Kalau Gibran masuk lewat pintu lain di PDIP, dia menyerahkan sepenuhnya kepada DPP. Rudy percaya Megawati sebagai ketua umum akan mengambil keputusan yang sebijak mungkin.
Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo belakangan ini terkesan frontal dalam mengkritisi beberapa kebijakan Presiden Joko Widodo. Ia misalnya menyebut pelarangan mudik lebaran pada pertengahan April lalu sebagai kebijakan yang terlambat. Juga meminta agar Presiden membatalkan kenaikan iruan BPJS.
Tentu terlalu naif bila menganggap kritik tersebut sebagai keberpihakan terhadap masyarakat kecil semata. Ada yang menyebut kevokalan Rudy menyikapi iuran BPJS terkait dengan kian susutnya anggaran kota Solo di tengah pandemi. Tudingan lain yang paling gampang adalah mengaitkannya dengan pilkada Kota Solo.
Soal kenaikan iuran BPJS, Rudy mengaku harus merogoh kas Rp6 miliar perbulan untuk mensubsidi warga miskin. Jumlah itu dipastikan akan bertambah karena warga miskin meningkat akibat pandemi. “Makanya untuk Juni sampai Desember saya ngutang saja,” ujarnya.
Rudy sadar sikap kritisnya akan dimaknai macam-macam. Dia mengaku dalam posisi dilematis. Bila diam saja terhadap kebijakan Jokowi yang menurutnya tidak tepat, dia merasa salah. Sekalinya bicara tetap dianggap salah.
Akhirnya dia memutuskan untuk tetap bicara meski berisiko menghadapi kemarahan para pendukung Jokowi. “Lebih baik saya disalahkan orang waras daripada disalahkan orang sakit,” ujarnya.
Tapi kenapa tidak berbicara langsung ke Jokowi sebagai sahabat lama?
Mendapat pertanyaan itu, FX Rudy langsung menukas bahwa dirinya tak lagi punya hotline kepada sang Presiden. Kondisi berbeda dengan lima tahun sebelumnya.
“Saya sudah terseleksi,” ujarnya dengan senyum lebar yang terasa hambar. Toh begitu, secara pribadi dan kedinasan hubungan pribadinya tetap baik. Cuma lebih formal, protokoler. Lelaki kelahiran Solo, 13 Februari 1960 merasa harus tahu diri. Di pasif. Tak bisa lagi slanang-slonong ke istana.
Tak jelas benar sejak kapan hubungan yang formal-protokoler itu mulai terjadi. Mungkin sejak Rudy kukuh menutup pintu pencalonan walikota Solo untuk Gibran Rakabuming, putra sulung sang Presiden.
Sebagai orang yang meniti karir politik dari bawah sejak 1977, Rudy yang cuma lulusan STM Penerbangan, 1976-1979 itu merasa dirinya harus taat aturan. Dia tak bersedia meninjau ulang pencalonan Purnomo–Teguh Prakosa, dan menyisipkan nama Gibran.
Sikap kukuh itu terus diperlihatkan meski para petinggi PDIP coba merayunya. Pun ketika Sekretaris Negara M. Pratikno menemui, termasuk Jokowi yang langsung menyampaikan bahwa Gibran minat menjadi walikota. Rudy merespons secara normatif. Sebagai warga negara Gibran punya hak untuk mencalonkan diri. Hanya saja calon dari PDIP Kota Solo sudah ditetapkan: Purnomo–Teguh Prakosa.
“Kalau dari awal ada info dia berminat, tentu pengurus ranting dan cabang akan menyuarakannya. Tapi kan saya dengarnya dia cuma mau berbisnis, baru belakangan mau ke politik,” kata Rudy.
Tanpa bermaksud meremehkan kemampuan Gibran, dia merujuk perjalanan karir pribadinya di kancau politik. Rudy melakoninya bertahap dari tingkat pengurus RT, RW, LKMD, hingga DPRD, wakil walikota, dan kini walikota. Ada proses dan kesabaran. Ada dedikasi dan loyalitas terhadap organisasi.
Kalau pun kemudian Gibran masuk lewat pintu lain di PDIP, dia menyerahkan sepenuhnya kepada DPP. Rudy percaya Megawati sebagai ketua umum akan mengambil keputusan yang sebijak mungkin.
Andai keputusan tak sesuai dengan harapannya? “Berpolitik dan masuk partai itu harus siap kecewa dan dikecewakan. Siap dibuang, siap dibunuh, dan siap di bui,” tandas Rudy.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews