Usai Debat Capres 01 Langsung Kerja Lagi, Capres 02 Ngeles Lagi

Sabtu, 23 Februari 2019 | 07:44 WIB
2
530
Usai Debat Capres 01 Langsung Kerja Lagi, Capres 02 Ngeles Lagi
Prabowo Subianto (Foto: Bisnis.com)

Debat capres periode kedua, kali ini masih berkepanjangan. Seolah masih belum puasa, terutama kubu 02. Masih saja mengeluarkan pernyataan yang sejatinya omong kosong semata. Jelas  tampak hasil di panggung seperti apa. Sama juga  pertandingan sepak bola sudah peluit panjang, namun suporter masih ribut bertikai soal permainan.

Tidak mengubah apapun. Semakin banyak omong dan ribut di luar arena buat apa. Semua sudah selesai, jauh lebih bijak adalah mempersiapkan untuk periode tiga dan empat, agar tidak lagi jadi bulan-bulanan bak permainan liga 1 Perancis vs liga 1 Indonesia lagi. Sama-sama capres beda kelas kemarin itu. sama-sama liga 1 toh beda juga levelnya bukan? Sama-sama capres beda kelas juga.

Jokowi sebagai capres sekaligus presiden memang tetap bekerja bahkan langsung kunjungan ke daerah. Sesuai dengan apa yang menjadi nama kabinetnya, Kerja, di mana memang kerja dan kinerja menjadi unggulan. Apa yang dilakukan konsisten dan memang bisa dilihat rekam jejak dan hasilnya.

Miris justru dari sisi koalisi 02, di mana sudah kalah, bolehlah menglaim menang, hanya orang tidak normal yang masih yakin itu ada dalam kendali mereka. Namanya debat politik, kalah menang tidak seperti pertandingan bola yang jelas hasilnya. Di mana kedewasaan, sportifitas, dan kesiapan menang dan kalah yang sangat wajar dalam demokrasi itu menjadi penting.  Kembali ke nurani, dan itu berkaitan dengan segi spiritualitas. Dan memang lemah tampaknya.

Beberapa hal usai debat yang menarik dicermati adalah,

Malah meributkan soal alat komunikasi dan kecurangan yang jauh dari akal sehat itu. Seolah film dan sinetron yang kekanak-kanakan. Sama sekali tidak ada nalar normal yang bisa menerima itu sebagai kebenaran. Apa susahnya sebagai incumbent untuk menguasai materi itu? Ini hanya dalih atas kesalahan fatal tim mereka yang tidak menyiapkan kandidatnya dengan baik. Kebanyakan menebar perang psikologi sia-sia, murahan semata.

Mengenai penguasaan lahan yang diakui kandidatnya sendiri. Klarifikasi timsesnya malah dibantah oleh pihak yang diklaim mereka sebagai pengelola. Atau menuding pihak lain juga memiliki itu. jauh lebih smart, jika mereka malah mengupas sisi lain mengapa itu bisa terjadi di masa lalu, dan langsung dengan aksi mengembalikan tanah secara resmi, dilakukan dengan seremoni besar, jelas itu keuntungan.

Eh malah melaporkan sebagai serangan pribadi. Jelas-jelas mengaku iya, mengapa kini timsesnya malah ke mana-mana. Kesalahan fatal dan tragis hanya karena tidak bijak. Emosional penuh kebencian yang melemahkan nalar.

Jokowi mengatakan membangun jalan 191 ribu km, dan malah dikritik sih masih wajar dan baik, malah dituding sebagai kebohongan dengan membandingkan dengan besaran bumi. Akhirnya malah jadi olok-olokan, karena  memang maaf sangat bodoh ingat dengan kualifikasi pendidikan dana pengalaman, tidak serendah itulah sebenarnya logikanya.

Padahal banyak hal yang bisa dianalisis dan dijadikan bahan perbaikan bagi tim dan kandidat mereka. Fokus pada sisi Jokowi lagi, dan itu hanya hendak mematahkan prestasi Jokowi yang malah membuat mereka kalang kabut. Lihat saja terbukti dalam artikel ini, https://www.kompasiana.com/paulodenoven/5c6bf201aeebe139ef1257f6/yang-ada-bukan-pendukung-capres-02-hanya-pembenci-jokowi

Mengapa harus fokus pada jalan yang dibangun Jokowi, bukan apa yang akan mereka lakukan. Fokus pada capres sendiri, mengapa hanya mengulik capres pihak lain. Jelas itu sangat merugikan tim sendiri. Jelas kalah sebelum bertanding, pas bertanding, dan usai bertanding.

Kelucuan, atau malah maaf sekali lagi kegoblogan, ketika Jokowi mengatakan sebagai presiden pernah mengunjungi kampung nelayan di Semarang. Eh si pimpinan dewan ikut-ikutan, mengekor ke sana. Apa yang terjadi malah ia jadi bahan tertawaan. Maksudnya membantah apa yang dinyatakan Jokowi, eh malah ia jadi tertawaan.

Sekali lagi ini  fokusnya pada apa yang dilakukan Jokowi. Mereka yang merasa seolah-olah menguasai panggung itu justru didekte oleh Jokowi dengan ikut apa yang Jokowi mau.  Dengan datang ke Tambak Klorok, apa yang diperoleh? Apalagi siang bolong di kampung nelayan malah mengganggu mereka istirahat iya. Semarang lagi.

Unicorn, kata pengamat, dan itu jauh lebih bernada positif jika mereka mau menggali itu bukan malah mempersoalkan ketololan tidak tahu istilah. Ada kelemahan yang perlu dibenahi, mengapa bukan malah mengelola itu. Ribet dan ribut bahwa Jokowi menjebak. Ini kan bodoh. Padahal bisa mengeksplorasi sisi lain yang tidak kalah cerdas jika mau. Apa lacur hanya level hafalan istilah, bisa dilihat lebih lengkap di sini.

Melihat dan menyermati hal tersebut, patut bahwa pilihan itu sudah harus dimantabkan,Jokowi pasti dengan pertimbangan rasional, logis, dan mendasar. Mau melihat reputasi mereka yang ugal-ugalan dan tidak memiliki rencana kerja yang baik itu, mana bisa diberikan kepercayaan untuk memimpin.

Jokowi sedang dan terus bekerja, mereka hanya memikirkan bagaimana mematahkan prestasi Jokowi. Susah mengharapkan apa yang dicapai dan dilakukan Jokowi kali ini, akan mereka teruskan jika mereka menang. Jelas kerugian ganda dengan menyerahkan kepada mereka kepercayaan itu.

Perilaku politik mereka sama sekali tidak menjanjikan. Berjalan itu ke depan. Bagaimana bisa fokus masih pada aksi hari Minggu itu terus.  Padahal Jokowi telah melakukan banyak hal. Benar bahwa oposisi itu bukan pemerintah, namun mengamati demi kebaikan juga penting, bukan malah fokusnya pada hal yang buruk-buruk.

Fokus mereka bukan negara dan bagaimana menyejahterakan rakyat. Inti kerja mereka kejatuhan Jokowi dan menggantikan dengan pola pikir bodoh mereka. Mengerikan jika demikian. Ini negara mau dijadikan apa? Jika ada iklan, buat anak kog coba-coba, kini juga untuk politik, bernegara kog coba-coba. Yo akan hancur tidak sampai tahun 2030 jika demikian.

Kedua capres sudah memresentasikan kualitas mereka luar dalam. Tidak ada lagi  yang tersembunyi dan tidak kelihatan. Pun demikian, para timsesnya yang akan siap-siap menjadi menteri dan elit negeri ini.

Mosok menteri dalam negeri kog menjadi dagelan ketika berkunjung ke kampung nelayan? Di mana wibawanya coba. Pola pikirnya hanya duplikasi, dompleng, dan tidak ada yang orisinal. Apalagi jika au jauh melongok ke belakang, setiap aksi Jokowi akan dibalasnya.  Dari gendruwo, sontoloyo, hingga kisah Mbah Moen yang mempermalukan diri sendiri itu. Tidak ada aksi orisinal dari perilaku calon menteri yang kini di dewan juga tidak pernah kerja itu.

Jubir yang akan sangat mungkin menjadi menteri itu pun setali tiga uang. Ketika kesandung kasus hukum, merengek, namun menuding dengan sadis pihak lain sebagai pembohong. Mosok orang model demikian jadi menteri?  Coba berjiwa ksatria dulu dengan kasus hukumnya, belum-belum sudah merasa hebat, benar, dan bersih, namun ketika menuding dengan sangat tajam, seolah  bersih dan hebat sendiri. Tanggung jawab saja minim.

Jadi ingat perbincangan dengan Kompasianer Herulono Murtopo, kala kuliah, kalau dia masih ingat sih, ada dua biarawan yang melakukan kegiatan lintas alam. Di sebuah tepi sungai mereka mendapati gadis yang kebingungan menyeberangi sungai. Si biarawan satu langsung saja membopong si gadis, dan meninggalkannya di tepi seberang sungai.

Ternyata tidak bagi biarawan kedua, yang masih mengingt bahwa temannya telah melanggar ikrar membiaranya. Hal yang terus diungkit padahal si biarawan yang membopong tadi telah melupakan sejak ia menurunkan gadis itu di tepi sungai itu.

Kisah yang cocok, bagaimana orang yang ribet dalam banyak hal kadang tidak melakukan dan takut pada bayangan sendiri. Jokowi sudah bekerja, namun tim koalisi 02 masih ribut soal debat yang sudh kadaluarsa itu. Lucu lagi  ada yang mulai menebarkan isu kalau KHMA akan menggunakan sarung, peci, sorbannya sebagai alat bantu kecurangan. Ini sih parah.

Jokowi sekali lagi dan Jokowi lagi untuk periode mendatang. Buat apa memilih capres dan tim amburadul itu. Buat negara kog coba-coba. Jokowi sudah terbukti.

Salam.

***