Berbagi Wawasan, Merebut Suara Santri

Kamis, 25 Oktober 2018 | 09:25 WIB
0
433
Berbagi Wawasan, Merebut Suara Santri

Beberapa waktu terakhir diberitakan adanya upaya kedua pasangan calon pilpres melakukan pendekatan ke kalangan Santri dan Pesantren. Nampaknya hal tersebut akibat greget kekuatan dan solidaritas kaum Muslimin saat Pilkada DKI, di mana Gerakan 212 (GNPF) mampu mengumpulkan beberapa juta umat Muslim di Monas dan akhirnya Ahok sebagai petahana yang kuatpun tumbang.

Nah, sejak itu terasa ada bayangan, semakin besarnya pengaruh kaum Muslimin dalam pilpres 2019. Hal yang wajar karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Pak Jokowi mengambil Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya. Sementara Sandiaga dikenalkan sebagai kyai dan Capres Prabowo selalu memunculkan tokoh-tokoh GNPF.

Siapa Santri itu?

Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin menjelaskan, santri tidak hanya orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab atau ahli agama.

“Santri adalah orang-orang yang ikut kyai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kyai, manut pada kiai", katanya.

Sementara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berpendapat, santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para kiai. Para kiai itu belajar Islam dari guru-gurunya yang terhubung sampai Rasulullah SAW.

Jumlah Santri

Direktur pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Ahmad Zayadi mengatakan, dalam beberapa dekade terakhir pesantren mengalami perkembangan jumlah luar biasa dan menakjubkan, baik di wilayah pedesaan, pinggiran kota, maupun perkotaan.

Bagian Data, Sistem Informasi, dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, menyebutkan pada 1977 jumlah pesantren hanya sekitar 4.195 buah dengan jumlah santri sekitar 677.394 orang. Pada tahun 2016 jumlahnya melonjak menjadi 28,194 pesantren yang tersebar baik di wilayah kota maupun pedesaan dengan jumlah 4,290,626 santri dan semua berstatus swasta.

Dari jutaan santri tersebut, menurutnya hanya 10 persen yang dapat menjadi kader ulama ataupun guru agama. Nah, melihat perkembangan jumlah pesantren maupun santrinya, bisa diperkirakan alumnus pesantren selama 40 tahun, jumlahnya bisa mencapai 30-40 jutaan, mungkin bisa lebih.

Data pemilih Pilpres 2019

Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) pada KPU adlh 196,5 juta orang. Meski demikian, masih ada data ganda dan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang harus dituntaskan agar tidak ada hak pilih yang hilang.

Data pemilih 2019 tersebut terdiri atas pemilih laki-laki 98.657.761 orang dan perempuan 97.887.875 orang.

Analisis

Melihat perkiraan jumlah para santri alumnus pesantren yang jmlhnya secara kasar sekitar 15-20 persen dari jumlah pemilih, maka wajar para Santri menjadi obyek yang harus didekati untuk kepentingan pilpres, kirakira-kira begitu.

Dari pengalaman Pray yang pernah mendampingi Menhan Bpk Matori Abdul Djalil (Alm) tahun 2000, dalam beberapa kunjungan ke pesantren-pesantren besar seperti Lirboyo, Ploso, Krapyak, Buntet, Kaliwungu, Kempek dll, saya menyimpulkan besarnya pengaruh Kyai pesantren terhadap santrinya. Seperti juga kata KH Ma'ruf, mereka belajar ilmu Islam dan manut pada sang kyai.

Sepengetahuan saya, terdapat dua macam kyai di NU yaitu kyai Nazab dan Kyai Karir. Kyai Nazab adalah mereka yang merupakanketurunan dari pendiri NU, KH Hasyim Al Asy’ari, pengaruhnya besar, mudah dikenali dengan panggilan Gus (di antaranya Gus Dur, Gus Solah, Gus Ipul). Sementara Kyai karir adalah orang biasa yang menimba ilmu tinggi Islam dari kyainya. Mereka yang sukses juga jadi panutan seperti KH Hasyim Muzadi (Alm).

Walau mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, memang masih menyisakan pertanyaan mengapa parpol berbasis Islam selama ini selalu kalah dengan parpol nasionalis? Apakah kini ada bacaan, kekhawatiran bahwa kaum santri akan bangkit? Karena itu kedua paslon terlihat berebut suara santri. Pada pilkada DKI momentumnya yang pas hingga muncul solidaritas Islam hingga Jakarta bergetar.

Kesimpulannya, dalam norma, etika dan budaya pesantren, secara teori yang pertama harus direbut adalah hati para kyai utamanya, dalam bahasa militer Kodalnya jelas. Para generasi penerus serta mantan santrinya di manapun berada akan tetap cium tangan dan manut kepada sang Kyai.

Kira-kira begitu sedikit bagi pengalaman saya yang pernah ikut blusukan ke pesantren-pesantren NU. Semoga bermanfaat. 

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan, pengamat intelijen.