Apakah KPK punya kewenangan untuk memindahkan napi koruptor ke lapas Nusakambangan atau ke lapas lainnya? Jawabannya; tidak!
Setya Novanto atau mantan ketua DPR dipindah ke Rutan Gunung Sindur yang penjagaannya super ketat dengan banyak CCTV atau Closed-Circuit Television. Ia dipindahkan karena menyalahgunakan izin berobat ke rumah sakit di Bandung untuk belanja di toko bangunan.
Setya Novanto yang terkesan klemar-klemer (Jawa) tapi jangan ditaya soal akal bulusnya untuk mengakali Kalapas atau petugas Lapas Sukamiskin Bandung. Semua dibuat kalang kabut oleh ulahnya. Seolah punya ilmu belut putih untuk sesalu berkelit.
Lapas Sukamiskin adalah Lapas atau Lembaga Pemasyarakatan untuk napi korupsi atau koruptor. Karena koruptor adalah orang berduit, sering kali mereka membeli kemudahan atau fasilitas di lapas tersebut. Seperti izin berobat keluar lapas atau izin tertentu. Semua itu hanya akal-akalan saja. Tapi yang paling sering digunakan alasan yaitu izin berobat karena sakit.
Nah, dari kasus-kasus tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi merasa geram oleh ulah para koruptor tersebut. Karena mereka adalah "pasien" dari KPK. Akhirnya KPK lewat pimpinannya mendesak atau meminta Ditjen Pemasyarakatan untuk memindahkan para koruptor ke Lapas Nusakambangan di Cilacap.
Apakah KPK punya kewenangan untuk memindahkan napi koruptor ke lapas Nusakambangan atau ke lapas lainnya?
Jawabnya: tidak! Kerena itu kewenangan Ditjen Pemasyarakatan.
Ketika terdakwa korupsi sudah divonis pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka KPK akan menyerahkan terdakwa ke lapas. Dalam hal ini adalah Lapas Sukamiskin Bandung tempat reunian para koruptor.
Jadi KPK tidak punya kewenangan untuk memindahkan napi koruptor ke Lapas Nusakambangan.Tapi kewenangan pemindahan napi koruptor dari Lapas Sukamiskin-ke Lapas Nusakambangan atau lapas lainnya adalah kewenangan Ditjen Pemasyarakatan yang merupakan unsur pelaksana dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Namun begitu, pimpinan KPK boleh menyarankan atau memberi masukan kepada Ditjen Pemasyarakatan untuk memindahkan napi koruptor ke Lapas Nusakambangan dengan alasan tertentu. Tapi tidak boleh memaksa atau seperti memberi instruksi kepada Ditjen Pemasyarakatan karena itu bukan wilayahnya atau kewenangan KPK lagi.
Ada satu kasus yang ditangani oleh KPK dalam operasi tangkap tangan yaitu mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husien yang saat ini juga mendekan di Lapas Sukamiskin. Kasus ini sebenarnya masuk kategori pungutan liar atau pungli untuk membeli atau mendapatkan kemudahan izin keluar lapas.
Artinya bukan kewenangan KPK tapi bisa diserahkan ke polisi atau kejaksaan untuk menangani kasusnya. Tapi karena sudah kadung jengkel dan geram, KPK dengan alibi bahwa Kalapas termasuk pejabat negara, akhirnya oleh KPK disidik seperti pejabat negara yang menyalahgunakan jabatannya.
Baca Juga: Setya Novanto, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
Mengapa KPK memasukkan atau menangani pungutan liar antara mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein dengan napi koruptor yaitu Fahmi Darmawansyah sebagai suap dan masuk kewenangan KPK?Jawabnya karena napi koruptor Fahmi Darmawansyah adalah pasien KPK.
Seadainya Fahmi Darmawansyah bukan napi koruptor dan sebagai pasien KPK, maka KPK sebenarnya juga tidak begitu peduli. Toh banyak napi narkoba yang berduit membeli fasilitas atau kemudahan dalam lapas dan KPK juga anteng-anteng aja. Bahkan membeli fasilitas dalam lapas terjadi hampir semua di seluruh Indonesia.
Tapi mengapa pungli di lapas tidak pernah ditangani oleh KPK, kalau benar bahwa pungli termasuk suap yang bisa ditangani oleh KPK? Kenapa hanya pungli di Lapas Sukamiskin, itupun karena pasiennya?
Boleh jadi jawabannya karena KPK merasa geram oleh ulah napi koruptor yang bebas keluar lapas dengan mudahnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews