Penetapan KKB sebagai kelompok teroris sangat disetujui masyarakat. Karena mereka sudah bertindak seperti teroris, karena menggunakan cara kekerasan dalam mengancam warga sipil. Ketika KKB dicap teroris maka tidak boleh marah dan playing victim, karena buktinya sudah banyak masyarakat yang jadi korban luka maupun nyawa.
KKB adalah kelompok separatis yang baru saja dicap sebagai teroris oleh pemerintah. Mereka spontan marah-marah saat disebut teroris, dan justru menunjuk bahwa Indonesialah yang menjajah Papua. Padahal Papua sudah resmi menjadi bagian dari NKRI, sejak lebh dari 30 tahun lalu, dan sudah sah menurut hukum lokal dan internasional.
Masyarakat di Papua dan pulau lain malah bersyukur karena KKB akhirnya dinyatakan sebaga teroris. Penyebabnya, organisasi ini sudah terlalu sering membuat onar dan membuat teror di mana-mana. Lagipula, usulan pemberian sebutan teroris sudah ada sejak tahun 2019, tetapi baru diwujudkan di awal tahun 2021.
S Riyanta, pengamat intelijen dan keamanan, menyatakan bahwa ketika pemerintah menyatakan bahwa KKB adalah kelompok teroris, maka sesuai dengan definisi UU anti terorisme (UU nomor 5 tahun 2018). Dalam UU itu, maka disebutkan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror.
S Riyanta melanjutkan, dalam UU tersebut, dijelaskan juga bahwa teroris merusak fasilitas umum dan menimbulkan korban secara massal, serta bermotif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Dalam artian, semua ciri ini ada dalam KKB. Sehingga amat wajar jika KKB dan OPM dinyatakan sebagai kelompok teroris.
Ketika sudah memenuhi unsur terorisme, maka akan ada pemberantasan yang lebih efektif, karena muncul bala bantuan untuk menangkap para anggota KKB. Bantuan itu berupa 400 pasukan TNI yang disebut pasukan setan, yang akan membela negara dan menghapus OPM dan KKB dari tanah Papua.
Mengapa harus dengan cara kekerasan? Karena KKB sudah tidak bisa lagi diberantas dengan cara-cara pada pemerintahan presiden yang dulu.
Jika dahulu KKB berusaha diberantas dengan cara halus dan pendekatan budaya, saat ini amat susah.
Karena diibaratkan, saat pemerintah bersikap halus, mereka malah ngelunjak.
Bagaimana bisa TNI diam saja saat anggota KKB menembak Kepala BIN Daerah Papua I Gusti Putu Danny Karya Nugraha hingga beliau meninggal dunia?
Bukan kali ini saja KKB melawan aparat, karena mereka pernah juga melakukan baku tembak dan melancarkan perang terbuka. Selain itu mereka juga menembak mobil milik TNI, padahal kendaraan itu sedang mengangkut bantuan bagi rakyat.
Kekejaman lain yang tidak bisa diampuni adalah ketika KKB membunuh warga sipil sembarangan.
Korbannya mulai dari tukang ojek, pelajar, hingga para guru. Mereka kehilangan nyawa dan jadi korban kekejian KKB, karena dituduh sebagai mata-mata TNI. Fitnah ini sangat kejam dan menunjukkan bahwa KKB sering asal tuduh dan tidak bisa berpikir panjang dan cerdas.
Ketika KKB disebut kelompok teroris, maka penangkapannya akan makin cepat, efektif, dan efisien. Pengejaran langsung dilakukan di kawasan Puncak yang memang rawan konflik, dan merupakan salah satu markas mereka. Diharap pasukan gabungan akan bertindak dengan sigap dan pulang dengan membawa anggota KKB, yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau.
Pemberantasan KKB dijamin aman dan tidak akan membawa korban dari pihak sipil. Penyebabnya karena prajurit sudah berpengalaman dan tidak akan melemparkan pelor sembarangan. Warga juga sadar dan segera siaga saat ada baku tembak, serta memilih untuk mengamankan diri di rumah.
Jangan ada yang ngawur dengan menganggap KKB dicap sebagai teroris, sebagai bentuk pelanggaran hak asazi. Karena justru mereka yang pertama kali melanggar hak azasi warga sipil, dengan menembak sembarangan dan menyebar teror, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews