Acara reuni 212 di KPK yang bakal dihelat FPI dkk dianggap banyak pihak sarat kepentingan dan mencari sensasi. Demonstrasi tersebut juga minim substansi dan hanya mengejar tanggal cantik.
Apa jadinya jika seorang yang tak kompeten dibidangnya mencoba terjun di bidang lain. Sama halnya, FPI dkk ini yang dinilai salah kamar karena baru menyoroti kasus korupsi. Mereka tak hanya dinilai salah kamar, namun menurut pendapat ahli yang vokal menyoroti kasus korupsi juga menganggap mereka hanya mau cari pamor. Terlebih upaya menghelat aksi 212 yang direncanakan bakal dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2020 mendatang.
Sebelumnya, Sekretaris Umum FPI Munarman, menyatakan bahwa aksi ini dilatarbelakangi penggagas yang merasa penanganan sejumlah kasus mangkrak. Mereka mengklaim jika aparat penegak hukum, hingga kini belum menunjukkan sikap yang serius untuk merampungkan kasus ini.
Diduga mandegnya penanganan kasus-kasus megakorupsi yang makin menggila ini karena melibatkan sebuah lingkaran pusat kekuasaan. Perilaku tersebut ditengarai sebagai bagian dari modus korupsi mereka yang indikasikan untuk pembiayaan politik guna meraih serta melanggengkan kekuasaan.
Aksi 212 terkait korupsi juga menyoroti sejumlah kasus dugaan suap terhadap anggota DPR yang melibatkan eks caleg PDIP Harun Masiku dan eks komisioner KPU bernama Wahyu Setiawan. Mereka juga mencolek kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Hal tersebutlah yang kiranya menjadi latar belakang FPI dkk menyuarakan aksi itu. Bahkan, Mereka juga mengajak pengurus daerah untuk menggelar pemanasan sebelum puncak aksi. Menanggapi hal itu, pihak KPK mengatakan korupsi adalah musuh bersama. KPK menilai semua agama sepakat korupsi harus diberangus.
Plt Jubir KPK Ali Fikri yakin jika semua aparat penegak hukum yang menangani kasus korupsi pasti bekerja secara serius, tak terkecuali KPK. Ali menegaskan pihak KPK berkomitmen mengusut tuntas perkara tindak pidana korupsi yang tengah terjadi. KPK juga menegaskan jika mereka bekerja sesuai ketentuan bukan berdasarkan permintaan pihak tertentu.
Perhatian yang diberikan oleh FPI dkk ini dinilai sejumlah pihak telah kadaluwarsa. Pasalnya, kasus ini bukanlah kasus baru. Justru saat dulu tengah panas dan KPK dilucuti habis-habisan mereka cuek saja dan tak memberikan respon. Jika sekarang mereka menyampaikan wacana terkait hal ini tentunya perlu dipertanyakan. Indikasinya ialah pertama mengejar popularitas, mengapa demikian?
Hal ini dinilai berhubungan sebab sebentar lagi Indonesia bakal punya gawe, yakni Pilkada 2020. Kemungkinan, mereka tengah mencari kandidat buat diusung untuk melaju kembali menuju kursi kepemerintahan, setelah dua kali sempat kandas.
Namun bukan FPI dkk jika kemudian menyerah, kini mereka kembali mencari panggung lewat momentum kasus KPK tersebut. Mereka seolah-olah ingin menunjukkan simpati sekaligus ingin menarik perhatian warga masyarakat, lebih tepatnya membangun branding setelah meredup karena kasus izin organsisasinya yang tak segera diperbarui.
Alasan kedua ialah, mereka sepertinya sedang mengejar angka cantik. Coba lihat angka pada tanggal rencana mereka akan menggelar reuni atau aksi 212. Hal semacam ini memang telah menjadi ciri khas ormas islami itu.
Alasan lainnya ialah kemungkinan adanya "pesanan" atau request dari oknum tertentu. Hal ini bisa saja terjadi, seperti yang sudah-sudah ormas ini tak pernah absen mengisi keramaian panggung bagi sejumlah politisi. Bagi mereka untuk dapat diakui kembali kiprahnya bisa dengan melakukan apapun. Termasuk terlihat begitu peduli atas kasus yang tengah membelit negeri. Padahal, kemarin kemana saja?
Di saat pihak lain sibuk dengan kasus KPK tahun lalu, mereka baru nongol. Jika kemudian ada pertanyaan apa modus mereka wajar dong! Toh, sebelumnya mereka ga tertarik sama sekali dengan isu ini. Lalu kenapa tiba-tiba datang dan ingin ambil posisi? Dalam hal ini pemerintah dan warga masyarakat boleh waspada, jika memang hanya mencari sensasi, abaikan saja!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews