Sejumlah eks pemimpin FPI diduga terlibat kasus terorisme. Masyarakat mendukung Densus 88 dan segenap anggota polri untuk mengungkap kasus ini. Tujuannya agar tersangka tertangkap, dan terorisme benar-benar hilang dari Indonesia.
Indonesia adalah negara yang masih rawan diganggu oleh kelompok teroris. Mereka berpikiran jahat dengan menganggap orang asing adalah musuh dan umat berkeyakinan lain boleh disakiti.
Selain itu, mereka juga ngotot membentuk negara khilafiyah. Padahal kita hidup di negeri yang pluralis, sehingga radikalisme dan terorisme tidak bisa diterapkan.
Salah satu ormas yang sering menggembar-gemborkan negara khilafiyah adalah FPI. Selain itu, mereka terbukti punya anggota yang terafiliasi dengan teroris. Pengusutan kembali dilakukan dengan teliti, jangan-jangan pemimpinnya juga menjad gembong teroris.
Sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena terorisme tidak bisa diterima di Indonesia.
Eks pengurus FPI yang diduga jadi teroris adalah Munarman. Fikri Oktaviadi, tersangka terorisme yang dicokok oleh Densus 88 antiteror di Makassar, mengaku bahwa saat dibaiat oleh ISIS, ada Munarman yang juga menghadiri acara tersebut.
Selain Munarman, juga ada simpatisan FPI lain yang datang pada pembaiatan, tahun 2015.
Husin Alwi, Ketua Cyber Indonesia, menyatakan bahwa Munarman yang dulu menjabat sebagai Sekretaris FPI, menyembunyikan informasi mengenai aktivitas teroris.
Ia bisa terkena pasal 13 huruf C Undang-Undang Terorisme. Ia bisa dinyatakan sebagai tersangka, karena mendukung terorisme dan tidak melapor pada aparat karena menghadiri acara yang terlarang.
Seorang tersangka kasus terorisme tak hanya ditangkap karena membuat bom atau merancang penyerangan. Namun ketika ia menyembunyikan teroris dan merahasiakn informasi tentang ISIS, seperti Munarman, bisa dicokok oleh Densus 88. Karena sama-sama bersalah dalam mendukung aksi terorisme.
Selain Munarman, maka anggota FPI lain yang terlibat terorisme adalah Abu Fahry. Ia berasal dari FPI Lamongan dan juga dibaiat oleh ISIS, sama seperti Fikri Oktavady. Juga ada puluhan anggota lain yang tertangkap oleh Densus 88, karena kasus terorisme di berbagai wilayah di Indonesia.
Masyarakat mendukung pengusutan kasus terorisme Munarman dan petinggi FPI lain, karena mereka sudah muak dengan tingkahnya yang berlebihan. Munarman selalu menyalahkan pemerintah dan protes dengan berbagai aturan yang ada.
Ketika ia terbukti menghadiri pembaiatan terorisme, maka bisa diduga apakah ikut jadi otak terorisme di Indonesia?
Apalagi publik mengaitkannya dengan video Rizieq Shihab yang terang-terangan mendukung ISIS. Video pendek itu tersebar luas di media sosial, dan menjadi 1 petunjuk lagi bahwa FPI berafiliasi dengan ISIS. Apalagi mereka sama-sama ingin membuat negara khilafiyah, sehingga dikategorikan sebagai kelompok separatis dan teroris.
Terorisme wajib diberantas karena mereka selalu menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Bayangkan kedahsyatan bom bali pada tahun 2002 lalu. Korban jiwa yang ada dalam peristiwa tragis itu tak hanya dari pengunjung, tapi dari para WNI yang bekerja di sana. Para teroris tidak berpikir sejauh itu dan berdosa besar karena membunuh banyak orang.
Oleh karena itu teroris harus dihukum dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tujuannya agar tercipta kedamaian di Indonesia.
Jangan sampai negeri ini rusak karena ulah anggota kelompok radikal dan teroris, yang mengancam dengan bom dan berbagai serangan lain. Sehingga Indonesia jadi darurat teroris.
Masyarakat mendukung penuh pengusutan kasus para mantan pengurus FPI yang diduga jadi anggota teroris.
Karena mereka menghadiri acara pembaiatan ISIS dan tidak merasa bersalah sama sekali. Padahal ISIS adalah organisasi terlarang, dan bagaimana bisa anggota mereka masuk ke Indonesia? Ketika FPI bubar maka pengurusnya harus diperiksa, karena terlibat kasus terorisme.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews