Narasi yang beredar di medsos, atau bahkan judul–judul berita di media massa cenderung membohongi masyarakat dengan glorifikasi berlebihan.
Reaksi pertama saya ketika mendengar rencana kunjungan Bapak Jokowi ke Kyiv dan Moscow adalah BANGGA!
Kunjungan ini memang sangat layak diapresiasi. Meskipun saya dari awal juga sadar bahwa lawatan ini lebih terkait dengan kedudukan Bapak Jokowi sebagai ketua G20, serta akhirnya juga ketahuan bahwa pertemuannya dengan Vladimir Putin lebih ke hubungan bilateral Indonesia-Russia.
Tapi apapun itu, keberanian Beliau mengunjungi kota dan negara yang sedang dibombardir pakai bom bego, sehingga resiko jadi korban bom nyasar sangat besar, pantas diapresiasi. Sependek yang saya tahu, reaksi rakyat Ukraina sendiri baik atas kunjungan ini.
Yang bikin mules, setelahnya saya baca banyak narasi glorifikasi berlebihan yang beredar. Seakan–akan Jokowi adalah satu-satunya juru damai harapan dunia.
Sebetulnya, kalau sekedar bangga sih nggak apa–apa. Tapi yang tidak termaafkan itu kalau sudah mengandung HOAX dan kebohongan.
Contohnya adalah klaim bahwa media mainstream barat mengusulkan Jokowi jadi calon penerima Nobel Perdamaian dan Sekjen PBB. Media mainstream barat yang mana ya?
Berita lawatan memang ada. Tapi kalau terkait Nobel dan Sekjen PBB? Atau juga klaim bahwa Jokowi adalah satu–satunya pemimpin yang berani mengunjungi Kyiv seperti salah satu contoh postingan di bawah ini.
Astagaaa… yang nulis ini tinggal di guakah? Sehingga tidak tahu kalau pemimpin–pemimpin barat sudah wira wiri ke Kyiv. Beberapa pemimpin malah sudah dua kali. Mohon maaf, di antara yang bikin narasi–narasi berlebihan ini, adakah yang berani membandingkan besaran bantuan yang diberikan Indonesia kepada Ukraina dengan bantuan negara – negara yang pemimpinnya dibilang ga berani ke Kyiv itu?Lebih ngakak lagi baca–baca narasi yang beredar di hari berikutnya. Orang–orang ini luar biasa bangga melihat mesranya sambutan dari Putin.
Bangga Presidennya disambut ramah oleh diktator, padahal kunjungan tersebut justru dimanfaatkan oleh Putin untuk menunjukkan bahwa ada negara–negara yang tidak keberatan dengan invasinya ke Ukraina. Lalu yang mengelu-elukan jadi lupa pujiannya tentang misi untuk mendamaikan ini.
Okay, ga kaget juga sebenarnya… Toh, sebagian dari orang–orang ini memang pendukung Putin. Orang–orang yang sangat bersuka cita melihat bangsa Ukraina menderita diinvasi oleh Putin. Orang–orang yang dengan sengaja mengingkari UUD 1945 tentang hak kemerdekaan bagi semua bangsa.
Fenomena glorifikasi berlebihan ini memang sudah terasa beberapa tahun terakhir. Situasi politik sudah mengarah ke kultus individu. Ini lebih pas dibilang melakukan pencitraan untuk pemimpin yang diidolakan di atas penderitaan bangsa Ukraina.
Fenomena ini tidak hanya terhadap Bapak Jokowi ya… contoh lain itu Terawan. Hal–hal yang sebetulnya biasa-biasa saja, dipoles sedemikian rupa sehingga disangka sebagai prestasi yang mencengangkan dunia.
Narasi yang beredar di medsos, atau bahkan judul–judul berita di media massa cenderung membohongi masyarakat dengan glorifikasi berlebihan.
Tidak heran, bila kemudian muncul komentar–komentar dari masyarakat seperti “lihatlah… betapa tulusnya sorot mata Pak Jokowi kepada Putin” (Waduh… hahaha… ).
Atau bullyan terhadap Bapak Dino Patti Djalal yang mencoba meluruskan glorifikasi berlebihan ini.
Untuk saya pribadi, hal–hal semacam ini membuat saya males.Mungkin saya memang mendukung Bapak Jokowi. Tapi saya TIDAK ingin terbilang diantara para PENJILAT.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews