Mereka tidak rela silaturahmi terjalin. Makanya mereka berteriak menolak hasil Pemilu. Juga berniat mendirikan khilafah. Intinya, mereka terus menghasut perpecahan.
Jika ada gerombolan yang terus menerus memprovokasi publik dengan isu agama, adalah mereka yang kini menggelar Ijtima Ulama IV. Hasil dari Ijtima Ulama ini bikin dongkol. Mereka menolak hasil Pemilu dan berniat menegakkan khilafah.
Padahal semua kontestan Pemilu sudah menerima putusan KPU. Proses hukum sudah dijalankan sampai tuntas. Sampai tingkat MK. Tapi, para pengacau ini, yang membengkokkan agama untuk kepentingannya sendiri berusaha terus membuat gaduh.
Kita bisa memilih ulama untuk jadi panutan. Ada ulama yang jika didekatnya kita mengingat Allah dan hari akhir. Wajahnya memancarkan keteduhan. Isi pembicaraan membuat adem. Omongannya adalah nasihat.
Ada juga orang yang ngaku ulama, tapi jika didekati omongannya penuh hasut. Memandang wajahnya hanya menghasilkan kebencian dan prasangka. Dan saat mendengar suaranya bisa mengakibatkan diare.
Sebetulnya mereka berkumpul lagi kemarin itu karena kebakaran bulu hidung. Pasalnya, Prabowo akhirnya sadar, ia harus melakukan rekonsiliasi sehabis Pilpres. Negara ini butuh semua orang bergandeng tangan. Maka bertemulah Prabowo dan Jokowi. Yang dibicarakan adalah Indonesia masa depan.
Tidak lama setelah itu, Prabowo bertemu Megawati. Segala perbedaan saat Pilpres, luluh. Nasi goreng yang dihidangkan Megawati menjadi pertanda, bahwa perbedaan politik tidak harus membuat mereka malas sarapan bersama.
Ingatlah nasihat agama. Allah menyukai orang yang menyambungkan silaturahmi. Dan Allah membenci mereka yang berusaha menimbulkan perpecahan.
Jokowi dan Prabowo berjumpa. Menjalin silaturahmi demi masa depan bangsa ini. Dari sudut pandang apapun, menjalin tali silaturahmi adalah perintah agama. Pertemuan kedua tokoh bangsa ini membuat Indonesia lebih adem.
Hanya setan yang membenci perdamaian. Hanya tuyul yang mencintai kegaduhan.
Nah, karena silaturahmi itulah ada gerombolan yang gak ikhlas. Bagaimana mungkin mereka senang dengan perdamaian, jika tujuan keberadaannya adalah menciptakan kerusakan.
Digelar Ijtima Ulama IV
Sebetulnya hanya berisi kongkow-kongkow politisi yang kebetulan hobi memakai jubah putih. Hasilnya, mudah diduga.Bagi politisi bersurban ini, jangan sampai anak-anak bangsa saling bekerja sama untuk kebaikan bangsa.
Mereka tidak rela silaturahmi terjalin. Makanya mereka berteriak menolak hasil Pemilu. Juga berniat mendirikan khilafah. Intinya, mereka terus menghasut perpecahan.
Kenapa mereka lebih suka perpecahan? Sebab ulama sesungguhnya pasti menasehati pada perdamain dan kebaikan. Silaturahmi adalah nilai penting dari ajaran Islam. Sementara setan selalu menghasut permusuhan.
Singkatnya di dunia ini ada ulama, ada juga setan. Ulama menyeru pada silaturahmi. Setan selalu menghasut pada perpecahan.
"Jadi sebetulnya kemarin itu Ijtima siapa sih, mas?" tanya Abu Kumkum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews