Mengkomersialkan TIM Lewat Revitalisasi?

Merevitalisasi fasilitas Kesenian adalah kewajiban Pemprov DKI Jakarta, tanpa ada tendensi komersialisasi.

Rabu, 27 November 2019 | 08:39 WIB
0
439
Mengkomersialkan TIM Lewat Revitalisasi?
Anies Baswedan (Foto: CNN Indonesia)

Problem Taman Ismail Marzuki atau TIM sejak dulu adalah Dana operasional untuk pengelolaan, dan itu sudah berbagai cara dilakukan untuk mengatasinya. Terakhir disubsidi oleh Pemprov DKI Jakarta, kenapa.?

Karena memang dana untuk mengoperasikan berbagai kebutuhan maintenance dan overhead TIM sendiri sangat besar. Sementara penghasilan TIM dari penyewaan gedung untuk penyelenggaraan kesenian tidak mencukupi.

Itulah yang membuat Ali Sadikin agak kaget melihat defisit keuangan pengelolaan TIM, karena bayangan beliau pada awalnya dana operasional TIM bisa ditanggulangi dari hasil pemanfaatan gedung untuk kegiatan Kesenian dan kebudayaan.

Alhasil, setelah mendapat masukan dari seniman, bahwa di Amerika sendiri pusat Kesenian itu disubsidi oleh Pemerintah. Akhirnya sejak saat itu PKJ TIM disubsidi oleh Pemprov DKI Jakarta setiap bulannya.

Dimasa pemerintahan Jokowi-Ahok, TIM mendapatkan dana Hibah setiap bulannya. Sehingga dengan dana Hibah ini penyelenggaraan kesenian di TIM sangat meringankan, prosedur administrasinya juga dimudahkan.

Namun semasa pemerintahan Ahok, dana Hibah kembali di cabut karena dianggap efeknya tidak baik bagi TIM, juga bagi Pemprov DKI Jakarta. Pengelolaan TIM diambil alih oleh Pemprov DKI Jakarta, dan dana kebutuhan TIM disubsidi Pemprov DKI Jakarta.

Dibawah pemerintahan Anies Baswedan, ada upaya untuk merevitalisasi TIM, dan kemungkinan besar sebagai upaya untuk menanggulangi dana operasional TIM, lewat Revitalisasi dengan menambah berbagai fasilitas didalamnya seperti pusat Kuliner dan Wisma (bukan hotel).

Penjelasan tentang Wisma ini masih terkesan ditutup-tutupi, antara mau mengatakan Hotel Bintang Empat sama Wisma Bintang Empat. Semua dipermanis dengan kata-kata yang menghipnotis. 

Seperti yang dijelaskan pihak Jakpro.
Jakpro mengatakan nantinya penginapan Wisma TIM berbintang empat itu akan membantu seniman untuk mengumpulkan biaya perawatan pusat kesenian Jakarta itu.

"Nantinya (hotel) hasilnya itu jadi optimalisasi, bukan komersialisasi. Itu akan dikembalikan kepada TIM juga. Siapa pun yang mengurus, bahkan kalau Jakpro tidak jadi pengelola, ya tidak masalah juga," kata Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Marwoto. Baca disini

Disisi lain, hal seperti itu hanya akan membuka peluang bagi investor untuk menguasai lahan PKJ TIM. Inilah yang tidak boleh terjadi. Jalan yang terbaik hanya disubsidi Pemprov DKI Jakarta, Karena memang sudah semestinya.

Tidak perlu membuka peluang bagi pihak luar untuk mencampuri asset Pemprov DKI Jakarta, karena akibatnya akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Pemerintah DKI saat ini tidaklah Akan berkuasa puluhan tahun, sementara kebijakannya akan menyisakan masalah bagi Pemerintahan berikutnya.

Revitalisasi TIM sangat diperlukan, tapi tanpa embel-embel lain, dan tidak perlu mencampuradukkan urusana Kesenian dan kebudayaan dengan usaha komersil didalamnya. Berpikir bukan cuma untuk Hari ini, tapi untuk kebelangsungan Kesenian dan kebudayaan dimasa depan.

Pemprov DKI Jakarta tidak perlu mencari peluang untuk mengisi pundi-pundi dari penyelenggaraan kesenian dan kebudayaan, karena produk seni dan Budaya bukanlah produk industri yang harus dipacu produktuvitasnya.

Merevitalisasi fasilitas Kesenian adalah kewajiban Pemprov DKI Jakarta, tanpa ada tendensi komersialisasi. Cukup revitalisasi sesuai dengan kebutuhan dan pemanfaatannya, tanpa ada muatan lain selain daripada itu.

***