Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah lama ini sepertinya layak memperlihatkan kemunculan putri tokoh reformasi yang belakangan getol menyoroti pemerintahan Jokowi dengan aneka kontroversi pernyataan sumbang.
Setelah berhasil mewariskan jalan politik pada kedua anak laki-lakinya, Amien Rais pun memunculkan Hanum Salsabiela untuk memulai debut politik. Mungkin Amien merasa kurang puas dengan kedua anak laki-lakinya yang telah lebih dahulu muncul di kancah politik.
Hanum Rais pun menyusul langkah kedua saudaranya yang sudah terlebih dahulu dimunculkan di lingkar kekuasaan. Kemunculan Hanum di dunia politik sudah dilangkahi terlebih dahulu oleh adiknya, Mumtaz Rais. Setelah kakak pertamanya, Ahmad Hanafi Rais bertahan di senayan bahkan sempat mencalonkan diri sebagai Walikota pada Pilkada kota Yogyakarta 2011.
Sangat disayangkan, Hanum yang sempat terjun sebagai Jurnalis hingga kemudian melahirkan karya dan sedikit dikenal sebagai penulis, harus latah saat kasus hoax Ratna Sarumpaet. Padahal, namanya mulai mencuat di kalangan cineas kekinian akibat beberapa karya bukunya yang diangkat ke layar kaca.Pengakuannya sebagai dokter pun ternodai. Niat hati ingin berunjuk gigi, apa daya menuai akibatnya kini.
Fatal memang, manakala Hanum dengan begitu percaya diri menyebut dalam kapasitas sebagai dokter ketika membela Ratna Sarumpaet. Hal kecil yang dia komentari layaknya sebuah diagnosa hanya seputar bekas luka yang diderita Ratna. Untuk mendukung statemennya itu pula, Hanum tampak tersedu. Entah aktingatau bukan, yang jelas episode itu berakhir dengan buntut yang tidak mengenakkan bagi Hanum.
Perempuan berusia 36 tahun bernama lengkap Hanum Salsabiela Rais itu memang mendapat gelar sebagai dokter gigi setelah merampungkah kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi universitas Gajah Mada. Namun Secara profesi, Hanum belum pernah memiliki ijin praktek sama sekali.
Alhasil dia pun menerabas kode etik dari apa yang seharusnya menjadi sikap yang dipegang teguh seorang dokter. Andaipun ia Hanum menjalani profesi dokter giginya, alangkah tidak nyambung dari urusan bekas luka di kulit dengan domain wilayah seputar gigi yang dia tangani.
Seolah memaksakan diri untuk tampil , yang ada malah mempermalukan diri sendiri. Komite Etik Kedokteran tentu harus tegas dengan hal ini. Jangan karena Hanum anak dari Amien Rais, maka segala etika diterabas begitu saja mengikuti gaya-gaya ala tokoh reformis satu itu. Harus ada sangsi tegas agar kedepan ada pemisahan yang jelas antara profesi yang menyangkut pelayanan masayarakat dengan kepentingan-kepentingan politik.
Putri kedua dari Amien Rais sejatinya tengah menempuh langkah politik yang diawali dengan pencalonan dirinya sebagai Caleg DPRD Propinsi DIY dari dapil Sleman Timur dengan nomor urut 1. Mungkinkah gagalnya Hanum Rais berunjuk gigi sebagai tokoh politik perempuan ini dikaitkan sebagai strategi mengangkat nama yang menurutnya masih kurang? Atau justru sebagai langkah keliru akibat kegalauan politik yang melanda diri Hanum Rais kala merasakan beratnya berebut suara di daerah pemilihan.
Menggelikan memang ketika anak tokoh sekelas Amien Rais menyamakan Ratna Sarumpaet dengan sosok Cut Nyak Dien. Lebay dan Anjay... begitu respon ala milenialnya. Mungkin Hanum harus berjuang keras melawan lupa pada pelajaran sejarah di Indonenesia terkait sosok Cut Nyak Dien. Hal itu diakibatkan Hanum pernah bertualang di Eropa sana.
Atau yang lebih paranya lagi saat cuitan Hanum yang seolah membela bapaknya atas inisiatif pertemuan Amien Rais dengan Jokowi dari beberapa pihak. Dengan Songongnya hanum seolah menyindir bahwa Jokowi lah yang harusnya datang ke rumah sang Bapak yang sedemikian dipujanya itu.
Banyak cuitan-cuitan Hanum seolah telah memantapkan dirinya sebagai pewaris darah politik yang terus menggejolak layaknya Bapaknya terhadap pemerintahan Jokowi. Ini sungguh sangat berlawanan dengan tulisan-tulisan yang dia bukukan. Hingga dalam waktu dekat karya Rangga dan Hanum pun menyusul tayang di bioskop.
Pencitraan atas sosok Hanum Rais pun terbelah. Satu sisi dia muncul sebagai pekerja kreatif dengan segala potensi kelembutan ala perempuan Jogja. Sisi lain bias politik yang dilekatkan sang Ayah membuatnya tampil penuh salah.
Mungkinkah kini Hanum Rais tengah memainkan skenario yang sudah dia sepakati sebagai bagian dari kontrak politik?. Hal itu bisa saja terjadi, sebab Hanum tumbuh sebagai pengarang. Kisah-kisah petualanganya di belahan negara sana diwujudkan dalam karya fiksi. Masih ingat salah satu judulnya? Bulan Terbelah di Langit Amerika. Ya kali, ada bulan terbelah beneran...
Apa yang terjadi dengan dunia jika itu menjadi Fakta. Seperti mau kiamat saja. Bahasa-bahasa kiasan yang digunakan jelas menggambahkan hiperbola yang berlebihan. Seperti saat dia tampil membela Hoax Ratna. Begitu meyakinkan, mengagumkan...Tapi ujung-ujungnya ternyata???
Dan info terkini bahkan Hanum Rais membuat gebrakan kedua mengangkat kisah yang dibukukan berjudul Hanum dan Rangga ke layar kaca. Konon, jadwal tayang film tersebut dimajukan untuk sekedar bersaing dengan film yang bertajuk tentang AHOK. Maksudnya apa coba? Adu kuat begitu antara Harum & Rangga dengan A Man Called AHok? Atau memang ini bagian dari skenario lain atas garis besar pertarungan politik yang diwariskan dari bapaknya?
Kita tunggu perseteruan Anak Amien Rais, bahkan dalam hal pemutaran film sekalipun. Sungguh cara unjuk gigi yang memperlihatkan betapa gigi-gigi tersebut tampak sangat tak rapi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews