Intoleransi adalah tangga awal menuju sikap radikal dan aksi teror, sehingga menjadi sikap intoleran, radikal dan teror sebagai musuh bersama adalah langkah yang tepat, apalagi fenomena dan indikasi meluasnya benih-benih intoleransi sudah merambah keseluruh lini kehidupan, bahkan terdapat fakta tentang peningkatan radikalisme di lingkungan pendidikan, dimana hasil kajian Bambang Pranowo yang juga seorang antropolog pada tahun 2011, menyebutkan 50 persen mahasiswa terpapar paham radikalisme dan intoleransi.
Selain itu, terdapat 84 persen pelajar dan 21 persen guru setuju jika Pancasila sudah tidak relevan lagi dan setuju dengan penegakkan syariat Islam di Indonesia. Selain bertentangan dengan agama, intoleran, radikal dan teror juga bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Pengaruh lingkungan, globalisasi, revolusi 4.0, dan media sosial merupakan penyebab utama munculnya tindakan radikalisme dan intoleransi di Indonesia. Nilai Pancasila sudah terdegradasi di saat ini karena proses pemberdayaan ideologi mulai melemah.
Munculnya radikalisme dan intoleransi karena pemahaman terhadap agama yang dangkal dan wawasan yang kurang luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya berkaitan dengan kebhinekaan di Indonesia. Radikalisme dan intoleransi dapat diatasi dengan mengajak semua elemen bangsa untuk bersikap rendah hati dalam beragama dan menerima serta mensyukuri keanekaragaman Indonesia.
Meskipun demikian, tegas Dr. Zainur Wula, S.Pd, M.Si, tidak setuju dengan penegakkan syariat Islam di Indonesia karena ideologi Pancasila dinilai telah mengatur dan memenuhi keseluruhannya tentang kehidupan bangsa Indonesia.
“Tidak pernah akan memberikan ruang kepada tindakan intoleransi dan radikalisme karena merusak persatuan dan kesatuan di Indonesia. Disamping itu, pendidikan Pancasila dan agama merupakan sarana yang membantu untuk membentuk karakter dari seseorang agar terhindar dari paparan radikalisme dan praktek intoleransi,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang ini.
Bagaimanapun juga, dunia pendidikan harus mengajarkan dan mendidik mahasiswa agar terhindar dari paparan radikalisme dan tindakan intoleransi. Disamping itu, media harus menjalani alat utama dalam menangkal paham radikalisme dan tindakan intoleransi.
Permasalahan radikalisme dan intoleransi terjadi karena rakyat Indonesia gagal dalam memahami bangsa Indonesia yang multikultural, memiliki soliditas sosial yang rendah, serta pengaruh media sosial yang sangat mudah diakses. Radikalisme berkembang secara pesat karena lemahnya sistem pendidikan nilai di Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia terlalu sibuk mencari persamaan diantara agama dan pengaruh media sosial yang dapat dengan mudah diakses.
Hukum merupakan salah satu sarana untuk mencegah tindakan intoleransi dan radikalisme. Selain itu, masyarakat dihimbau untuk konsisten dengan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Dunia pendidikan tinggi terlalu mengejar nilai normatif dibandingkan relasi dengan sesama, sehingga nilai-nilai Pancasila harus dipegang secara teguh dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari, karena Pancasila merupakan hasil kristalisasi dari berbagai nilai di Indonesia.
Tampaknya niat, tekad dan semangat rakyat Indonesia untuk mengubur intoleransi, radikalisme dan teror di bumi Pertiwi sudah menguat dan membulat, terbukti di berbagai daerah banyak elemen anak bangsa yang melakukan deklarasi dan pembuatan petisi melawan intoleransi, anarkis, radikal dan teror antara lain dilaksanakan di Kupang, NTT oleh mahasiswa Universitas Nusa Cendana dan Universitas Muhamadiyah Kupang, disamping mereka mendukung pelaksanaan pelantikan Presiden terpilih Ir. H. Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Maruf Amin pada tanggal 20 Oktober 2019. S
itu, di Kecamatan Soreang, Bandung, Jawa Barat, belum lama ini menurut catatan penulis juga terjadi kegiatan deklarasi Ormas Kabupaten Bandung menolak radikalisme dan unjuk rasa anarkis serta mendukung pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews