Dalam setiap angka yang dihasilkan dari survey politik lembaga manapun, terdapat angka "istimewa". Angka tersebut bukan saja menyoal berapa proses perolehan kandidat yang berpeluang menang, berapa margin atau selisih angka dengan perolehan suara kandidat yang kalah.
Dan, 1 angka yang disebut istimewa yakni swing voters. Para pemilih mengambang inilah yang kesannya menentukan berubahan konstelasi persaingan. Suara swing voters pun cenderung menjadi rebutan.
Seberapa signifikan suara swing voters menjadi penentu kemenangan? Dalam kondisi normal dimana pemilu berlangsung tertib, damai, lancar dan tidak dalam tekanan kelompok yang membahayakan keselamatan nyawa pemilih,maka swing voters tidak selalu menjadi penentu kemenangan.
Terlebih ketika berdasarkan survey, rentang margin atau selisih prosentase kandidat yang menang dan yang kalah cukup besar jumlahnya. Sebut saja pada kisaran 20%. Maka swing voters yang digadang-gadang sebagai kelompok pemilih istimewa pun akan kehilangan momentum politik.
Apa yang saya sampaikan di atas tentu akan berbanding terbalik dengan asumsi Adhi Massardi sebagai ketua umum perkumpulan swing votres. Sebanyak 30% dari swing voters berpeluang sebagai penentu kemenangan kandidat. Tentu saja dengan catatan selisih prosentase kemenangan berdasarkan survey pendahulu hanya di bawah 15 % saja.
Nah, namun apakah Adhi Massardi selaku Ketua umum perkumpulan swing voters bisa menjamin bahwa semua anggota kelompoknya akan satu komando memberikan suara untuk kandidat tertentu?
Sebagai pemilih rasional, tentu saja tidak semudah itu. Yakin swing voters pun akan terbelah dengan sendirinya. Tidak bisa diarahkan dukungannya ke satu kandidat saja.
Selain swing voters, trend politik kekinian menyebut juga istilah "undedicated voters". Agak mengernyit saya membaca istilah tersebut. Saya mencoba mereka-reka apa sebenarnya arti dari undedicated voters? Benarkan ada kelompok pemilih yang benar-benar tidak punya dedikasi waktu, tenaga, dan keinginan untuk memilih saat pilpres 17 April 2019 nanti.
Kira-kira apa penyebab dari undedicated voters ini. Sama-sama belum menentukan pilihan, undedicated voters pada umumnya menggunakan hak pilihnya berdasarkan alasan emosional personal.
Sementara swing voters cenderung menggunakan hak pilih semata-mata karena tren rasionalitas mereka. Maklum saja, swing voters berasal dari kelompok yang antusias terhadap pembicaraan politik. Sehingga momentum debat, diskusi hingga agenda kampanye yang menyuguhkan program serta unsur dialektis akan mampu merubah pilihan mereka.
Sejenak mari kita pisahkan antara swing voters dengan "undedicated voters". Agar kita lebih fokus dalam mengenal siapa, apa dan bagaimana kelompok pemilih emosional ini.
Saya pun menyebut para "undedicated voters" ini sebagai pemilih yang jinak-jinak merpati. Ciri-ciri pemilih yang jinak Jinak Merpati (JJM) ini secara usia berkisar antara 17-36 tahun.
Rata-rata berpendidikan namun apatis ketika bicara politik. Mereka yang sudah memiliki pekerjaan biasanya bekerja sebagai karyawan yang bertugas sebagai ujung tombak perusahaan, misalnya sales and marketing, penjaga toko retail, pedagang pasar, pemilik toko, dan emak-emak yang keseharian sibuk dengan urusan domestik.
Ya, disaat sebagian perempuan aktif dengan gerakan politik emak-emak, ternyata masih ada sekelompok perempuan yang belum memiliki ruang sosial. Hari-hari para emaks ini jauh dari kesan sosialita.
Mereka pada umumnya sangat konsen dengan pemenuhan kebutuan belanja rumah tangga, kebutuhan sekolah anak-anaknya. Begitulah realitasnya, emak-emak muda dengan segala romatika kehidupannya menjadi pemilih JJM yang sebentar akan banyak disasar oleh tim sukses politik.
Hal yang paling menarik dari pemilih JJM ini adalah emosionalitas terhadap tuntutan pemenuhan kebutuhan. Bagi pemilih JJM pemula yang sebentar lulus SMA atau yang sudah lulus namun belum kuliah dan belum bekerja misalnya.
Gass poll raih masa depan yang lebih cerah tentu harus mennjadi nyata. Ketika lulusan SMA/SMK memiliki kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi dan bisa menikmati romantika bangku kuliah, keluarga mana yang tidak bangga. Itu semua sudah terencana sedemikian rupa melalui Kartu Indonesia pintar ( KIP)-Kuliah.
Demikian halnya dengan mereka yang merasa stagnan dengan pekerjaan itu-itu saja. Kedepan Banyak BLK (Balai Latihan Kerja) yang akan dibuka untuk meningkatkan skil pekerjaan.
Dimana mereka yang sedang dalam masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan tetap dengan kriteria ang ada akan mendapat support tunjangan dengan kartu Pra-Kerja.
Nah, apalagi bagi emak-emak muda, sudah tidak saatnya lagi menjadi Pemilih Jinak-jinak Merpati lho. Rugi besarjika sampai salah pilih. Sebab ke depan, akan ada kartu sembako murah.
Dijamin tidak ada lagi keluhan terkait harga beras, minyak, telur, gula, daging yang mahal. Karena keberadaan sembilan bahan pokok dijamin stabilitas harganya oleh pemerintah.
Itulah kenapa para pemuda harapan bangsa, karyawan yang giat bekerja dan emak-muda harus menggunakan hak pilih saat pilpres 2019 nanti.
Jika ada 3 kartu sakti,maka solusi akan sama-sama kita raih untuk kehidupan yang lebih baik. 17 April 2019,luangkan waktu untuk ke TPS,coblos caon presiden yang sudah terbukti bekerja dengan program yang riil di depan mata.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews