Intlektualitas mahasiswa sebagai kaum terpelajar sangat diuji, karena yang akan mereka hadapi adalah politisi, yang merupakan kaum intlektual dan bagian dari penyelenggara Pemerintahan.
Aspirasi yang diperjuangkan BEM SI sudah dicurigai oleh BEM Universitas lainnya. Motif Perjuangannya pun dipertanyakan sejak menolak ajakan dialog Presiden Jokowi.
Sebelumnya BEM Unair menyayangkan penolakan BEM SI, dan mempertanyakan motif penolakan yang dilakukan Aliansi BEM SI, padahal dialog tersebut dianggap sebagai momentum yang tepat untuk mengemukakan berbagai tuntutan pada Pemerintah. Baca disini.
Yang terbaru, BEM FIB UI menolak untuk Ikut Demo di depan Gedung DPR-MPR Hari ini (30/9/2019), karena dikuatirkan diboncengi berbagai kepentingan lain selain dari kepentingan mahasiswa.
Begitu juga dengan BEM UIN Sultan Thaha Syaifudin (STS) Jambi, curiga dengan sikap Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), yang menolak undangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk bertemu di istana negara. Baca disini.
Kalau sebelumnya BEM SI memberikan alasan menolak dialog dengan Presiden Jokowi tersebut disebabkan, takut aspirasi BEM terpecah seperti yang terjadi pada tahun 2015, saat di Undang Presiden ke Istana.
Tapi pada kenyataannya, menolak dialog dengan Presiden pun BEM SI sudah terpecah. Itu artinya memang tidak adanya koordinasi Antar BEM SI, dengan BEM seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia.
Dewan Mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) juga mengeluarkan maklumat agar Sipitas akademika untuk tidak Ikut mendukung Demo Mahasiswa di Gedung DPR-MPR tanggal, 30 September 2019.
Berbeda lagi dengan Gerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jakarta yang menaungi 13 kampus mengajak seluruh mahasiswa membahas RKUHP yang rencana pengesahannya menimbulkan polemik. Jelas ini sebuah cara yang lebih terpelajar.
Gerakan tersebut Mewakili 13 kampus yakni BEM UIJ, BEM Az-Zahra, BEM STEBANK, BEMF Hukum UNAY, BEM UIC, BEM Tantular, BEM Unusia. Kemudian BEMF Borobudur, BEM UMB, BEMF Hukum UBK, BEM STMIK Jayakarta, dan BEM Perbanas Institute. Baca disini
Ini yang harus disadari oleh Perwakilan BEM SI yang menolak berdialog dengan Presiden, dan melakukan Demo Mahasiswa yang kemungkinan besar akan diramaikan oleh berbagai elemen masyarakat dan pelajar. Bahwa apa yang diperjuangkan tidak didukung oleh BEM seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia.
Saling curiga antar BEM sudah mempengaruhi soliditas aspirasi mahasiswa. Seharusnya, sebelum melakukan penolakan terlebih dahulu berkomunikasi dengan seluruh perwakilan BEM SI, sehingga apa yang diperjuangkan adalah aspirasi secara utuh dari BEM SI, bukan aspirasi perwakilan yang ada.
Mengatasnamakan BEM Seluruh Indonesia, haruslah mewakili aspirasi secara keseluruhan, sehingga tidak ada lagi yang tidak satu suara. Yang terjadi sekarang ini, apa yang dilakukan BEM SI ternyata bukanlah aspirasi BEM seluruh Indonesia.
Yang aneh lagi, BEM Unair sendiri mengakui jika diajak berdialog dengan Presiden, dengan senang hati akan menerima, tapi jelas hal itu tidak akan mungkin terjadi, karena BEM Unair tidak mungkin mewakili aspirasi BEM SI.
Kalau sudah begini, maka pihak-pihak diluar BEM SI beranggapan bahwa BEM SI tidak solid lagi. Bisa jadi kalau nantinya tetap akan ada Pertemuan dengan Presiden, pasti akan dipertanyakan soliditasnya.
Gerakan mahasiswa itu harus terencana dengan matang, agar aspirasi yang dikemukakan bisa dipertangungjawakan secara terukur. Tahu persoalan yang akan dituntut, dan bukan cuma sekedar tahu, tapi memahami substansi permasalahan secara benar.
Intlektualitas mahasiswa sebagai kaum terpelajar sangat diuji, karena yang akan mereka hadapi adalah politisi, yang merupakan kaum intlektual dan bagian dari penyelenggara Pemerintahan.
Jadi setiap apapun yang dikemukakan harus dengan argumentasi yang kuat, agar mampu menekan lawan dengan pemahaman yang maksimal, bukan cuma sekedar berani beragumentasi, tapi tanpa isi dan tidak faham substansi permasalahan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews