Kurang Suara, tapi Tetap Cari Jalan Agar Bisa Jadi Anggota Dewan

Suara ini yang ingin diminta oleh para caleg yang gagal tersebut dengan mengajukan gugatan dan meminta pengadilan untuk memberi wewenang kepada Dewan Pembina dan DPP Gerindra.

Kamis, 18 Juli 2019 | 13:59 WIB
0
670
Kurang Suara, tapi Tetap Cari Jalan Agar Bisa Jadi Anggota Dewan
Rahayu Saraswati (Foto: Youtube.com)

Sempat beredar 14 caleg Gerindra menggugat Dewan Pembina yaitu Prabowo Subianto dan Dewan Pimpinan Pusat atau DPP Gerindra di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan dengan tuntutan untuk menetapkan ke-14 caleg tersebut sebagai caleg terpilih.

Membaca atau mendengar tuntutan ke-14 caleg Gerindra tersebut agak ada yang ganjil, masak iya mereka menggugat Prabowo Subianto sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra. Padahal dalam gugatan tersebut ada keponakan atau anak dari Hasyim Djoyohadikusumo yaitu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, meski akhirnya ia mencabut gugatannya.

Rupanya ke-14 caleg Gerindra tersebut bukan menggugat Prabowo Subianto sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra atau DPP. Tetapi menuntut pengadilan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Pembina dan DPP untuk bisa menetapkan caleg terpilih dengan alasan pemilih gambar partai lebih banyak dibanding pemilih caleg.

Tuntutan ini lebih lucu dan membingunkan.

Bukankah penetapan caleg terpilih itu berdasarkan hasil pileg yang ditetapkan oleh KPU? KPU lah yang menetapkan caleg terpilih berdasarkan metode Sainte Lague di setiap Daerah Pemilihan atau Dapil.

Seperti ucapan Komisioner KPU yaitu Wahyu Setiawan ,"Yang berhak menetapkan caleg terpilih adalah KPU. Yang berhak menetapkan pasangan presiden wakil presiden terpilih, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten terpilih itu ya KPU. Ia mengatakan hal itu, Rabu (17/7/2019) di Jakarta.

Jadi setiap caleg berlomba-lomba mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya supaya terpilih atau lolos menjadi caleg.

Rupanya,ke-14 caleg Gerindra ini suaranya kurang untuk bisa menjadi caleg terpilih. Ada yang kurang suaranya nanggung, misalnya kurang 1.000 sampai dengan 5.000 suara. Ada juga kurang suaranya banyak, misalnya 20,000 sampai dengan 30.000 ribu suara.

Banyak para caleg yang gagal atau tidak terpilih akhirnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atau MK dan merasa suaranya hilang. Tapi tidak bisa membuktikan-hilang suaranya di TPS mana dan hilang  berapa suara-mereka tidak bisa membuktikan di Mahkamah Konstitusi. Pokoknya menggugat. Iseng-iseng siapa tahu dikabulkan.

Nah, kenapa ke-14 caleg Gerindra tersebut meminta pengadilan untuk memberi wewenang kepada Dewan Pembina dan DPP Gerindra dalam penetapan caleg terpilih, padahal sudah jelas itu wewenang KPU?

Rupanya, maksud tuntutan ke-14 caleg Gerindra tersebut ingin minta penambahan suara dari pemilih yang memilih atau mencoblos lambang atau gambar partai. Karena banyak masyarakat yang memilih atau mencoblos gambar partai dibanding memilih atau mencoblos gambar caleg.

Seperti kita ketahui, dalam pileg memakai sistem terbuka, yaitu masyarakat memilih caleg berdasarkan pilihannya atau dan sesuai foto atau gambar caleg tersebut. Namun demikian, masyarakat yang memilih atau mencoblos gambar partai, maka itu juga sah.

Nah, suara ini yang ingin diminta oleh para caleg yang gagal tersebut dengan mengajukan gugatan dan meminta pengadilan untuk memberi wewenang kepada Dewan Pembina dan DPP Gerindra dalam menetapkan caleg terpilih.

Dengan harapan, kalau gugatan tersebut dikabulkan oleh pengadilan, maka mereka bisa meminta penambahan suara dari pemilih yang mencoblos gambar partai. Karena mereka kekurangan suara, sehingga tidak lolos menjadi caleg terpilih.

Akan tetapi, kalau pun pengadilan mengabulkan gugatan mereka, maka akan bertentangan dengan undang-undang KPU, bahkwa KPU-lah  yang berhak sesuai UU menetapkan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara para caleg tersebut.

Terimalah kenyataan, terkadang tidak terpilih menjadi caleg adalah sesuatu yang menyakitkan. Ada yang kalah dalam pemilihan DPD dan menyalahkan foto calon DPD lainnya karena memakai foto editan.

***