Pegawai di bawah Deputi Penindakan KPK merasa selama setahun terakhir sering mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara.
Penanganan kasus korupsi di tanah air semakin memprihatinkan. KPK sedang mengalami masa-masa kritis. Kalau dulu penggembosan komisi antirisuah ini dilakukan dari luar, sekarang nampaknya sedang berlangsung dari dalam.
Kondisi gawat itu terungkap dari petisi yang ditandatangani oleh sedikitnya 114 penyelidik dan penyidik KPK. Mereka merasa tugasnya dalam mengejar 'ikan besar' dihambat atau dihalang-halangi.
Saya mendapatkan kabar dari teman wartawan, konon pengungkapan kasus uang politik Rp 80 milyar yang disiapkan dalam 400 ribu amplop cap jempol merupakan salah satu bentuk 'perlawanan' terhadap hambatan yang kemudian dituangkan ke dalam petisi.
Kasus 400 ribu amplop politik yang menjerat politisi Golkar Bowo Sidik jadi tambah menyeramkan. "Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu.... Nusron Wahid meminta saya menyiapkan 400 ribu. Diminta oleh Nusron Wahid untuk menyiapkan itu," kata Bowo usai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa kemarin.
Nusron pun langsung membantah, tapi Bowo bersikukuh pada pernyataannya dan meminta mantan ketua GP Ansor itu jangan munafik.
Menurut pengacara Bowo, uang dalam amplop berasal dari seorang menteri yang belum diungkap identitasnya. Dan total amplop yang disiapkan mencapai 1 juta, 400 ribu disiapkan Bowo, 600 ribu disiapkan Nusron.
Lalu muncullah lima poin petisi itu.
Penyerahan petisi oleh penyidik dan penyelidik ke Pimpinan KPK tentu tidak serta-merta melengkapi drama kasus-kasus korupsi tingkat tinggi yang sedang ditangani KPK. Petisi itu disampaikan setelah sekian dialog formal dan informal tidak memberikan hasil.
Para pegawai di bawah Deputi Penindakan KPK merasa, selama setahun terakhir, sering mengalami kebuntuan untuk “mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke level pejabat yang lebih tinggi (big fish), level Kejahatan Korporasi, maupun ke level Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Berikut saya ringkas lima poin penyebab kebuntuan di Kedeputian Penindakan KPK yang termaktub dalam petisi yang ditayangkan beberapa media pers:
1. Ekspose perkara diulur-ulur. Pelaksanaan ekspose perkara ditunda dengan alasan yang tidak jelas dan penundaannya hingga berbulan-bulan sampai perkara pokoknya selesai. Ini menutup potensi pengembangan perkara ke pejabat yang lebih tinggi.
2. Informasi OTT bocor. Beberapa bulan belakangan hampir seluruh Satgas di Penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran Operasi Tangkap Tangan (OTT).
3. Pengajuan saksi dipersulit. Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu, ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit sehingga menghambat proses pengumpulan alat bukti. Selain itu ada perlakuan khusus terhadap saksi, seperti pemberian akses ke ruang pemeriksaan lewat lift bukan lewat lobby depan.
4. Penggeledahan lokasi tertentu tidak disetujui. Seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diijinkan tanpa alasan yang jelas sehingga mempersempit bahkan menihilkan ruang gerak penyidik dan penyelidik dalam mengumpulkan alat bukti.
5. Dugaan pelanggaran berat dibiarkan. Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak Pengawas Internal. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews