Aturan main dan hukumnya jelas. KPU dan Bawaslu menunjukkan kinerja yang independen. Celakanya, ada saja capres kalah yang tak siap menang.
Dalam kasanah politik Indonesia, people power rasanya tak dikenal dengan baik, dari sisi etimologis maupun politik dan filosofinya.
Bahkan, dalam berbagai catatan sejarahnya, kita lebih mengenal istilah amook massa daripada people power. Istilah amook, dikenalkan oleh James Cook, penjelajah Inggris yang melihat langsung peristiwa itu pada 1770.
Jika Eggy Sudjana sendiri 'menolak' istilah people power sebagai upaya penggulingan kekuasaan, kudeta, mungkin istilah yang mendekatinya adalah amook massa. Karena kosa kata people power hanya dikenali di negara dengan sistem demokrasi pada masa-masa awalnya, yakni berkait dengan kepemimpinan yang otoritarian.
Baca Juga: Minta Jokowi Agar Kapolri Tak Menahannya, Eggy Akhirnya Ditahan Juga
Apakah Reformasi 1998 bukan people power? Mungkin saja iya, meski meragukan dari sisi hasil, karena tak secara menyeluruh dan tersistem terjadi perubahan. Perubahan drastis hanya pada subjek pelaku, namun sistem relatif tetap. Bahkan para pelaku peristiwa itu, tak bisa menjelaskan secara genealogis kenapa sekarang mereka akur-akur saja?
Biasanya mereka lantas berkilah 'politik itu dinamis'. Itu petanda bahwa politik tak berkait ideologi (sesuatu yang ideal secara nilai-nilai filosofis). Melainkan hanya persoalan pragmatis, kekuasaan.
Pasca Soeharto, dengan melihat perubahan UUD 1945 dalam sistem ketatanegaraan kita, senyatanya sulit mengatakan peluang terjadinya people power. Karena tak dimungkinkan hadirnya sosok seperti Soeharto. Entah jika Prabowo menang pilpres.
Jika yang suka demo makin banyak emak-emak, mungkin mereka yang masih bisa dibujuki. Sementara anak-anak milenial lain lagi orientasinya.
James Cook menulis tentang gejala psikiatrik dan somatik yang dianggap sebagai penyakit, dan hanya dapat tumbuh di dalam masyarakat budaya tertentu. Utamanya budaya patron-klien.
Lahir dalam sebuah masyarakat yang terkena sindrom budaya terikat (culture bound syndrome). Dengan kecenderungan berperilaku tidak mematuhi aturan, yang dalam apa yang dilihat Cook orang-orang yang tidak waras, dan tanpa alasan membantai secara brutal hewan-hewan ternak dan penduduk desa.
Baca Juga: Hati–hati Seruan People Power!
Di situ kita dapat padanannya. Ketika ilmu pengetahuan dan demokrasi mengenalkan quickcount, di negeri ini masih terdapat ijtima ulama (su'), Amien Rais, Eggy Sudjana, Novel Bamuqmin. Mereka rame-rame turun ke jalan, mengawal laporan BPN atas kecurangan Pemilu. Sembari terus ngeklaim Prabowo menang, tapi Pilpres curang katanya. Dan satu lagi; teriak-teriak people power, tapi mentalnya keder.
Padahal aturan main dan hukumnya jelas. KPU dan Bawaslu menunjukkan kinerja yang independen. Celakanya, ada saja capres kalah yang tak siap menang. Ngamukan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews