"Merasa" Bakal Dipermalukan, KPU "Proteksi" Jokowi?

Kamis, 10 Januari 2019 | 08:09 WIB
0
642
"Merasa" Bakal Dipermalukan, KPU "Proteksi" Jokowi?
Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Istana Negara. (Foto: Tirto.id).

Menjadi seorang presiden harus siap “tahan banting”. Kalau hanya merasa “dipermalukan”, rasanya itu sudah menjadi “makanan” keseharian. Lantas, mengapa KPU merasa bakal ada capres-cawapres yang dipermalukan jika forum debat diperluas dengan penyampaian visi-misi para capres-cawapres tersebut?

Tampaknya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman tahu betul siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bakal dipermalukan jika tidak diberikan bocoran dari pertanyaan saat Debat Kandidat Capres-Cawapres nanti.

Alasan tersebut disampaikan Arief Budiman. Seperti dilansir Kontan.co.id, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, salah satu alasan KPU memberikan kisi-kisi pertanyaan debat kepada kandidat sebelum debat digelar adalah supaya tidak ada paslon yang dipermalukan.

Jika pertanyaan diberikan secara spontan saat debat berlangsung, ada kemungkinan paslon 'diserang' dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan. Pernyataan Arief Budiman itu boleh jadi sangat tendensius dan “merendahkan” intelektualitas paslon.

“Kami tidak ingin ada paslon yang istilahnya dipermalukan atau diserang karena persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan yang sangat-sangat teknis, tidak substantif,” kata Arief Budiman, seperti dilansir Kontan.co.id, Senin (7/1/2019).

Sebagai penyelenggara pemilu, KPU ingin seluruh pihak menjaga martabat para pasangan capres-cawapres. Pengalaman debat pemilu, seringkali kandidat diberikan pertanyaan yang sangat teknis dan tidak penting. Tujuannya hanya untuk menjatuhkan paslon.

Padahal, tujuan utama debat adalah untuk mengampanyekan visi-misi dan program capres-cawapres. Jika visi-misi dan program paslon tidak tersampaikan dengan baik, maka tujuan utama kampanye bisa dibilang tidak tercapai.

“Tujuan utama kampanye adalah menyampaikan visi-misi program kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu paham dan menggunakan referensi itu sebagai cara dia untuk menentukan pilihannya,” ujar Arief Budiman.

Ia menambahkan, rencana memberikan kisi-kisi ke kandidat sebelum debat bukan keputusan KPU semata. Rencana tersebut telah disepakati KPU dengan tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 maupun 02.

Ada dua model lontaran pertanyaan dalam debat pertama Pilpres 2019. Dua model itu, adalah model pertanyaan terbuka dan tertutup. Model terbuka artinya, pertanyaan sudah lebih dulu diserahkan ke peserta sebelum penyelenggaraan debat.

Menurut Arief Budiman, model ini memberi kesempatan bagi peserta debat untuk mendalami pertanyaan dan menyiapkan jawaban. Namun, dari seluruh pertanyaan yang disusun, hanya ada beberapa pertanyaan yang akan dimunculkan dalam debat.

Peserta debat tidak akan diberi tahu pertanyaan yang benar-benar akan muncul. Selain model terbuka, ada juga pola pertanyaan tertutup. Pada model ini, masing-masing pasangan calon mengajukan pertanyaan ke paslon lainnya.

Beberapa media arus utama lainnya juga menulis hal serupa. Kompas.com, Senin (7/1/2019) menulis hal yang sama dengan judul dan isinya yang nyaris sama, “Ketua KPU: Kami Tidak Ingin Ada Paslon yang Dipermalukan”.

Siapa yang dimaksud oleh Arief Budiman tersebut? Paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin? Atau paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno? Rasanya Arief Budiman itu perlu mengoreksi ucapan yang telanjur disampaikan ke media itu.

Pasalnya, kedua paslon ini tidak pernah berdebat atau bertemu dalam suatu forum debat di mana pun. Apalagi, sejauh ini mereka belum pernah melakukan debat di depan media atau umum. Tapi, mengapa Ketua KPU ini sudah “berprasangka” negatif?

Terlebih lagi, sebagai penyelenggara pemilu, KPU ingin seluruh pihak menjaga martabat paslon. Pengalaman debat pemilu, seringkali kandidat diberikan pertanyaan yang sangat teknis dan tidak penting. Tujuannya hanya untuk menjatuhkan paslon.

Sayangnya, Arief Budiman tidak banyak menjelaskan detail apakah yang dimaksud dengan “menjaga martabat paslon” itu? Sekali lagi, bukankah perdebatan kedua paslon ini belum pernah terjadi, dan akan dilakukan pada Kamis, 17 Januari 2019, nanti.

Bagaimana Arief Budiman bisa tahu kalau tujuannya “hanya untuk menjatuhkan paslon” itu? Lha wong debat saja belum dilakukan. Namun, dari kalimat “pengalaman debat pemilu” yang disampaikan Arief Budiman itu kita bisa menelisik lebih dalam lagi.

Bisa dipastikan, “pengalaman debat pemilu” yang dimaksut itu adalah “Debat Pilpres 2014”. Cuma saja, Arief Budiman enggan menyebutkan secara terus-terang. Bahwa, saat itu capres Jokowi terlihat sibuk melihat “contekan” yang disiapkan sebelumnya.

Bahkan, dalam tayangan yang disiarkan beberapa televisi nasional itu, contekan yang dibawa “terselip” di balik jas yang dipakai Jokowi. Contekan itu dibolak-balik. Inilah yang kemudian viral di berbagai media maupun medsos seperti Tweeter dan Facebook.   

Pertanyaannya kemudian, itukah yang dimaksud dengan “menjaga martabat” tersebut? Siapa yang membuat martabatnya jadi jatuh di mata rakyat? Bukanlah capres Prabowo yang ketika itu menjadi lawan debatnya. Tapi, Jokowi dan timsesnya sendiri tentunya!

Mereka sendiri tidak bisa “menjaga martabat” capres Jokowi! Pengalaman tersebut jelas bisa saja terulang dalam Debat Kandidat pada Pilpres 2019 nanti. Jika format debat Pilpres 2019 nanti tetap seperti pada Pilpres 2014, tentu bisa memalukan capres Jokowi.

Karena itulah, atas nama “kesepakatan”, KPU memutuskan untuk membocorkan pertanyaan sepekan sebelum Debat Kandidat pertama berlangsung pada Kamis, 17 Januari 2019. Atas keputusan itupun, cawapres 01 Ma’ruf Amin merasa senang dan “terbantu”.

Tentu saja, mengingat pengalaman Debat Pilpres 2014, capres Jokowi sangat diuntungkan. Jokowi dan Tim Kampanye Nasional (TKN) tak perlu kasak-kusuk mencari “bocoran” dari KPU lagi, seperti yang dilakukan sebelum debat seperti saat Pilpres 2014.

Jejak digital mencatatnya. Pada Minggu (8/6/2014) malam ada “pertemuan” antara Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komjen Budi Gunawan, politisi PDIP (Timses Jokowi-Jusuf Kalla) Trimedya Pandjaitan, dan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay.

Pertemuan yang berlangsung di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, di Sate House Senayan Menteng, Jakarta, itu diduga membahas sejumlah agenda pemenangan Jokowi-JK. Dugaan tersebut dibantah Arief Budiman yang saat itu masih anggota KPU.

Menurut Pengamat Kejahatan Indonesia Crime Analyst Forum, Mustofa B. Nahrawardaya, pertemuan tersebut salah satunya adalah membahas bocoran soal debat Pilpres 2014. “Masyarakat mencium indikasi itu,” ujarnya seperti dilansir RMOL.com.

“Saat ditanya moderator, Jokowi bicara lancar seperti menghapal dan sesekali melihat kertas contekan. Tetapi saat ditanya Prabowo, keteteran. Berbeda dengan Prabowo yang stabil," ujar Mustofa B. Nahrawardaya dalam keterangannya, Rabu (11/6/2014).

Tudingan asal tersebut langsung dibantah oleh Komisioner KPU Arief Budiman. “Tidak ada kebocoran pertanyaan. Coba ditelusuri siapa yang menyebarkan isu itu. KPU menjamin itu,” ujarnya, seperti dilansir Tribunnews.com, Jumat (13/6/2014).

Begitu pula keterkaitan Hadar Nafis Gumay. Menurutnya, lokasi yang diduga sebagai tempat pertemuan Hadar Nafis Gumay dengan tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla memang tempat yang direncanakan seluruh komisioner untuk mengadakan makan malam.

“Jadi kemarin seluruh komisioner setelah rapat kita mau pulang cari makan. Jadi, Pak Hadar itu sama dengan saya arahnya. Saya di  belakangnya. Tadinya kami mau makan di daerah Menteng tapi ternyata penuh. Lalu kita mau mampir ke Sate Khas Senayan,” ujarnya.

“Karena saya kelewatan, saya terus saja. Pak Hadar mampir di Sate Khas Senayan. Pas keluar dia disapa sama orang. Maka dia 'say hello' juga. Tidak ada bicara apa-apa, bahkan dia tidak makan di situ karena tidak ada yang jadi nyusul, dia bungkus makanannya,” lanjutnya.

Pilpres 2014 diikuti dua paslon: Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Tulisan Tribunnews.com dengan judul, “KPU Bantah Jokowi Dapat Bocoran Debat Capres”  itu tayang Jumat, 13 Juni 2014 13:45 WIB. Kategori: Advertorial.

Indikasi berita berbayar itu bisa disimak dari dua alinea pertama dalam tulisan. “Masyarakat terperangah. Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mampu menjungkirbalikkan prediksi,” tulis Tribunnews.com.

“Joko Widodo (Jokowi) yang semula dianggap tak mampu berdebat dengan Prabowo-Hatta, ternyata bisa menguasai panggung. Banyak yang menilai malam itu pasangan Jokowi-Kalla unggul dibanding pesaingnya,” lanjutnya.

“Usai berdebat Senin malam lalu, 9 Juni 2014, muncul tudingan bahwa Jokowi menerima bocoran materi debat. Alasannya sungguh lucu dan dibuat-buat: Jokowi bisa tenang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya.”

Nah, pengalaman Debat Pilpres 2014 yang juga diketahui oleh Arief Budiman itukah yang dimaksud “pengalaman debat pemilu”? Soal siapa yang “dipermalukan”, terjawab sudah! Bukan paslon, tapi capres Jokowi!

***