Rasanya koq tidak mungkin! Berarti kita sama-sama kena hoax RUU sebanyak 900 halaman itu. Apalagi, ternyata meski telah diketok, setelahnya masih ada perbaikan isinya.
Pemerintah mulai menebar tudingan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, pemerintah mengetahui dalang yang menggerakkan demonstrasi memprotes Undang-Undang (UU) Cipta Kerja alias Omnibus Law.
Melansir Viva.co.id, Kamis (8 Oktober 2020 | 10:10 WIB), hingga hari ini demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah saat ini terhadap UU Omnibus Law sapu jagat tersebut dilakukan mulai dari kalangan siswa, mahasiswa hingga buruh.
“Sebetulnya pemerintah tahu siapa behind [di balik] demo itu. Jadi, kita tahu siapa yang telah menggerakkan. Kita tahu siapa sponsornya itu, kita tahu siapa yang membiayainya,” ungkap Airlangga secara virtual, Kamis, 8 Oktober 2020.
Airlangga menekankan, pemerintah tidak akan berhenti memperjuangkan keberadaan UU tersebut karena berbagai alasan mendesak. Dia dengan tegas mengatakan tidak akan diam hanya untuk mendengar demonstrasi.
“Jadi pemerintah tidak bisa berdiam hanya untuk mendengarkan mereka yang menggerakan demo dan jumlah federasi yang mendukung UU Ciptaker ada empat federasi buruh besar,” tegas mantan Menteri Perindustrian itu.
Airlangga beralasan, itu disebabkan tujuh fraksi di DPR RI yang telah setuju mengesahkan UU Cipta Kerja, sudah merepresentasikan rakyat Indonesia. Sebab, mereka adalah wakil rakyat.
Di sisi lain, 30 juta masyarakat Indonesia saat ini sangat membutuhkan lapangan pekerjaan. Terlebih kondisi Pandemi COVID-19 telah membuat lapangan kerja semakin sempit karena aktivitas ekonomi berhenti.
“Jadi, ini terekam by name by address ada di kantornya kartu pra kerja dan dari 30 juta lebih itu yang sudah memenuhi persyaratan untuk memasuki pelatihan 5,6 juta sehingga 5,6 juta ini membutuhkan lapangan kerja baru,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah elemen masyarakat dan buruh menggelar aksi penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR RI di sejumlah lokasi di Jakarta dan berbagai kota di Indonesia, sejak Senin lalu.
Presiden Joko Widodo berkata, “Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh informasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial,” ucap Jokowi.
“Itu betul, ada banyak sekali hoax yang disebar soal UU baru ini. Entah siapa yang nyebar, apa kepentingannya, mereka tidak pakai cross check, langsung kirim saja. Kesal lihatnya,” komentar Tere Liye, penulis novel “Negeri Para Bedebah”.
“Tapi kalau bilang ribuan pendemo ini semuanya demo gara-gara kemakan hoax, itu sih lebay. Kesal juga lihat yang ringan banget nuduh begini. Itu juga betul, ada banyak yang tidak baca UU ini secara lengkap, tapi sudah komen dan demo duluan,” tulisnya.
“Tapi ayo cek berita, bahkan sekelas Menteri, Ketua Komisi DPR, mereka bingung sendiri dengan pasal klaster pendidikan yang ternyata masih ada. UU ini tebalnya 900 halaman lebih (dengan penjelasan pasal), cepat sekali prosesnya, jadi, disahkan,” sindirnya.
Menurutnya, menulis novel picisan 500 halaman saja butuh waktu 6-12 bulan. Ini UU, yang serius sekali, menyangkut begitu banyak aspek, bisa wussh. “Entah siapa yang benar-benar telah membaca seluruh halamannya. Kamu?” tegasnya.
Fadli Zon (IG: Fadlizon). “Sampai hari ini sy sbg anggota @DPR_RI belum terima naskah RII #OmnibusLaw yg disahkan 5 Oktober 2020. Sy tanya, masih diteliti dirapikan. Jd mmg UU ini bermasalah tak hanya substansitp jg prosedur.” (17:15 - 09 Okt 20).
Usulan Presiden
Melansir Kompas.com, Selasa (06/10/2020, 13:23 WIB), RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan merupakan bagian dari RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR ini terbilang kilat dibandingkan dengan pembahasan RUU lain. Bahkan, awalnya RUU Cipta Kerja bisa selesai sebelum 17 Agustus meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Bandingkan dengan RUU lain yang belum juga diselesaikan oleh DPR: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT). Padahal jika dilihat dari jumlah Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM, pasal-pasal di RUU Cipta Kerja yang dibahas jumlahnya jauh lebih banyak.
Dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia. Sidang-sidang pembahasannya dilakukan siang malam bahkan hingga larut malam, meski dibahas di tengah masa reses dan pandemi.
Pemerintah dan Baleg DPR memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Jokowi pada 24 April lalu. Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.
Gerak cepat pemerintah jauh sebelum disahkan, pemerintah bergerak cepat meloloskan RUU Cipta Kerja. Pada Februari 2020, pemerintah mengklaim telah melakukan roadshow omnibus law RUU Cipta Kerja di 18 kota di Indonesia untuk menyerap aspirasi masyarakat.
“Untuk menyerap aspirasi dari teman-teman maka seluruh stakeholder ekonomi dilibatkan, justru Bapak Presiden memerintahkan untuk menyerap aspirasi semuanya,” kata Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono kala itu.
Adapun daerah-daerah tempat digelarnya roadshow adalah daerah-daerah yang memiliki stakeholder paling banyak, selain itu jumlah perusahaan dan jumlah pekerjanya juga banyak. Dari sisi investasi, juga menjadi pertimbangan digelarnya roadshow di daerah tersebut.
Justru selama penyusunan draft adalah periode paling alot ketimbang pembahasan di DPR. Karena selama penyusunan draft, pihak serikat buruh yang menjadi salah satu stakeholder beberapa kali melayangkan keberatan.
Sampai 64 rapat RUU ini baru mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13. Selama di parlemen, proses pembahasannya relatif berjalan mulus. Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, anggota dewan sampai rela rapat maraton.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas pun mengatakan, pada bab-bab terakhir pembahasan RUU tersebut bahkan dilakukan di akhir pekan. Secara keseluruhan, Baleg DPR RI dan pemerintah telah melakukan 64 kali rapat.
“Rapat 64 kali, 65 kali panja dan 6 kali timus timsin, mulai Senin-Minggu, dari pagi sampai malam dini hari, bahkan reses melakukan rapat di dalam atau di luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR,” katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020).
Secara keseluruhan RUU yang disusun dengan metode omnibus law itu terdiri dari 15 bab dan 174 pasal dari yang sebelumnya 15 bab dengan 185 pasal. Secara keseluruhan, ada 1.203 pasal dari 73 UU terkait dan terbagi atas 7,197 DIM yang terdampak RUU tersebut.
RUU ini resmi menjadi UU setelah disahkan DPR pada Senin (5/10/2020). Isi RUU Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah. Dua fraksi menyatakan menolak RUU menjadi UU Cipta Kerja ini yaitu PKS dan Partai Demokrat.
Tujuh fraksi partai pendukung RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU: PDI-P, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.
Apakah semua anggota DPR ini juga sudah baca RUU (Draf RUU) Cipta Kerja itu sebelum diketok dalam Rapat Paripurna DPR tersebut? Apakah Menteri Airlangga Hartarto dan juga Presiden Jokowi telah membacanya?
Rasanya koq tidak mungkin! Berarti kita sama-sama kena hoax RUU sebanyak 900 halaman itu. Apalagi, ternyata meski telah diketok, setelahnya masih ada perbaikan isinya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews