenis, yakni seperti pada identitas gender, agama, suku, profesi dan lain sebagainya. Sedangkan politik identitas sendiri lair dari sebuah kelompok sosial yang umumnya mereka merasa diintimidasi hinga didiskriminasi oleh negara atau pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan.
Lantaran ada rasa bahwa kelompok itu sedang didiskriminasi, maka mereka menggunakan politik identitas terseut sebagai suatu cara di mana anggota masyarakatnya bisa berjuang dengan tujuan untuk bisa memperoleh sebuah pengakuan publik atau unsur budaya tertentu terkait dengan identitas mereka.
Mengenai hal tersebut, kemudian sejumlah tokoh lintas agama yang tergabung ke dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Lampung dengan tegas menyepakati bahwa mereka menolak adanya praktik politik identitas, utamanya pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Ketua FKUB Provinsi Lampung, Dr. Moh Baharuddin dan didampingi oleh perwakilan dari para tokoh agama menegaskan komitmen kuat dari mereka untuk sama sekali tidak menggunakan rumah ibadah sebagai tempat untuk melakukan kegiatan kampanye dan juga segala aktivitas politik praktis lainnya. Bukan tanpa alasan, pasalnya, dia melanjutkan bahwa ternyata larangan untuk tidak menggunakan rumah ibadah sebagai ajang kampanye memang telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Pemilu.
Deklarasi yang dilakukan oleh FKUB Provinsi Lampung beserta dengan para tokoh agama tersebut juga disertai dengan adanya penegasan akan komitmen kebangsaan, termasuk juga komitmen untuk lebih menguatkan moderasi beragama serta bagaimana caranya mampu menghindari segala bentuk ujarang kebencian yang masih banyak beredar di tengah masyarakat, utamanya melalui penyebaran di media sosial.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Lampung, Puji Raharjo menilai bahwa deklarasi yang dilakukan itu telah memberikan pesan yang sangat kuat tentang betapa pentingnya untuk bisa saling berbuat aik dan terus menjaga kedamaian antar umat beragama pada seluruh elemen masyarakat Indonesia. Bukan hanya itu, namun dirinya juga menambahkan bahwa adanya deklarasi yang dilakukan tersebut menjadi sebuah upaya untuk mengantisipasi pesta demokrasi 2024 mendatang supaya bisa berjalan dengan lancar.
Lebih lanjut, Kakanwil Kemenag Lampung tersebut menjelaskan bahwa sejatinya segala hal yang baik sudah ada dalam agama. Sehingga justru menurutnya jangan sampai agama digunakan untuk hal-hal yang buruk, berpotensi untuk memecah belah dan menebar kebencian seperti pada praktik politik identitas.
Puji Raharjo juga menerangkan bahwa agama sendiri sejatinya justru terus mengajarkan kepada seluruh umatnya tentang cinta kasih dan juga bagaimana mampu memuliakan Tuhan yang sudah sangat baik kepada manusia dan umatnya. Dia menambahkan bahwa Tuhan telah mengajarkan hal baik kepada semua umat manusia dan hanya menginginkan seluruh umatnya bisa berbuat baik pula sesuai dengan ajaran-Nya.
Dirinya juga berpesan bahwa jangan sampai pada tahun politik seperti sekarang ini hingga pada kontestasi Pemilu di tahun 2024 mendatang justru agama digunakan untuk kepentingan pribadi saja, apalagi kepentingan perorangan atau kepentingan untuk meraih tujuan politik praktis tertentu. Sebab, menurut Puji, agama merupakan sebuah hal yang mampu mendatangkan kesejukan hati, kedamaian dan juga kegembiraan. Sehingga dirinya mengimbau kepada semua masyarakat Tanah Air untuk bisa beragama dengan penuh rasa gembira.
Memang rumah ibadah sendiri merupakan sebuah tempat yang seyogyanya hanya diperuntukkan untuk segala aktivitas terkait peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sama sekali tidak bisa digunakan untuk aktivitas lain, apalagi jika hal tersebut berkaitan dengan politik praktis dan malah justru digunakan untuk berkampanye. Seluruh masyarakat Indonesia harus mampu mengetahui bagaimana dampak buruk yang akan terjadi apabila politik identitas dilakukan pada bangsa ini, untuk itu, wajib menolak adanya segala praktik politik identitas pada Pemilu 2024 mendatang.
)* Penulis adalah Kontributor Duta Media
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews