Aksi Yusril dan Demokrat-PKS yang Tak "All Out" Dukung Prabowo

Senin, 4 Maret 2019 | 06:26 WIB
0
739
Aksi Yusril dan Demokrat-PKS yang Tak "All Out" Dukung Prabowo
Prabowo, SBY, dan AHY (Foto: Berazam.com)

Prilaku sebagian Caleg aneh-aneh, terangan-terangan bahkan dengan jumawa bersebrangan dukungan dengan partainya soal Capres. Caleg Partai Golkar ngotot menyerang Jokowi dan menyanjung Prabowo. Sebaliknya Caleg PAN habis-habisan mendukung Jokowi. Sialnya partai politik tempat mereka bernaung tak memberi sanksi pada tindakan indispliner ini.

Penerapan metode Sainte Lague dalam Pemilu serentak ini menempatkan partai pada posisi strategis, tingkat popularitas partai memiliki kaitan erat dengan keterpilihan Calegnya. Sementara popularitas serta perolehan suara partai sedikit banyak terpapar efek ekor jas Capres yang dijagokannya.

Dalam situasi seperti ini, akan terlihat aneh bin ajaib jika Caleg berbeda dukungan dengan partainya soal Capres. Akan sulit menjelaskan misalnya Caleg Golkar tapi mendukung Prabowo, padahal secara teoritik efek ekor jas Prabowo bukan ke Golkar melainkan menjulur ke Gerindra. Atau sebaliknya, Caleg PAN yang mengkampanyekan Jokowi tidak akan memiliki efek elektoral positif ke PAN melainkan ke partai pengusung Jokowi.

Pada kasus Gerindra sebagai partai asal Capres, maka pencapresan Prabowo 'hanya' menguntungkan Gerindra secara elektoral, atau akan terjadi perbedaan coat-tail effect yang cukup signifikan antara Gerindra dengan partai pengusung lainnya mengingat sosok Probowo identik dengan Gerindra.

Alasan ini yang membuat Yusril berbalik mendukung Jokowi. Bagi Yusril, tetap mendukung Prabowo tanpa komitmen membantu PBB merupakan langkah bunuh diri yang dalam istilah Yusril hanya akan membuat PBB digergaji Gerindra di lapangan.

Argumentasi ini sekaligus bisa menjelaskan mengapa PKS dan Demokrat misalnya tidak all out memperjuangkan Prabowo, atau setidaknya menyertakan gambar Prabowo pada setiap baliho Caleg-nya.

Menariknya, Jokowi tidak identik dengan PDIP, bahkan sejak awal justru Nasdem yang menyatakan dukungan pertama kali pada Jokowi maju sebagai petahana. Halnya Ketua Umum Golkar yang warawiri dan ekstra aktif mengkomunikasikan Jokowi di depan publik sebagai Capres Golkar.

Menurut Yunarto Wijaya dalam sistem presidensial yang dianggap pemilu mayor itu adalah pemilu presiden. Akibatnya pemilih akan memprioritaskan memilih Capres terlebih dahulu, baru kemudian partai atau Caleg.

Dalam pemilu serentak, di bawah sadar pemilih cenderung memilih partai yang identik dengan Capres pilihannya.

Bagi Caleg yang berbeda dukungan Capres dengan partainya dalam perspektif ini, secara metaforik yang bersangkutan sedang menggergaji partainya dari dalam.

***