Di sebuah grup whatsapp, ada tautan dibagikan. Berita tentang pimpinan DPRD Jambi yang tersangkut korupsi karena kongkalingkong dengan Zumi Zola, Gubernur Jambi Non Aktif yang beberapa waktu lalu ditangkap KPK.
Bunga, sebut saja begitu namanya... Eh jangan Bunga. Mmm... Kumbang aja deh, Kumbang.
Kumbang, sebut saja begitu namanya, berdebar jantungnya melihat tautan itu. Penasaran namun cemas, ia buka link tersebut untuk melihat berita di dalamnya. Ada satu yang ingin diperiksa: adakah anggota legislatif dari PKS yang terjerat?
Alhamdulillah... Seperti yang sudah-sudah, ia tidak menemukan nama dari PKS. Lega bukan main. Ia tersenyum, dan melanjutkan menjadi silent reader di grup itu.
Apa yang dialami Kumbang dirasakan juga oleh banyak kader PKS lainnya. Tiap ada berita penangkapan tersangka korupsi oleh KPK, jantungnya berdegup kencang. Mereka khawatir kalau perkara baru itu menyeret nama tokoh partainya.
Kalau benar ada saudara separtai tersangkut korupsi, maka yang dirasakan pertama kali adalah kecewa bukan main. Partai ini memang dikenal dengan mesinnya yang gigih dan rela berkorban. Sunduquna juyubuna, kas kami berasal dari kantong kami sendiri. Kalau ada pejabat publik yang sudah diperjuangkan mati-matian, dengan biaya dan tenaga kader yang rela berkorban, namun membuat ulah yang mencoreng nama partai, maka sangat sangat sangat sangat mengecewakan sekali orang itu.
Yang dirasakan selanjutnya adalah bully-an dari pihak luar. Walau pun si kader tidak ada sangkut pautnya dengan pejabat yang terjerat kasus, dia tetap kena imbas pencibiran hingga caci maki. Sudah lah dikecewakan, diejek dan diintimidasi verbal pula.
Maklum, jangankan kader sendiri yang terkena kasus, bahkan bila ada tetangga kader PKS yang terbuka aibnya, partai dakwah itu bisa disalahkan. Partai tersebut memang rentan dibully.
Kumbang dan kader PKS lainnya mungkin iri dengan kader partai lain yang cuek bebek seperti tidak terjadi apa-apa bila ada tokoh partainya yang terjerat kasus. Bila tak menyangkut PKS, rasanya kasus korupsi tak kan sebegitu heboh dan bombastis diberitakan. Walau jumlahnya banyak, kader partai lain tak merasakan hujatan se-bertubi-tubi yang sebanding dengan satu kasus korupsi oleh kader partai berlambang bulan sabit tersebut.
Selain itu, kader partai lain relatif tak punya rasa kepemilikan sebesar kader PKS. Karena akar rumput di partai lain tak perlu mengeluarkan uang untuk membesarkan partai. Cukup tokoh yang bermodal besar yang dipasang sebagai caleg atau calon kepala daerah yang mengeluarkan dana. Makanya, bila ada yang terjerat korupsi, itu urusan yang bersangkutan. Tak perlu kecewa karena toh tak rugi apa pun.
Konsistensi menjaga diri dari korupsi juga menjadi "jualan" PKS kepada konstituennya. Sehingga satu kasus saja cukup membuat partai itu terpukul. Maklum, PKS tak punya tokoh penggaet suara. Beda dengan partai lain yang diisi nama besar. Walau pun badai korupsi menerpa, menempati peringkat papan atas penghasil koruptor, tak kan mengurangi loyalitas konstituen kepada sosok di partai tersebut.
Kumbang telah terbiasa sport jantung. Meski sedang tidak naik Lion Air, melihat berita tangkap tangan KPK, ia cemas. Bila ada pejabat publik dari PKS yang akan diperiksa, ia risau.
Lamat-lamat ia merapalkan doa - yang juga diucapkan oleh kader PKS lain meski dengan redaksi berbeda, "Ya Allah, jagalah para pejabat publik dari partaiku dari bersikap tidak amanah. Kuatkan iman mereka. Dan bangkitkan kejayaan negara dan umat Islam melalui tangan mereka. Amin."
***
Zico Alviandri
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews