Jangan Hanya Karena Ingin Raih Simpati, Tega-teganya Berbohong

Rabu, 16 Januari 2019 | 20:07 WIB
0
779
Jangan Hanya Karena Ingin Raih Simpati, Tega-teganya Berbohong
bincangsyariah.com

Masih terbilang hangat, bertempat di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, semalam calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menyampaikan “pidato kebangsaan” di depan para pendukungnya. Durasi pidato yang beliau akui sebagai pemaparan visi dan misi ini cukup lama. Bahkan Presiden PKS, Sohibul Iman pun sampai memberikan kritik.

"Dari sisi waktu, terus terang saya mengkritik, ini terlalu lama. Ini menjadi kurang fokus akhirnya di dalam memahami materinya," ujar Sohibul.

Artinya, kubu Prabowo saja menilai paparan pidato tidak jelas, apalagi masyarakat. Uraian panjang lebar dan berbelit-belit memang belum tentu berbobot. Kadang bisa terjadi karena pokok pembicaraan kurang matang, atau mungkin juga si pembicara kebingungan mengurai kata dan kalimat.

Sebagian publik tahu bahwa beberapa waktu sebelumnya, visi dan misi dari pasangan Prabowo-Sandi mengalami perubahan. Meski kubu mereka mengakui itu cuma perbaikan.

Dan ternyata bukan hanya paparannya yang kurang fokus, visi dan misi yang dijabarkan calon presiden yang gagal pada 2014 lalu tersebut juga terlihat masih bersifat umum dan normatif.

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, janji-janji politik Prabowo belum tentu bisa dioperasionalkan di lapangan.

"Bahkan jika dicermati, ada beberapa janji politik yang disampaikan justru sebagian sudah menjadi program pemerintahan saat ini. Sebut saja misalnya dana desa yang menjadi salah satu program unggulan pemerintah saat ini," ujar Pangi.

Tapi biarlah publik yang memberi ketegasan terkait pemahaman mereka masing-masing.

Bagi saya, pidato Prabowo omong kosong. Sama seperti penilaian saya atas aksinya pada 2014 silam. Berbekal masa persiapan yang cukup panjang, yakni sekitar empat tahun, harusnya penampilan dan kesiapan beliau sedikit berbeda.

Bukan cuma itu, kesempatan untuk berbicara panjang lebar yang diberikan panitia tidak beliau manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Beliau malah terjebak pada retorika dan cenderung menghabiskan waktunya hanya untuk mengkritik kinerja pemerintah.

Betul bahwa mengkritik pemerintah adalah pos haknya Prabowo saat ini. Kalau dulu masih gamang, kali ini harusnya gamblang. Kalau dulu masih mengawang-awang, sekarang ini harusnya jelas. Tapi lagi-lagi sangat membosankan dan membingungkan.

Saya tidak mau larut membahas sikap dan cara penyampaian pidatonya, apalagi sampai mengulik visi dan misi buramnya. Saya hanya ingin mempersoalkan beberapa poin kritiknya terhadap kinerja pemerintah selama ini yang menurut saya tidak berdasar dan penuh fitnah.

Prabowo dan Sandi boleh saja menutup mata atas berbagai upaya serius yang dilakukan jajaran pemerintah selama empat tahun terakhir, termasuk atas kinerja membanggakan mereka, yang bagi kaum logis dan rasional amat tidak boleh dinihilkan. Tetapi sejatinya kritik yang dialamatkan wajib berdasar pada data dan fakta.

Berikut beberapa kutipan kritik Prabowo yang menurut saya jauh dari niat mendidik dan bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran.

Pertama: “Negara yang terus menambah utang untuk bayar utang, dan menambah utang untuk membayar kebutuhan rutin pemerintahan yaitu membayar gaji pegawai negeri.”

Sadarkah Prabowo jika total hutang negara saat ini merupakan akumulasi dari hutang-hutang sebelumnya, termasuk dari zamannya Soeharto?

Tahukah Prabowo bahwa tak satu pun negara di dunia ini yang tidak memiliki hutang? Kenapa seakan-akan menyalahkan pemerintah Indonesia?

Bukankah kondisi hutang negara saat ini sangat tergolong aman yakni masih sekitar 29,74% dan berada di bawah syarat maksimal 60% dari PDB? Patut diketahui, meski trennya terbilang meningkat, rasio hutang Indonesia saat ini salah satu terendah dan bahkan paling rendah di dunia!

Perlukah dipaparkan kalau sebagian besar hutang tambahan dialokasikan untuk keperluan produktif, misalnya pembangunan infrastruktur?

Kedua: “Apakah negara yang cadangan BBM nasionalnya hanya kuat untuk 20 hari, yang cadangan berasnya kurang dari 3 juta ton, dapat bertahan jika ada serangan, atau krisis keamanan?”

Sepertinya Prabowo tidak mengerti apa istilah cadangan. Cadangan itu artinya jumlah kebutuhan tertentu yang disimpan untuk siap pakai pada rentang kondisi normal dan aman. Berarti jika cadangan akan mau habis, maka jumlahnya harus digenapi lagi dengan pasokan baru.

Betul bahwa cadangan yang ada akan habis sesuai masa hitung cadang. Proses produksi minyak maupun beras tidak mungkin berhenti. Sumber minyak masih melimpah di perut bumi dan lumbung padi akan tetap terisi di waktu panen.

Ketiga: “Kami akan bangun infrastruktur yang tepat sasaran, dan bermanfaat bagi semua golongan masyarakat dengan tidak menggelembungkan harga-harga nilai proyek.”

Benarkah infrastruktur belum tepat sasaran dan tidak bermanfaat bagi semua golongan? Apakah selama ini dana proyek digelembungkan?

Prabowo dan Sandi perlu tahu bahwa sepanjang kepemimpinan Jokowi, ada banyak infrastruktur yang dibangun dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Tidak hanya di Jawa, tetapi juga di daerah-daerah lainnya, termasuk di pelosok dan perbatasan.

Jalan nasional, jalan tol, jalan perdesaan, rel kereta api, bandara, pelabuhan dan sebagainya yang biaya pembangunannya diambil dari uang rakyat kini sudah dirasakan oleh hampir seluruh warga.

Mengenai penggelembungan dana proyek, sebaiknya Prabowo harus klarifikasi rinci dan jelas kepada pemerintah. Sepengetahuan saya, sampai sekarang belum ada kasus persoalan hukum terkait dana proyek yang beliau maksud.

Saya rasa tulisan ini sebaiknya diakhiri saja. Beliau mengkritik, saya pun balik mengkritik. Saya kuatir direkrut Prabowo jadi analis pidato beliau berikutnya. Bagi yang berminat, sila dilanjutkan. Kesimpulannya, Prabowo sesungguhnya sadar dan tahu.

Buat masyarakat Indonesia, mari cerdas. Jangan telan bulat-bulat apa yang disampaikan Prabowo.

***