Prestasi lainnya para anggota DPR yang minggu depan berakhir mandatnya adalah membuat "kado termanis" buat mereka. Yakni jajaran BPK yang mayoritas diduduki oleh wakil-wakil partai politik.
Lihat dua guntingan berita media ini. Luar Biasa bukan? Aneka RUU yang dibahas menjelang akhir jabatan anggota DPR hanya kuda Troya. Setelah UU KPK diloloskan. Itu tujuan utamanya. Yang lain hanya seolah-olah bakal diketok. Tapi agaknya sudah diskenariokan untuk ditunda. UU KPK yang vital. Yang lain abal-abal.
Semua itu dilakukan dibalik tabir. Manakala masyarakat resah. Mahasiswa turun ke jalan.Saling bantah di media sosial. Para buzzer berkeliaran mengaduk informasi benar, palsu, setengah palsu agar benang merah tujuan mereka hilang dari penglihatan publik.
Dan sekarang. Yasonna mundur karena pindah posisi sebagai anggota DPR agar kursinya digantikan oleh orang partainya. Meski baru spekulasi namun ini bukannya tidak mungkin jika mengikuti pola lama : PDIP jatahnya Kementerian Dalam Negeri dan Kemenkumham. Golkar seperti biasa : Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
KPK nantinya pun bisa jadi tidak selincah dulu. Ketuanya adalah seorang jenderal polisi aktif. Ini baru pertama kalinya terjadi sejak KPK berdiri. Mampukah dia meringkus polisi yang korup? Mampukah tim penyidik baru bakal secemerlang tim lama yang diserang hebat oleh para kadal medsos dan buzzer sebagai Taliban?
In semua akan terjawab pada zamannya nanti. Apakah KPK makin moncer atau hancur lebur karena kekuatan para oligarkis.
Ohhh.. KPK tidak bakal kayak gitu kok. Kan ada dewan pengawas?
Memangnya lima orang anggotanya mampu mengawasi ratusan orang didalam KPK? Bisa jadi mereka yang duduk hanyalah kumpulan orang yang punya kewenangan tumpul. Meski mereka yang duduk punya kredibilitas dan kepakaran yang mumpuni.
Mengapa? Karena mereka tidak bisa turut campur dalam teknis operasional. Sama dengan Kompolnas atau KY.
UU KPK membatasi itu.
Siapa yang membatasi?
DPR dan pemerintah.
Siapa wakil pemerintah?
Betul jawaban Anda.
Yasonna.
Prestasi lainnya para anggota DPR yang minggu depan berakhir mandatnya adalah membuat "kado termanis" buat mereka. Yakni jajaran BPK yang mayoritas diduduki oleh wakil-wakil partai politik.
Disaat gelombang aksi mahasiswa yang berakhir rusuh , DPR tanggal 25 September dengan gembira ditengah dentuman tembakan gas air mata melakukan pemilihan lima ketua BPK yang baru.
Hasilnya ini :
Pius Lustrilanang ( Gerindra), Daniel Lumban Tobing ( PDI P) , Hendra Susanto ( internal BPK). Achsanul Qosasi (Partai Demokrat) dan Harry Azhar Azis (Golkar).
Di antara orang-orang partai yang menduduki BPK ini ada penikmat dan kolektor mobil tua. Bos klub sepak bola. Pelanggar kode etik. Dan yang namanya tercantum dalam Panama Paper.
Duit negara di aneka lembaga pemerintahan, KPK dan DPR bakal diperiksa oleh mereka. Hebat bukan?
Mereka lolos dari pantauan karena kita disibukkan oleh isu Taliban-talibanan. Isu tunggang menunggang dan ribut soal aturan urusan ranjang. Tempe dan Tempo. Drama ambulan dan bebatuan.
Konsentrasi kita diarahkan oleh sang sutradara ke isu goyang Jokowi, kritik Jokowi, puji Jokowi.
Yang membuat lini masa kita dibanjiri postingan yellow mellow eye shadow meniheslow. Yang membuat kita terpesona, emosian bahkan berasa haru sambil memviralkan postingan romantisme sentimentil soal Jokowi yang terancam.
Kita tidak sadar bahwa mereka bersembunyi di balik bayang kebesaran Jokowi dan banjir postingan dukungan : Bela Jokowi, Kita bersama Jokowi, you are not alone, Jokowi dan aneka postingan romantis picisan lainnya.
Padahal seperti postingan saya terdahulu " Hegemoni Oligarkis" mereka menempatkan Jokowi sedemikian rupa.
Hingga..
Mau Jokowi dicaci atau dipuji.
Mau Jokowi jadi korban atau pahlawan.
Mereka tidak perdulikan.
Biarkan Jokowi menjadi sentral sorotan dan kerumunan.
Yang penting bisnis mereka tetap jalan..
Sedih bukan?
Lalu apa yang harus kita lakukan sementara mesin oligarki hampir sempurna terpasang? Yang tinggal menunggu susunan kabinet saja.
Tidak banyak. Kecuali mengambil hikmah dari gonjang ganjing selama dua minggu terakhir ini.
Kita yang cuma remahan rengginang di kaleng Khong Guan hanya bisa berjuang semampu kita.
Yakni tidak goyang di tengah masifnya taburan racun disinformasi dan analisa dangkal isu taliban-talibanan. Itu isu yang disebarkan para buzzer mereka untuk mengacaukan kewarasan hingga kita emosian.
Kita mesti berkonsentrasi ( kembali) dan setia pada apa yang kita punya.
Pekerjaan kita. Usaha dagang kita. Keluarga kita. Anak dan pasangan kita. Jati diri kita. Martabat kita.
Karena tidak ada yang menolong diri kita kecuali diri kita sendiri.
Bukan kaum oligarki
Bukan pula Jokowi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews