Jangan suka menimpakan kemalangan atau kegagalan kepada pihak lain. Lebih baik koreksi diri, penyebab kegagalan tersebut.
Pemilu serentak yaitu (Pilpres, DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II) pada tanggal 17 April 2019, bisa untuk mengetahui sifat orang-orang yang bermental pecundang dan kstaria, bermental atau bermental baja, merendahkan diri sendiri atau menjunjung sportivitas.
Ada yang kalah-dan mengakui kekalahannya tanpa mencari kambing hitam atau menuduh pihak lain berlaku curang. Tapi tidak sedikit, pihak yang kalah menyalahkan pihak lain sebagai penyebab kekalahannya. Lalu menuduh pihak lain berlaku curang atau tidak jujur. Begitulah lagunya orang kalah yang nadanya selalu sumbang, biasa disebut mental pecundang.
Seperti kita ketahui, dalam perselisihan atau sengketa hasil pilpres ada pasangan capres yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena merasa dicurangi. Itu mereka lakukan untuk mencari keadilan. Tetapi keadilan terkadang tidak sesuai yang diharapkan. Keputusan hakim tidak berpihak kepadanya.
Kalau sudah begitu, hanya jiwa atau mental sportivitas yang dibutuhkan, bukan mental pecundang.
Dalam pemilihan DPR atau DPD banyak nama-nama beken atau terkenal yang justru tidak terpilih kembali ke Senayan. Mereka terpental dan kalah oleh pendatang-pendatang baru-baik dalam Pileg atau DPD. Misal, petahana yang gagal ke senayan: Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait atau Ara. Dan kedua orang ini bisa menerima kekalahan tanpa menuduh pihak lain sebagai penyebab kegagalannya. Sportif dan tidak bermental pecundang.
Tetapi dalam pemilihan DPD ada petahana yang gagal terpilih kembali, tapi menuduh pihak lain sebagai penyebab kegagalannya.Ia merasa dicurangi. Anehnya, ia seorang politisi senior melawan seorang wanita yang notabene pendatang baru.
Dan kasusnya memasuki babak baru, yaitu menggugat ke Mahkamah Konstitusi seperti yang dilakukan pasangan capres kemarin.
Siapakah anggota DPD petahana yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi itu?
Namanya: Farouk Muhammad. Ia anggota DPD dari dapil provinsi Nusa Tenggara Barat atau NTB.
Anggota DPD petahana Farouk Muhammad nomor urut 27 mengajukan gugutan ke Mahkamah Konstitusi dan pihak yang digugat yaitu Evi Apita Maya yang merupakan pendatang baru dengan nomor urut 26.
Dalam pemilihan DPD: Farouk Muhammad nomor 27 mendapat 188.687 suara dan Evi Apita Maya nomor 26 mendapat 283.932 suara. Akibatnya Farouk Muhammad gagal terpilih kembali menjadi DPD.
Farouk Muhammad menuduh Evi Apita Maya melakukan manipulasi atau pengeditan fotonya yang digunakan dalam kampanye. Menurutnya, pengeditan dilakukan di luar batas kewajaran. Seperti perubahan dagu, hidung, mata, warna kulit dan struktur badan. Wajahnya berubah menjadi bening dan cantik yang jauh dari wajah aslinya.
Dan dalam gugatan atau tuntutanya, Farouk Muhammad meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan kemenangan dan penetapan sementara Evi Apita Maya sebagai anggota DPD dari dapil provinsi NTB.
Dan akibat foto editan itu, menurut Farouk Muhammad masyarakat lebih memilih Evi Apita Maya dan merugikan dirinya. Apalagi menurut yang bersangkutan, Evi Apita Maya tidak melakukan sosialisasi yang maksimal turun ke masyarakat.Ini agak aneh dan unik. Kalah tidak terpilih sebagai DPD, tapi menyalahkan foto pesaingnya karena editan. Apalagi pesaingnya seorang wanita.
Hampir tidak mungkin masyarakat memilih atas dasar atau pertimbangan hanya karena fotonya cantik.
Bukankah pemilihan DPD secara langsung: ada foto dan nomor urutnya? Dan gambar foto dalam kertas suara ukurannya juga 3x4 atau 2x3. Untuk ukuran pas foto itu sangat kecil.
Sekalipun foto atau gambar kelihatan cantik dalam kampanye, kalau tidak sosialisasi kepada masyarakat dan mengenalkan dirinya dan nomor urutnya, sepertinya masyarakat juga tidak akan memilih.
Menurut Evi Apita Maya, ia sudah melakukan sosialisasi dirinya dan timnya sudah satu tahun sebelum masa kampanye. Artinya wajahnya sudah banyak dikenal oleh masyarakat.
Kecuali kalau pemilihannya DPD-nya lewat media sosial Facebook. Karena dengan kemera tertentu, wajah yang keriput terlihat mulus dan cantik. Seperti dalam pertemanan Facebook, asal ada yang cakep atau bening langsung di klik atau add. Padahal kalau bertemu tatap muka akan nampak beda banget, antara foto di Facebook dan saat tatap muka. Aya-aya wae bapak yang kalah itu.
Jangan suka menimpakan kemalangan atau kegagalan kepada pihak lain. Lebih baik koreksi diri, penyebab kegagalan tersebut.
Kalau menurut peribasa anak-anak gaul, "bersikaplah seperti negarawan, jangan seperti kartanegarawanan".
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews