Tuduhan pelanggaran oleh KPU sebagaimana didalilkan oleh Prabowo – Sandiaga sebagai pemohon tersebut tidak terbukti.
Hasil Pilpres masih menyisakan polemik tersendiri hingga pihak BPN mengajukan gugatan ke MK. Selain tuduhan tindakan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, Komisi Pemilihan Umum haruslah menjawab beberapa hal teknis untuk menanggapi keberatan pasangan Capres–Cawapres Prabowo-Sandiaga atas hasil pilpres 2019 yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Mei 2019.
MK juga telah meregistrasi berkas permohonan pada tanggal 24 Mei 2019, yang sebenarnya tidak dikenal dalam hukum acara di MK, yang disampaikan pada 10 Juni hanya akan dijadikan lampiran oleh MK.
Dalam menjawab keberatan pasangan Prabowo – Sandiaga sebagai pemohon, KPU berfokus pada tiga hal yakni terkait dengan permasalahan daftar pemilih tetap (DPT), sistem informasi penghitungan suara (situng) dan masalah daftar hadir.
Pemohon mendalilkan bahwa DPT yang digunakan KPU tidak masuk akal karena ada 17,5 juta pemilih yang memiliki tanggal lahir sama. Pemohon juga mempersoalkan banyaknya kesalahan input data dalam situng yang menyebabkan ketidaksesuaian data situng dengan data c1, dan tentang penghilangan formulir daftar hadir atau C7.
Namun hal tersebut berhasil ditepis oleh Ketua kuasa hukum KPU untuk Pilpres, Ali Nurdin dalam paparannya di hadapan majelis hakim MK, menyebutkan bahwa pemohon dalam hal ini Prabowo – Sandiaga telah menyampaikan tuduhan yang sangat tidak jelas tentang kesalahan penghitungan suara kecurangan dalam pelaksanaan pilpres 2019.
Ali Nurdin mengatakan jawaban tersebut lantaran pihaknya meniilai bahwa Prabowo baru menyampaikan tuduhan kesalahan penghitungan suara pada permohonan kedua. Sebab, menurut dia, jika Prabowo meyakini ada kesalahan dalam penghitungan suara, tentunya akan disampaikan pada permohonan perdana.
“Dalam permohonan 24 Meii 2019, pemohon sama sekali tidak menguraikan tuduhan kesalahan penghitungan suara. Begitu juga petitum tidak menuntut penghitungan ulang,” ujarnya.
“Artinya pemohon telah mengakui bahwa termohon (KPU) telag bekerja dengan benar menyelenggarakan penghitungan suara, sekaligus membantah kemenangan termohon di pilpres,” tutur Ali.
Pihaknya juga menyoroti lemahnya kubu Praowo – Sandi dalam menyampaikan bukti – bukti kecurangan dalam penghitungan suara. Kubu Prabowo Sandi yang disebutnya kembali termohon, tidak punya cukup bukti yang kuat
“Pemohon hanya menuduh kecurangan berdasarkan tingkat provinsi, padahal termohon melakukan penghitungan secara berjenjang,” ujarnya.
KPU juga telah menyiapkan bukti – bukti dari 34 provinsi untuk membantah klaim pemohon. Terkait tuduhan akan adanya 17,5 juta pemilih dengan tanggal lahir sama, hal itu ternyata bukanlah rekayasa karena riil dan ada buktinya. Ada banyak orang yang tidak tahu tanggal lahirnya sehingga dimasukkan sebagai pemilih yang lahir pada tahun 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember.
Sementara itu, fungsi situng lebih sekedar sebagai alat bantu dan tidak dijadikan dasar penghitungan suara nasional karena penghitungan dilakukan secara manual. Sedangkan formulir C7 bukannya dihilangkan, melainkan posisinya ada di dalam kotak suara.
“Apabila punya bukti KPU curang, tentunya sejak awal pemohon akan mengajukan bukti kecurangan, mulai dari kecamatan, Kabupaten, bahkan hingga tingkat TPS,” ujarnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tuduhan pelanggaran oleh KPU sebagaimana didalilkan oleh Prabowo – Sandiaga sebagai pemohon tersebut tidak terbukti.
Padahal semua proses penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU sudah berpedoman pada prinsip independensi. Profesional dan transparan.
Di sisi lain Komisioner KPU Wisnu Setiawan membantah tuduhan kubu paslon capres – cawapres Prabowo – Sandi terkait dugaan penggelembungan suara dan pencurian suara ini dianggap mencapai 16,7 juta hingga 30,4 juta suara.
Namun phaknya mengatakan bahwa KPU akan membantah tuduhan Prabowo – Sandi di MK. Bertahan tersebut akan disampaikan melalui bukti dan data pendukung yang akurat dan otentik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews