Kekisruhan yang berkelanjutan ini seolah ada pembiaran, Papua yang disulut dari Surabaya sekarang terus membara dari kota ke kota.
Kita seharusnya tidak kaget hasil temuan polisi atas pembuatan bom molotov berserta oknum dosen IPB dan krunya. Kejadian ini adalah kelanjutan apa yang terjadi sebelumnya, dan skenario serta kerjaan siapa, dana dari mana, siapa mereka kita sudah bisa meraba.
Yang mengherankan mereka ulur tariknya begitu kuat, dan bangsa ini beserta aparat dipaksa mengalah oleh posisi tawar mereka, entah tekanan apa yang mereka lakukan sampai seolah bangsa ini tak berdaya.
Kerusuhan 21-22 Mei hanya remahnya yang di jamah, yang besarnya dikeluarkan, termasuk Permadi, Lieus, sekarang sudah menari di luar, bahkan Permadi sekarang menantang ulang mau menggagalkan pelantikan presiden, sudah tiga hari ini dia berkoar tapi tetap dibiarkan.
Kekisruhan yang berkelanjutan ini seolah ada pembiaran, Papua yang disulut dari Surabaya sekarang terus membara dari kota ke kota. Mahasiswa sudah dipakai untuk alat bertikai, UU KPK, RKUHP hanya triger saja, agenda besarnya tetap merayap kemana-mana. Lihat saja rencana dosen IPB yang akan membakar Jakarta. Manusia bangsat ini didukung oleh komunitas yang terorganisir, lihat kampusnya, rektornya, diam 1.000 bahasa, jangan-jangan memang sudah terpapar semua sebagai anti Pancasila.
Negara ini sudah dalam bahaya yang nyata. Mungkin masalah Jokowi cuma jalan yang hanya mereka lewati, tujuan akhirnya tetap membelah bangsa ini melalui jalur agama yang sudah tak ada lagi nilainya, teriak bertuhan, kelakuan setan, shalat saja di tengah jalan, masjid dijadikan losmen peristirahatan.
Baca Juga: Rancang Teror Abdul Basith, Bukti Mana Lagi yang Kaudustakan?
Pemegang amunisi besarnya adalah bandar besar yang masih punya akar dan mengakar bak semak belukar. Lihat isu yang beredar dana Cendana begitu besarnya, jangankan cuma mendanai demo keroco emak-emak penggemar sempak, menginvasi negara inipun mereka bisa, dan yang setuju dengan itu banyak sekali.
Dari hasil pilpres sudah dapat dihitung di antara 100 orang, ada 45 orang yang tidak ingin Indonesia dimajukan dengan perubahan, mereka memilih bersama orang tak beragama, dan percaya ditausiahi orang lain agama, seyogianya binatang saja tau membedakan mana kebajikan, mana kebejatan.
Soal kelangsungan dan pelantikan Jokowi, pasti dilalui, hanya setelah itu kita mau ngapain dan kita mau diapakan karena pemegang amunisi terus berambisi menguasai negeri ini.
Apakah pilihan kita model Italia, yang hidup berdampingan dengan mafia, bahkan jabatan Perdana Menteri pernah mereka kuasai, Polisi diisi oleh perwakilan mereka sebagai mata-mata mafia. Dan banyak model negara yang mafianya dibiarkan negara karena memang negara akhirnya tak berdaya. Mungkin Indonesia bakal kesana. Kebanggaan negara dengan umat islam terbesar didunia hanya tinggal nama tanpa kualitas yang nyata.
Tak usah kita mimpi bisa terkendali, membuat undang-undang saja kita setengah hati. Coba lihat UU korupsi, tak pernah ada usulan tembak mati, atau pembuktian terbalik. Jadi DPR itu percuma digaji karena di sana juga sarang pencuri. Kalau tidak kenapa mereka takut membuat hukuman mati, ya karena mereka takut dengan diri sendiri.
Baca Juga: Seorang Dosen IPB Mau Membuat Kerusuhan
Kita berharap hanya kepada Jokowi, sayang akhirnya kita sadar dia kerja sendiri. Kita hanya relawan yang bergerak di luar sistim, sampai pecah tenggorokan kita berteriak suara kita dianggap riak. Ada Projo, Jokower, Jokodok, Cebong Militan, Cebong Setengah Badan, bergerombol jutaan.
Tapi HTI yang sudah dibubarkan tetap saja mereka eksis dan mengibarkan bendera sepanjang jalan, ya karena mereka dibiarkan. Terus relawan mau apa, jadi pahlawan kesiangan, mau berhadap²an pakai cara yang sopan, hehehe, kita kesiangan beneran.
Ah, sudahlah... Karena di antara kita masih banyak yang berkepentingan. Cebong bisa ngampret, dan sebaliknya. Saya hanya berdoa Jokowi sehat sampai akhir menjabat.
Entah sampai kapan kita hidup berdampingan dengan bangsat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews