Masihkah Jokowi mengingat masa-masa pendek itu? Kalau pun Jokowi mulai lupa. Setidaknya para aktivisnya telah mencatatkannya dengan sangat indah dalam sebuah memorabilia.
Bagian paling indah dari kemenangan Pilpres 2014 yang diikuti Jokowi adalah masa kampanye-kampanyenya. Sebagai dokumentator, tentu saya dengan senang hati mencatat dan menyimpan pernak-pernek kreatif dan asyik di dalamnya.
Saya tak yakin, apakah momen itu bisa berulang lagi, di masa datang. Jangankan di pasangan capres lain, di era Pilpres 2019 pun tampaknya "greget, aura, dan chemistry" yang sama tak bisa terulang lagi. Musuhe kae loh, ngono kon pengen menang...
Untunglah, semua momen kreatif tersebut berhasil dihistoriakan dengan baik. Dengan bahasa hari ini, dengan format buku full-colour yang membuatnya tampak nyeni dan elegant. Dalam tempo euforia tak lama juga setelah momen kemenangan itu dicapai. Sebuah buku yang untuk pertama kalinya mencatat kampanye yang paling monumental dalam sejarah politik Indonesia.
Apa yang dalam buku tersebut, menyebut Pilpres 2014 sebagai laboratorium raksasa dalam bidang ilmu komunikasi. Sesuatu belum pernah terjadi ketika terjadi tatkala partisipasi aktif publik yang begitu besar dalam meramu pesan kampanye politik. Ya politik yang selama ini diemohi, dianggap kotor!
Tapi di tangan anak-anak muda kreatif ini, politik bisa sedemikian santai, renyah, akrab, padat, berisi, pokoknya segala hal yang jauh dari berbagai hal-hal negatif. Sementara di seberang sana tahu sendirilah.....
Karena itu, saya selalu bicara keunggulan Jokowi adalah kemenangan dunia kreatif. Makanya saya dengan tanpa ragu, bilang bila dalam Pilpres 2019, Pasangan Prabowo-Sandi mula-mula jika mau menang cobalah dimulai dengan membajak pasangan maut Hari Prast-Yoga Adhitrisna.
Bagi saya keduanya pintu masuk, jika ingin mengalahkan Jokowi. Keduanya sedemikian dahsyat dalam mempersonifikasi sosok Jokowi dengan meminjam legenda Tintin untuk menunjukkan aksi blusukannya.
Coba saja mereka bisa membajak keduanya! Ngayal den....
Dalam buku "Kampanye 2.0: Voter Generated Content", ternyata tak hanya keduanya tapi sedemikian banyak pelaku kreatif lain yang di luar "melengkapi juga menyempurnakan" kerja keduanya. Sehingga terdedah banyak tema lain di luar "Kisah Blusukan Jokowi". Terdapat Program "Efek Jokowi"-nya Desy Bachir yang secara secara visual yang nggrafis. Mencoba mendekatkan ibu-ibu rumah tangga, mahasiswa, karyawan, pengusaha dsb-nya. Apa yang akan Jokowi lakukan untuk mereka. Dengan bahasa yang simpel, namun padat dan memikat!
Juga program "60 Detik Yang Masih Bingung", model kampanye digital singkat yang menampilkan para figur publik yang eye cathcing. Sehingga orang yang tidak memilih Jokowi tampak agak bodoh dan gak keren tu. Di luar itu masih ada Jokomik yang menampilakn serial aktivitas jokowi; Gerakcepat.co atau Garuda Merah Bukan Kita yang jelas menunjukkan siapa rival kita.
Dan tentu apa kelemahannya. Dan yang sangat populer adalah berbagai gimmick kampanye dalam bentuk profile picture sejenis "I Stand on The Right Side" atau tagar #seneng2ajah yang sangat nyantai itu.
Buku ini tak lupa menampilan berbagai pameran karya media grafis seperti "Kolak Kotak" yang membuka kemungkinan setiap kepala kreatif menampilkan karya dukungan untuk pasangan Jokowi-JK. Dan yang paling spektakuler, tentu saja "Konser Salam 2 Jari" di Stadiun GBK yang penuh-nuh. Sebuah kerja urunan gotong royong, yang melibatkan tidak hanya ratusan bahkan ribuan pekerja kreatif yang menamakan dirinya Relawan Jokowi.
Hingga tak berlebihan, bila banyak yang mendaku bahwa tak ada satu pun Pilpres di dunia yang dimenangkan oleh sebuah konser musik. Wah wah....
Adakah cela dari buku ini?
Harusnya sih tidak ada! Tapi bagi saya ada. Dalam buku ini, ada scene yang mengekspos Anis Baswedan (AB). Figur yang kemudian justru jadi "slilit" dalam dua periode pemerintah Jokowi, baik saat dia jadi Menteri maupun Gubernur yang bermasalah itu.
Baca Juga: Hari Terakhir Kampanye dan Kemenangan yang Sudah di Pelupuk Mata
Tapi siapa duga, siapa yang bisa meramalkan pada saat euforia itu terjadi. Siapa coba? Saya! Hehehe... Saya tak pernah percaya dia, bukan saja karena saya sedikit mengenalnya, tapi mungkin karena sama-sama dari Jogja. Saya bisa jauh hari mencium gelagat tidak baiknya....
Ah, tapi sudahlah. Sekali lagi saya senang, bisa kembali ikut mengenang. Sebuah tim yang mestinya, harusnya, seyogya-nya masih ada di tempat yang sama. Walau tentu tidak semua bisa pada "ngeng, spirit jernih, elan vital" yang sama. Apa boleh buat. Saat ini, Jokowi sudah menjadi manusia setengah dewa. Siapa pun yang melempar telur busuk pada dirinya, justru berbalik dirinya sendiri yang berbau busuk...
Masihkah Jokowi mengingat masa-masa pendek itu? Kalau pun Jokowi mulai lupa. Setidaknya para aktivisnya telah mencatatkannya dengan sangat indah dalam sebuah memorabilia....
NB: Pagi ini, sepulang dari Jakarta. Saat hang-out, di pojokan gelap Malioboro Mall, saya menemukan buku ini dalam seonggok tumpukan. Silahkan yang berminat dan ingin memiliki jangan sungkan "nginboks". Saya bagi dan kirim gratis. But just for 10 first, yen luwih mecicil aku...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews