Pilpres kali ini bukan hanya sekedar formalitas rutin lima tahunan untuk memilih presiden, tapi lebih krusial dari itu, ia menentukan masa depan bangsa ini.
Saya sebetulnya prihatin terhadap sebagian teman-teman yang menulis komen, tapi tampaknya belum membaca artikel saya secara tuntas. Ada juga yang menulis tuduhan berbagai macam, tapi sayang tidak didukung oleh bukti-bukti. Ada juga yang berkomen hanya pakai perasaan dan keyakinan, “pokoknya saya yakin dia benar, dia menang, sementara satunya dia salah, dia zhalim”, tapi tanpa didukung data yang memadai.
Memang sulit kalau ingin berdiskusi secara logis dan rasional tapi yang dijadikan dasar argumen adalah perasaan dan keyakinan.
Terbayang oleh saya, bagaimana “frustrasi”-nya, Mas Hanta Yudha (Poltracking), Yunarto Wijaya (Charta Politica), Burhanudin Muhtadi (Indikator), Saiful Mujani (SMRC), Muhammad Qodari (Indo Barometer) dkk., ketika harus berdebat ilmiah dengan orang-orang yang mendasarkan argumennya pada “perasaan”.
Sama frustrasinya dengan saya yang harus meladeni netizen yang mengomentari tulisan-tulisan saya, namun bukan dengan fakta dan data, tapi dengan “perasaan”. Walhasil banyak komentar yang tidak saya respon. Tidak mengherankan hoax tumbuh subuh di negeri ini, karena benar-tidaknya suatu berita dinilai bukan secara obyektif lagi, namun dengan perasaan.
Saya sudah menulis panjang lebar tentang polemik hasil pemilu, bagaimana sains ditentang dan ulama dieksploitasi untuk melanggengkan sebuah kebohongan [1]. Dasar kecurigaan saya bukan berlandaskan “perasaan”, tapi ilmiah.
1. Hasil Quick Count 12 Lembaga Resmi
Hasil quick count dari 12 lembaga survei menunjukkan kemenangan Jokowi di kisaran angka 54-55%, sebagai berikut[2]:
No. Nama Lembaga Jokowi Prabowo
1 Charta Politika 54,31% 45,69%
2 Indikator Politik 54,60% 45,40%
3 Indo Barometer 54,35% 45,65%
4 Kedai Kopi 54,09% 45,91%
5 Lembaga Survei Ind. 55,77% 44,23%
6 Litbang Kompas 54,43% 45,57%
7 LSI Denny JA 55,67% 44,33%
8 Median 54,64% 45,36%
9 Poltracking 54,98% 45,02%
10 Populi Center 54,96% 45,04%
11 SMRC 54,84% 45,16%
12 Voxpol Center 54,55% 45,45%
Semua Lembaga survei di atas adalah lembaga resmi yang sudah diverifikasi KPU [3] dan keberadaannya dilindungi Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 [4]. Probabilitas 12 lembaga independen melakukan kesalahan hitung secara bersamaan adalah sangat teramat kecil sekali.
Namun sebagian pendukung Prabowo-Sandi justeru berpikir sebaliknya, seperti yang diungkapkan oleh Ustad Tengku Zulkarnain (Wasekjen MUI),
"Tidak mungkin ada 8-10 lembaga survei yang menunjukkan hasil yang sama 55-44% untuk kemenangan satu paslon. Sample yang berbeda pasti hasilnya berbeda. Kalau itu sama berarti itu survei tidak layak dipercaya," ujar Ustad Zulkarnain [5].
Justeru jika Quick Count dilaksanakan secara benar, dengan mematuhi kaidah-kaidah statistika, maka hasilnya akan sama (dalam margin error yang diset, misalnya 1%). Sampel yang diambil oleh setiap lembaga survei pasti berbeda (random), namun ketika metode sampling yang digunakan bisa menjaga azas keterwakilan, kerataan dan independensi, maka akan menghasilkan output yang sama (dalam rentang error yang diberikan) [6].
Beginilah jadinya jika seorang ulama mengomentari metode ilmiah, namun tanpa ilmu. Ia bukan memberikan pencerahan, tapi malah menyesatkan masyarakat.
2. Hasil Quick Count tidak pernah meleset
Quick count merupakan metode ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara sains, dan sudah teruji dari masa ke masa. Sejak 2004 sudah puluhan kali Pilkada dan tiga kali Pilpres (2004, 2009, dan 2014), Quick Count tidak pernah meleset. Real Count yang sekarang sedang dihitung oleh KPU pun ujung-ujungnya akan sama dengan hasil Quick Count.
Kalau tidak sama, berarti ada penemuan baru dalam dunia ilmu statistika, dan ini akan menggegerkan dunia ilmu pengetahuan, karena akan menantang teori-teori statistika yang sudah ‘established’. Dan kemungkinan hal tersebut terjadi, amatlah sangat kecil.
Memang pernah terjadi perbedaan hasil di Pilpres 2014 ketika TV-ONE menayangkan hasil Quick Count ‘abal-abal’ dari empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta [7], yang menyebabkan Hanta Yudha membatalkan kontraknya dengan TV-ONE dan akhirnya mengumumkan hasil Quick Count Poltracking di Metro TV [8].
Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) akhirnya memecat lembaga survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) dari keanggotaan karena tidak memenuhi panggilan untuk diaudit. Keduanya memenangkan Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2019 [9].
3. Perbedaan Quick Count dan Survei
Survei elektabilitas dilakukan sebelum terjadinya pemungutan suara, bisa mingguan atau bulanan sebelum hari pencoblosan untuk mengetahui preferensi pemilih. Adapun Quick Count dilakukan setelah pemungutan suara. Basisnya adalah berita acara hasil perhitungan (C1) di TPS. Kalau survei basis sampel-nya adalah pemilih (orang yang diwawancara), sedangkan Quick Count adalah TPS (formulir C1 hasil perhitungan) [10]. Jika terjadi perbedaan antara keduanya, wajar. Karena orang bisa saja berganti pilihan saat hari pencoblosan, apalagi jika survei dilakukan jauh hari sebelumnya.
Koalisi Prabowo-Sandi sering mendengungkan bahwa Pilkada DKI 2017 merupakan contoh bagaimana Quick Count meleset, seperti yang diungkapkan oleh Ustad Bachtiar Nasir di Rumah Pemenangan BPN di Kertanegara saat semua TV mengumumkan kekalahan Prabowo [6]. Lagi-lagi ulama koalisi Prabowo-Sandi berkomentar tanpa ilmu pengetahuan, ia tidak paham perbedaan survei dan Quick Count. Memang ada perbedaan hasil antara survei elektabilitas (sebelum hari pencoblosan) dengan Quick Count di Pilkada DKI 2017 [11]. Namun Quick Count [12] menunjukkan hasil yang sama dengan Real Count, yaitu Anies-Sandi memenangkan Pilkada DKI di angka 57-58% [13].
Walaupun demikian, Prabowo terus-menerus menuduh bahwa lembaga survei adalah “Tukang Bohong” [14], dan ulama pun dikerahkan untuk meyakinkan publik agar tidak mempercayai hasil Quick Count [15]. Bachtiar Nasir bahkan menggelari Quick Count ini sebagai “sihir”[16]. Namun hingga sekarang koalisi Prabowo-Sandi tidak dapat membuktikan tuduhannya bahwa lembaga survei berbohong.
4. Buka-bukaan data Quick Count dan Real Count
Delapan lembaga survei yang tergabung di bawah asosiasi Persepi sudah membuka data mereka hari Sabtu 19 April 2019 di acara "expose data" di hotel Morrissey, Jakarta, dan terbuka untuk publik. Dua anggota Dewan Etik Persepi, Prof. Asep Saefudin (Guru Besar Stastistika IPB) dan Prof. Hamdi Muluk (Guru Besar Universitas Indonesia) juga hadir. BPN Prabowo-Sandi diundang tetapi malah tidak hadir [17].
TKN juga sudah membuka Real Count mereka, bahkan Real Count room-nya sudah dibuka ke publik, dan wartawan bisa masuk melihat, mengambil foto, menanyakan data dan metodologi kepada para pekerja yang ada di situ. Ada 250 pekerja yang bekerja non-stop 24 jam, dibagi ke dalam tiga shift [18].
Satu-satunya data yang belum dibuka adalah data internal BPN yang memenangkan Prabowo-Sandi dengan angka 62%. BPN menolak untuk membuka data internal mereka [19]. Bahkan tempat proses rekapitulasi real count-nya pun dirahasiakan, dan menurut Fadli Zon tempatnya berpindah-pindah untuk menjaga keamanan [20].
5. Tuduhan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif
Tim BPN Prabowo-Sandi menuduh adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif dan brutal [21]. Namun BPN tidak mampu menghadirkan bukti yang memadai. Memang ada video yang menunjukkan kekeliruan input data di situng KPU yang viral di masyarakat [22]. KPU mengakui adanya salah input. Human error sangat wajar terjadi mengingat jumlah TPS yang mencapai 813.350 TPS yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga, Rabu 24 April 2019, dari 244 ribu TPS yang telah direkap, ditemukan kesalahan input pada 101 TPS, dan hal ini menimpa kedua belah pihak baik pasangan 01 maupun 02 [23].
101 dari 244 ribu TPS sama dengan 0,0004 atau 0,04%. Jangankan 1%, 0,1% pun tidak sampai. Jumlah ini sangat kecil dan masih dalam batas wajar. Error sebesar 0,04% tidaklah signifikan dan tidak akan berpengaruh secara substansial terhadap hasil akhir.
Bagaimana kesalahan input akibat “human error” ini bisa terjadi, dijelaskan secara rinci oleh Miranda Octorida, salah satu staf KPU yang terlibat langsung dalam proses input data [24]. Ia menjelaskan di kabupaten-nya ada 353 TPS. Untuk operator, berarti ada 24 lembar x 353 TPS yaitu 8.472 lembar data yang harus dientri. Dengan begitu ada 8.472 data yang harus dipindai (scan) oleh operator.
Untuk verifikator, ada 8.472 data entri dan 8.472 data pindai dengan total 16.944 lembar data yang harus diverifikasi verifikator. “Apa kami tidak boleh salah? Maaf kalau begitu, mungkin kalian bisa sempurna saat mengerjakan 16.944 data tanpa cela,” tulis Miranda dalam akun resmi FB-nya.
“Itu kabupaten saya yang TPS nya cuma 353. Apalagi yang TPS nya ribuan? Contoh di Batam ada 2.900 lebih TPS,” ujarnya lagi. Pilpres 2019 adalah pemilu terumit dan terberat yang pernah ada karena untuk pertama kalinya pemilihan legistlatif digabungkan dengan pemilihan presiden. Hingga hari ini sudah 230 petugas KPPS yang meninggal dunia dan 1.671 yang sakit [25]. Mayoritas diduga karena kelelahan.
Website Situng KPU sangat transparan. Masyarakat bisa langsung mengecek kesesuaian antara data di web KPU dengan formulir C1 TPS. Semua foto C1 di setiap TPS diunggah ke web KPU sehingga masyarakat bisa ikut mengawasinya [26]. “Kalau KPU curang, masa kami publikasikan,” ujar Ketua KPU, Arief Budiman [27]. Justeru ini adalah bentuk transparansi KPU agar bisa diaudit oleh masyarakat.
Kesalahan input data menimpa kedua belah pihak, baik pasangan 01 maupun 02. Namun yang terjadi di media sosial, kesalahan input yang merugikan pasangan 02 dirilis berkali-kali sehingga seolah-olah yang merugikan pasangan 02 itu lebih banyak terekspos sebagaimana dipaparkan oleh ketua KPU, Arief Budiman [21].
Perlu diingat bahwa data yang ditampilkan di Situng (Web KPU) bukan merupakan hasil resmi. Penetapan hasil rekapitulasi suara dilakukan secara berjenjang (manual) dalam rapat pleno terbuka [26]. Jadi Situng hanya berfungsi sebagai alat kontrol KPU, dimana masyarakat bisa terlibat. Kalaupun ada perbedaan, maka yang digunakan tetaplah yang manual.
Karenanya, kita tidak perlu terlalu dipusingkan dengan salah input di situng, apalagi jika jumlahnya super kecil alias tidak signifikan karena tidak akan berpengaruh secara substansial terhadap hasil akhir. Sandiaga Uno sendiri mengakui bahwa Pilpres diselenggarakan dengan jujur dan adil. “Saya meyakini bahwa Pemilu ini jujur dan adil,” ujarnya saat mengunjungi Gor Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/4/2019) [28].
6. Gap suara yang cukup jauh
Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah 193 juta. Dengan tingkat partisipasi 80% [29], maka jumlah yang mencoblos pada hari H ada 154,5 juta orang. Jika diasumsikan jumlah suara tidak sah sebesar 2%, maka total suara sah 151,3 juta. Berdasarkan hasil Quick Count, Jokowi-Amin mendapatkan 82,4 juta suara (54,5%) dan Prabowo-Sandi mendapatkan 68,8 juta suara (45,5%).
Perbedaan keduanya adalah 13,6 juta suara. Untuk membalikkan keadaan, minimal setengah dari suara tersebut harus beralih dari Jokowi ke Prabowo. Berarti Prabowo harus menemukan kecurangan di 6,8 juta suara. Jika diasumsikan jumlah kecurangan sebesar 200 suara untuk tiap TPS-nya. Berarti Prabowo harus menemukan kecurangan pada 34.000 TPS, dengan asumsi kecurangan yang merugikan Jokowi dianggap nol alias tidak ada.
7. Real Count KPU
Menurut website KPU, hingga hari Jumat, 26 April 2019, data Real Count telah memproses lebih dari 294 ribu TPS (36,18%) dimana Jokowi unggul atas Prabowo sebesar 56,08% berbanding 43,92% [26].
Adapun BPN Prabowo-Sandi mengklaim Real Count internalnya menunjukan kemenangan Prabowo pada angka 62%. Angka ini didapat berdasarkan data yang masuk dari 320 ribu TPS (40%) sebelum deklarasi kemenangan pada 17 April 2019 malam. Namun BPN hingga saat ini tidak bersedia untuk membuka datanya, walaupun seluruh lembaga survei dan TKN sudah membuka datanya ke publik.
Yunarto Wijaya (Charta Politika) mempertanyakan kredibilitas data real count BPN. Dalam waktu 5 jam, BPN bisa mengumpulkan data real count dari 320 ribu TPS (40%), maka semestinya hari ini perhitungannya sudah selesai (100%). “Kenapa sekarang sudah seminggu belum selesai-selesai juga?”, ujar Yunarto Wijaya [30].
Sejarah mencatat, pada Pilpres 2014, PKS membohongi Prabowo dan rakyat Indonesia dengan Real Count internal PKS [31] yang hasilnya bertolak belakang dengan hasil Real Count KPU [32][xxxii]. Kita juga masih ingat dua lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014 tidak bersedia membuka datanya untuk diaudit. Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) akhirnya memecat keduanya dari keanggotaan Persepi [9].
Quick Count sejatinya adalah alat pendeteksi kecurangan [33]. Ia bisa menjadi instrumen pembanding akan hasil real count KPU. Kita semua paham, bahwa hasil resmi yang berkekuatan hukum adalah hasil real count KPU yang akan diumumkan pada 22 Mei 2019. Namun ketika semua lembaga survei (termasuk yang beafiliasi kepada pasangan 02) mengumumkan hasil yang sama (“ijtima”), seharusnya masyarakat segera "move on" dan bisa kembali kepada kehidupan normal [33].
Namun yang terjadi adalah Prabowo mendeklarasikan diri sebagai presiden [34] dan menuduh lembaga survei berbohong [35]. Ulama dikerahkan untuk meyakinkan publik agar tidak mempercayai hasil Quick Count [15] dan enam lembaga survei (Indo Barometer, CSIS, Charta Politika, Poltracking, SMRC dan LSI Denny JA) dilaporkan ke polisi atas tuduhan kebohongan publik [36].
Ketika Prabowo mengumunkan hasil Real Count internalnya (62% kemenangan) yang bertentangan dengan seluruh lembaga survei, maka kecurigaan adanya kebohongan yang dilakukan oleh koalisi Prabowo sangatlah beralasan. Pada sisi ini, Quick Count menjalankan fungsi utamanya sebagai alat deteksi kecurangan. Ketika BPN menolak membuka data darimana angka 62% itu diperoleh, maka indikasi adanya kebohongan semakin menguat, apalagi semua lembaga survei dan TKN sudah membuka datanya ke publik.
Saran saya kepada teman-temanku:
i) Berhentilah mengkriminalisi Quick Count, karena itu sama artinya dengan membunuh ilmu pengetahuan.
ii) Berhentilah menuduh lembaga survei sebagai tukang bohong karena mereka telah diverifikasi KPU dan keberadaannya dilindungi undang-undang.
iii) Berhentilah menyerang KPU dan menuduh bahwa telah terjadi kecurangan yang masif, sistematis dan terstruktur, jika tidak memiliki bukti yang memadai.
iv) Jika ada indikasi kecurangan, maka laporkanlah kepada Bawaslu sesuai mekanisme yang ada.
v) Bantu jelaskan kepada para ulama bahwa Quick Count itu metode ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara “sains”, dan bukan sihir.
Kepada para pemimpin, kader dan simpatisan partai-partai pendukung pasangan 02, mohon sampaikan kepada Prabowo agar “legowo” menerima kekalahan ini. Jika kebohongan ini terus dipertahankan, maka kerusakan yang ditimbulkan akan terus bertambah parah. Masyarakat terus dibodohi, dihilangkan nalar dan daya kritisnya, disulut terus rasa kebenciannya. Bukan hanya produktifitas masyarakat yang terganggu, namun keharmonisan, persatuan dan kesatuan yang menjadi modal bangsa ini untuk maju juga terancam.
Saya yakin banyak ilmuwan dan ulama di koalisi 02. Anda memiliki pilihan, apakah Anda akan bersuara lantang memperjuangkan kejujuran, atau Anda malah ikut berkolaborasi melanggengkan kebohongan. Sejarah akan mencatat dimanakah posisi Anda berada. Sikap dan pilihan Anda sekarang akan menjadi rekam jejak integritas Anda.
Tampaknya, polemik tentang hasil Pilpres ini merupakan cara Tuhan untuk memperlihatkan kepada kita semua secara gamblang antara kejujuran dan kebohongan, antara yang haq dan yang bathil. Saya selalu percaya akan prinsip “honesty is the best policy”. Maka berkontestasilah dengan jujur, dan serahkan hasil ikhtiyar kita kepada Allah SWT. Allah Maha Tahu dan Maha Adil atas segala yang telah kita perbuat. Kampanye yang dilandasi dengan kebohongan tidak akan pernah diridhoi oleh-Nya, tidak akan membawa berkah dan kebaikan pada kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Bagi saya Pilpres kali ini bukan hanya sekedar formalitas rutin lima tahunan untuk memilih presiden, tapi lebih krusial dari itu, ia menentukan masa depan bangsa ini. Saya tidak mau Indonesia yang memiliki masa depan yang begitu cerah harus kembali mundur ke masa kegelapan karena ulah sekelompok orang yang haus akan kekuasaan. Mari kita bersama-sama, baik pemilih 01, 02 maupun golput, kita perangi kebohongan dan kebodohan, dan bersatu-padu membangun Indonesia.
Wallahu'alam.
REFERENSI
[1] Ketika Sains Ditentang dan Ulama Dijadikan Alat Politik (Pepnews, 21 Apr 2019)
https://pepnews.com/politik/p-1155d57841765d9/ketika-sains-ditentang-dan-ulama-dijadikan-alat-politik
[2] Quick Count Pilpres 2019 (PojokSatu, 25 Apr 2019)
https://qc.pojoksatu.id/
[3] Ini Daftar 40 Lembaga Terverifikasi KPU yang Gelar 'Quick Count' Pemilu 2019 (Merdeka, 16 Apr 2019)
https://www.merdeka.com/politik/ini-daftar-40-lembaga-terverifikasi-kpu-yang-gelar-quick-count-pemilu-2019.html
[4] Memahami Quick Count dan Real Count: Beda Kerja tapi Hasil Identik (Katadata, 24 apr 2019)
https://katadata.co.id/berita/2019/04/24/memahami-quick-count-dan-real-count-beda-kerja-tapi-hasil-identik
[5] Saat Kubu Prabowo Ragukan Keunggulan Jokowi di Quick Count (CNBC, 17 Apr 2019)
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190417193814-4-67407/saat-kubu-prabowo-ragukan-keunggulan-jokowi-di-quick-count
[6] Buka-bukaan Data Survei, Asep Saefudin: Hasil Quick Count 99 Persen Akurat (Youtube, iNews, 20 Apr 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=J3fJfZ41h0I
[7] Kredibilitas "Quick Count" yang Menangkan Prabowo-Hatta Dipertanyakan (Kompas, 9 Juli 2014)
https://money.kompas.com/read/2014/07/09/191233326/Kredibilitas.Quick.Count.yang.Menangkan.Prabowo-Hatta.Dipertanyakan
[8] Survei Poltracking Batal Disiarkan Sebuah Stasiun TV (Youtube, Metrotvnews, 9 Juli 2014)
https://www.youtube.com/watch?v=CY_1VkWFL-8
[9] Dewan Etik Persepi Pecat JSI dan Puskaptis dari Keanggotaan (Republika, 16 Jul 2019)
https://republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/n8t6w8/dewan-etik-persepi-pecat-jsi-dan-puskaptis-dari-keanggotaan
[10] Memahami Beda Survei, Quick Count, Exit Poll, dan Real Count di Pemilu (Kumparan, 23 Nov 2018)
https://kumparan.com/@kumparannews/memahami-beda-survei-quick-count-exit-poll-dan-real-count-di-pemilu-1pys9pnfcGx
[11] Kenapa Hasil Quick Count Pilkada DKI Beda dengan Survei Terakhir? (Liputan6, 21 Apr 2017)
https://www.liputan6.com/pilkada/read/2927673/kenapa-hasil-quick-count-pilkada-dki-beda-dengan-survei-terakhir
[12] Ini Hasil Akhir Quick Count 4 Lembaga Survei untuk Pilkada DKI Putaran Kedua (Kompas, 19 Apr 2019)
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/04/19/18580011/ini.hasil.akhir.quick.count.4.lembaga.survei.untuk.pilkada.dki.putaran.kedua
[13] Hasil Final "Real Count" KPU: Anies-Sandi 57,95%, Ahok-Djarot 42,05% (Kompas, 20 Apr 2019)
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/04/20/21125081/hasil.final.real.count.kpu.anies-sandi.57.95.ahok-djarot.42.05.
[14] Prabowo Sebut Lembaga Survei Berbohong Hasil Hitung Cepat Pilpres (Tirto, 19 Apr 2019)
https://tirto.id/prabowo-sebut-lembaga-survei-berbohong-hasil-hitung-cepat-pilpres-dmKt
[15] Begini Cara Melawan Sihir Pemilu menurut Para Ulama (Youtube, MySharing TV, 17 Apr 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=RPbSiwNebM0
[16] Tidak Percaya Hitung Cepat, BPN: Itu Hanya Sihir (24 Apr 2019)
https://mediaindonesia.com/read/detail/231625-tidak-percaya-hitung-cepat-bpn-itu-hanya-sihir
[17] Dituduh Bohong Menangkan Jokowi-Ma'ruf, 8 Lembaga Survei Buka Data Quick Count (Merdeka, 20 Apr 2019)
https://www.merdeka.com/peristiwa/dituduh-bohong-menangkan-jokowi-maruf-8-lembaga-survei-buka-data-quick-count.html
[18] TKN Jokowi-Ma'ruf Buka-Bukaan Data Real Count Internal Pilpres 2019 (IDN TIMES, 21 Apr 2019)
https://www.idntimes.com/news/indonesia/indianamalia/tkn-buka-bukaan-data-real-count-internal-pilpres/full
[19] BPN Prabowo Akan Buka Data Hitung Suara Internal pada Waktunya (Merdeka, 22 Apr 2019)
https://www.merdeka.com/politik/bpn-prabowo-akan-buka-data-hitung-suara-internal-pada-waktunya.html
[20] BPN Rahasiakan Lokasi Penghitungan Real Count, Ini Penjelasan Fadli Zon (Kompas, 24 Apr 2019)
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/24/15550431/bpn-rahasiakan-lokasi-penghitungan-real-count-ini-penjelasan-fadli-zon
[21] Usai Pemilu - BPN: Kecurangan Pemilu Terstruktur, Masif, Sistematis dan Brutal (Part 7) | Mata Najwa (Youtube, Mata Najwa, 24 Apr 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=31Csr2HqBQw
[22] Viral Video Beda Data Form C1 dengan Situs Resmi, Ini Penjelasan KPU (DetikNews, 19 Apr 2019)
https://news.detik.com/berita/d-4517234/viral-video-beda-data-form-c1-dengan-situs-resmi-ini-penjelasan-kpu
[23] Usai Pemilu - KPU: Kalau Curang Kenapa Kami Pertontonkan? (Part 5) | Mata Najwa (Youtube, Mata Najwa, 24 Apr 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=v4fbYeqTKo4
[24] Bagaimana kok bisa KPU lembaga profesional salah input? (Facebook, Miranda Octorida, 20 Apr 2019)
https://www.facebook.com/mirasmine/posts/10214232749360107
[25] KPU: Petugas KPPS yang Meninggal Bertambah Menjadi 230 Orang (Detik News, 26 Apr 2019)
https://news.detik.com/berita/d-4526296/kpu-petugas-kpps-yang-meninggal-bertambah-menjadi-230-orang
[26] Hasil Real Count Pemilu (situs resmi KPU)
https://pemilu2019.kpu.go.id/
[27] Ada Salah Input C1, KPU: Kalau Curang Masa Kami Publikasikan (Gatra, 20 Apr 2019)
https://www.gatra.com/detail/news/411383/politic/ada-salah-input-c1-kpu-kalau-curang-masa-kami-publikasikan
[28] Sandiaga: Saya Meyakini bahwa Pemilu Ini Jujur dan Adil (Kompas, 24 Apr 2019)
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/04/25/17161621/sandiaga-saya-meyakini-bahwa-pemilu-ini-jujur-dan-adil
[29] Mendagri Sebut Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Capai 80% (Berita Satu, 18 Apr 2019)
https://www.beritasatu.com/politik/549522/mendagri-sebut-partisipasi-masyarakat-dalam-pemilu-capai-80
[30] Usai Pemilu: Disuruh ke Antartika, Ini Jawaban Lembaga Survei (Part 4) | Mata Najwa (Youtube, Mata Najwa, 24 Apr 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=Meqe2Ss2O98
[31] Real Count PKS diduga palsu (Republika, 11 Jul 2014)
https://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/07/11/n8jed6-real-count-pks-diduga-palsu
[32] Ini Hasil Resmi Rekapitulasi Suara Pilpres 2014 (Kompas, 22 Jul 2014)
https://nasional.kompas.com/read/2014/07/22/20574751/Ini.Hasil.Resmi.Rekapitulasi.Suara.Pilpres.2014
[33] Cegah Data Palsu, PERSEPSI Expose Data Quick Count, Tantang Kubu PRABOWO Juga Expose Data (20 Apr 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=fdRdj3_uZv0
[34] Klaim Menang 62% Berdasarkan 'Real Count', Prabowo Takbir dan Sujud Syukur (Youtube, TV One, 17 April 2019)
https://www.youtube.com/watch?v=9nqOJEmPL3Y
[35] Prabowo Sebut Lembaga Survei Berbohong Hasil Hitung Cepat Pilpres (Tirto, 19 Apr 2019)
https://tirto.id/prabowo-sebut-lembaga-survei-berbohong-hasil-hitung-cepat-pilpres-dmKt
[36] Enam Lembaga Diadukan ke Polisi Karena Rilis Quick Count Pilpres (Tirto, 18 Apr 2019)
https://tirto.id/enam-lembaga-diadukan-ke-polisi-karena-rilis-quick-count-pilpres-dmGN
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews