Playing Victim, Strategi SBY Menyerang Moeldoko dan Jokowi

Turun gunung-nya SBY justru mendekatkan Partai Demokrat pada Kongres Luar Biasa (KLB). Terungkap jelas KLB yang mendudukkan AHY dianggap tidak sah oleh para kader Demokrat.

Selasa, 2 Maret 2021 | 11:49 WIB
0
167
Playing Victim, Strategi SBY Menyerang Moeldoko dan Jokowi
Jokowi di proyek mangkrak Hambalang (Foto: Kompas.com)

SBY adalah master politik. Bukan hanya soal merebut Partai Demokrat tanpa tetesan keringat. Publik ingat pengerukan duit untuk kerajaan Cikeas melalui M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, dkk. Mereka korban politik culas SBY, menguasai Demokrat untuk kepentingan pribadi.

Korban SBY pertama kali Ibu Megawati. Dengan penuh intrik kekejaman, Ibu Megawati dikibuli SBY. Kisah seputar Pilpres 2004 menjadi awal sukses politik tipu-tipu ala SBY. Yusril Ihza Mahendra saat ditanya Ibu Mega menjawab singkat: ya maju. Ketika pertanyaan disampaikan ke SBY, dengan muka ditekuk dan bibir terkatup, dia menggeleng kepala sambil bergumam; tidak mencalonkan diri.

Yang terjadi SBY memanfaatkan Partai Demokrat sebagai raison d’etre untuk maju ke Pilpres 2004. Tentu Ibu Mega geram. Padahal Megawati hanya menginginkan soal kejujuran. Nyatanya pernyataan Yusril yang akan nyapres tidak menjadi masalah bagi Presiden Megawati.

Geramnya Ibu Mega diikuti oleh pengunduran diri Yudhoyono. Lalu diikuti oleh narasi Demokrat dan SBY seolah terjadi pedzoliman oleh Megawati. Bangunan narasi makin membesar. Playing victim sebagai strategi mengeruk suara rakyat. Terjungkallah Megawati.

Strategi playing victim menjadi trade mark seluruh sepak terjang SBY dalam berpolitik dan menjalankan pemerintahan. Dia hanya akan menyatakan prihatin, ikut merasakan, untuk seluruh kejadian dan malapetaka di Indonesia. Dia tidak berbuat.

SBY menempatkan dirinya sebagai korban apapun. Akibatnya puluhan proyek mangkrak termasuk Candi Hambalang.

Masa awal 2014-2015 SBY hendak menutupi pemerintahannya yang bobrok dengan safari politik untuk mendelegitimasi Presiden Jokowi. Safari politik itu dijawab oleh Jokowi dengan berfoto di proyek Candi Hambalang yang terbengkalai. Skakmat.

Bobroknya pemerintahan SBY tak bisa ditutupi, sampai saat ini. Termasuk Petral, perampokan mafia migas yang dipelihara SBY. SBY juga membesarkan FPI dan HTI. Seiring dengan nama SBY yang rusak, sejak Demokrat dikuasai Dinasti Cikeas, pencapaian Demokrat terus turun.

Baca Juga: Kudeta Demokrat: Ini Bukan Permainan SBY!

Survei Litbang Kompas Agustus 2020 elektabilitas Demokrat hanya 3,6%. Elektabiltas jeblok ini pun diangkat dengan isu playing victim dengan menyerang Jokowi dan Moeldoko. Hasilnya? Elektabilitas Demokrat naik menjadi 4,6% pada awal 2021.

Bahkan ketika masih jadi presiden, bahkan SBY mengeluhkan soal gajinya, sekali lagi gajinya, tidak naik selama beberapa tahun sebagai Presiden RI. Keluhan keprihatinan itu diucapkannya di depan prajurit TNI. Yang kala itu uang lauk pauk prajurit TNI hanya cukup untuk membeli coklat buat cucu SBY.

Tak pada Presiden RI membandingkan gajinya dengan prajurit TNI yang berdarah-darah membela NKRI. Sementara SBY belum pernah tugas di medan laga. Dia hanya jadi administrator pasukan Garuda di belakang layar di Lebanon. Takut di garis depan.

Pemerintahan auto-pilot SBY dan Cikeas juga berlumuran darah. Antasari Azhar dibui akibat membui Aulia Pohan dengan highest political assassination terhadap Nasrudin. Darah, air mata, keringat, penderitaan, menghiasi para pentolan Demokrat. SBY hanya mengeruk hasil politik.

Orang Demokrat yang tak sejalan dengan kepentingan pribadi SBY satu-per-satu disingkirkan. Karena SBY memiliki satu tujuan, penyelamatan Ibas. Yulianis menyebut Edhy Baskoro menerima US $ 200.000 dari Nazaruddin.

SBY tahu bahwa hanya dengan menguasai Demokrat, maka Ibas akan selamat. SBY telah dibaca rakyat sebagai jagoan playing victim. Tidak laku. Terbukti ketika dia memaksa the most prospcteive and rising star major in Indonesian military AHY mundur dari militer. Maju di Pilkada dengan bekal membenci Ahok, AHY pun rontok di Pilgub DKI Jakarta.

AHY menyesal mundur dari militer. Sebagai hiburan AHY diberi jabatan odong-odong Komandan Kogasma. Ini sangat menyesakkan bagi AHY. Dia dikorbankan demi Ibas.

Kini, upaya playing victim SBY dengan mengorbankan Moeldoko dan Jokowi. Moeldoko pun nyante minum kopi dan tidak mengeluarkan pernyataan apapun. Seperti Jokowi yang hanya memajang foto Candi Hambalang. Upaya membusukkan Moeldoko pasti gagal.

SBY makin beringas. Tujuh politikus Demokrat dipecat. AHY hanya berdiri di dalam tempurung kepala dan otak SBY. AHY tidak bisa berbuat apa-apa, ngumpet di ketiak SBY seperti biasa.

Turun gunung-nya SBY justru mendekatkan Partai Demokrat pada Kongres Luar Biasa (KLB). Terungkap jelas KLB yang mendudukkan AHY dianggap tidak sah oleh para kader Demokrat.

Meski menyerang Moeldoko dan Jokowi, Demokrat, SBY, AHY, Ibas pun tak akan selamat secara politik dan hukum. Apalagi Marzuki Alie sudah siap membongkar borok SBY. Tinggal menunggu waktu hilangnya Cikeas dari peta politik Indonesia.

Ninoy Karundeng

***