Di luar mereka, masih banyak aset bangsa lainnya yang berpotensi menjadi pemimpin terbaik untuk Indonesia masa depan.
"Moeldoko menerima keputusan sebagai Ketua Umum Demokrat versi KLB," demikian judul berita di berbagai laman internet sore ini.
Tidak beradab. Tidak beretika. Itulah respon pertama saya melihat apa yang terjadi terhadap Partai Demokrat. Tontotan ini lebih beracun dibanding tayangan sinetron atau reality show yang banyak racunnya itu.
Jargon 'politik itu kotor', sesungguhnya tidak benar. Plato salah satu penggagas politik, tidak pernah menjadikan idenya sebagai hal kotor. Demikian pula Aristoteles. Bahkan NIccolo Machiavelli yang sering dijadikan kambing hitam politik kotor, juga tidak demikian. Pelakunyalah yang kerap membuatnya kotor. Seperti yang saat ini terjadi.
Salah satu tugas negara adalah memberikan pendidikan politik kepada rakyatnya. Itulah sebabnya ada anggaran khusus di setiap pemerintahan mulai level pusat sampai daerah untuk pendidikan politik. Tugas yang juga diemban oleh partai politik. Rakyat harus mendapatkan edukasi politik yang baik dan benar. Bukan politik kotor.
Bangsa ini akan lebih cepat maju, jika masyarakatnya lebih melek politik. Literasi politik terbukti mampu membawa bangsa ini meraih kemerdekaannya pada 1945 lalu. Ketika para anak muda didikan orang-orang melek politik seperti H.O.S Cokroaminoto tampil ke permukaan. Soekarno-lah yang saat itu jadi yang terdepan. Bersama elemen lain bangsa, para anak muda ini dengan dukungan dan bimbingan senior-seniornya berpolitik secara tepat melawan penjajah Belanda. Hasilnya: kemerdekaan. Mereka, para pendiri bangsa itu, memegang teguh adab dan etika.
Namun kini, kita berjalan mundur. Literasi politik yang sesungguhnya sedang dalam ujian berat, makin dirusak begitu rupa oleh tontonan pecah belah parpol yang menimpa partai Demokrat. Tahun lalu dialami juga oleh Partai Berkarya. Namun karena yang kini terjadi menimpa partai besar, gaungnya lebih terasa. Apalagi melibatkan orang-orang besar termasuk orang yang masih berkuasa di seputaran Istana Negara. Apalagi disokong oleh kekuatan ekonomi yang besar sehingga narasi di berbagai media seolah mendukung sang tokoh tersebut.
Saya tak habis pikir dengan fenomena ini. Sejak dulu, pecah belah parpol sudah berkali-kali terjadi, tapi caranya tidak sekasar ini. Tidak sevulgar ini. Tidak setakberadab ini. Tidak setakberetika ini.
Walaupun sama-sama bernilai buruk dalam pendidikan politik buat rakyat. Kita tahu dan sadar tak elok mengharapkan tokoh-tokoh politik dan pejabat negara saat ini bersikap bijak cendekia seperti para pendiri bangsa. Tidak. Tidak berharap seperti itu. Sulit menemukan sosok semacam itu.
Akan tetapi, minimal tidak terlalu kasar dan sangat kotor serta begitu vulgar dalam berpolitik dan bernegara. Kotor sedikit - apa boleh buat - masih harus kita maklumi. Situasi dan kondisi kotor memang masih terjadi dalam banyak hal. Saya optimistis, lama-lama kekotoran itu akan terkikis, nanti. Namun, apa yang terjadi sekarang sungguh memilukan.
Pancasila sila kedua menyebutkan bahwa bangsa kita adalah manusia yang adil dan beradab. Adab dan juga etika di atas segalanya. Di atas ilmu, di atas kemanusiaan, di atas hukum, apalagi politik. Ketika batas atas itu sudah diterobos, apalagi yang kita harapkan? Optimisme masa depan bangsa sedikit meredup diganggu oleh tokoh-tokoh politik penuh ambisi yang menghalalkan segala cara.
Sungguh kehidupan berbangsa dan bernegara kembali dinodai. Bahkan dengan noda yang lebih parah dibanding penggembosan PDI pada era Orde Baru, yang sangat menyedihkan itu. Salah satu noda terbesar dalam sejarah politik Indonesia.
Buat saya pribadi, AHY adalah aset bangsa. Sama dan setara seperti Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Anies Baswedan, Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, Erick Thohir dan pemimpin lain yang masih berusia muda. Merekalah yang saat ini sampai 5-15 tahun ke depan akan menjadi pemimpin puncak bangsa. Mereka bukan hanya milik golongan, kelompok atau parpol tertentu, tapi milik bangsa.
Di luar mereka, masih banyak aset bangsa lainnya yang berpotensi menjadi pemimpin terbaik untuk Indonesia masa depan. Mereka harus dikondisikan untuk mampu membawa kemajuan bagi bangsanya. Bukankah bangsa ini yang beruntung jika memiliki pemimpin yang punya kapasitas dan kapabilitas memadai serta berkarakter baik (khususnya beradab dan beretika)? Para sepuh dan senior seharusnya memberikan teladan kepada kami, para anak muda. Bukan sebaliknya.
Ya Allah, semoga kelak Indonesia tidak dipimpin oleh orang penuh ambisi yang sedang mempertontonkan politik tak beradab dan tak beretika.
Amin YRA.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews