Teriakkan syah itu menandakan sejak saat ini tidak ada lagi bletak-bletak lain dalam perkara Pilpres. Prabowo dan Sandi sudah legowo. Mereka cukup puas berada di urutan kedua.
Sudah selesai, ya. Setelah MK mengetuk palu sidang --bletak!,-- tandanya Copras-capres sudah kelar. Sebab sidang MK adalah garis finish konstitusional yang mengakhiri semua hiruk-pikuk Pemilu.
Gak ada lagi 01 dan 02. Sementara kini Kampret juga tampaknya sudah mulai belajar berenang, mau bermetamorfosis jadi Cebong. Karena baru belajar biarlah mereka main di tempat cetek dulu.
Atau sebaiknya disediakan kolam lain. Kalau Cebong biasa bermain di kolam berisi air. Biarkan mereka berenang di kolam yang kering. Biar gak kelelep. Cukup lari-larian aja dulu di dalam kolam itu.
Artinya jika sampai sekarang petinggi Gerindra tidak juga secara terang-terangan menyatakan diri sebagai oposisi, itu karena mulai tertarik belajar berenang. Setelah puasa sedemikian lama, mereka mulai memantas-mantaskan diri jadi menteri. Atau Watimpres. Atau jabatan lainnya yang cocok.
Dalam politik, membagi kekuasaan adalah hal wajar. Gak apa-apalah Gerindra dapat posisi menteeri asal bukan Fadli.
Mestinya kita semua mulai menatap masa depan. Jangan lagi berkutat dengan masa lalu. Meskipun, untuk sebagian orang, lari dari kenangan memang sering menyakitkan.
Misalnya bagaimana melupakan sepasang manusia dengan tahi lalat di atas bibir, yang bersaksi di MK. Itu adalah tontonan paling sweet dalam ruang sidang. Atau bagaimana seksinya suara saksi lelaki berkacamata hitam. Suaranya lembut, nyaris mendesah. Kita heran, kok ada orang Sumut suaranya begitu mendayu seperti musik keroncong. Ternyata dia khawatir kesaksiannya didengar Kejaksaan Batubara, Sumut. Pasalnya dia masih jadi tahanan kota Kejaksaan di sana dalam kasus hoax dan sejenisnya.
Nah, jika karena Pilpres kemarin ada penyebar hoax yang terpaksa berurusan dengan polisi, biarlah itu jadi pembelajaran. Buat mereka. Juga buat kita semua. Bahwa menyebar berita bohong adalah pekerjaan hina. Lebih hina dari gol bonuh diri pada final Piala Dunia.
Tapi kayaknya masih ada sebagian orang yang gak puas? Buktinya masih banyak emak-emak yang demo di gedung MK hari ini.
Begini. Kalau soal memuaskan emak-emak itu memang bukan tugas MK. Seharusnya soal puas memuaskan menjadi tugas suaminya. Jangan karena suaminya gak bisa memuaskan, lalu mereka mencari kepuasan di MK. Itu namanya pelarian.
Jika yang nongol demo di MK adalah Titik Suharto, kita maklum, sejak dulu dia memang gak pernah dapat kepuasan. Mestinya Titik jangan menyalahkan Jokowi karena masalahnya itu. Salahkan Prabowo dong.
Tapi menyalahkan Prabowo juga gak pas saat sekarang. Titik dan Prabowo sudah gak ada hubungan apa-apa lagi.
Gak usah dipikirin kenapa tim hukum BPN kok, rasanya payah banget. Kayak orang gak ngerti fungsi MK. Sampai hakim MK sendiri keluarkan statemen bahwa gugatan mereka mengada-ada.
Wajar saja. Sejak awal memang gak ada rencana menggugat ke MK. Wong, copy formulir C1 aja gak punya. Gugatan ke MK itu lebih terkesan sebagai mencari jalan keluar yang manis, pasca skenario kerusuhan 21-22 Mei mulai terkuak Polisi. Tentu saja pada sebagian orang mulai terbit kekhawatiran keculasannya untuk membakar Jakarta sudah terbeber seperti celana dalam yang di jemur di lapangan bola.
Sejak saat itu tidak ada lagi seruan garang untuk demonstrasi menggugat MK dari Prabowo. Capres itu memilih mingser ke pinggiran. Sambutannya terhadap putusan MK justru positif, walau belum diuji testpack.
Hanya para hulubalang berjanggut saja yang masih ngotot menggelar demo di MK. Mereka adalah gerombolan HTI dan FPI.
Kalau mereka sih, emang sejak awal mencari rusuh. FPI butuh kerusuhan karena kalau Indonesia baik-baik saja, Rizieq akan tetap jadi pelarian di Saudi. Sementara HTI, bagi mereka mimpi basah khilafah hanya bisa tegak kalau Indonesia sudah jadi puing-puing. Jadi dalam setiap kesempatan mereka akan mencari kerusuhan belaka.
Singkatnya, MK sudah mengambil keputusan. Palu sudah diketuk --bletak! Bagaimana para saksi, apakah syah?
Syaaahhhhh!
Teriakkan syah itu menandakan sejak saat ini tidak ada lagi bletak-bletak lain dalam perkara Pilpres. Prabowo dan Sandi sudah legowo. Mereka cukup puas berada di urutan kedua. Mendapat medali perak.
Jokowi-Amin akan meneruskan pemerintahan Jokowi-JK mulai Oktober 2019 nanti. Artinya sebagai Presiden dan Wapres, Jokowi-Amin sudah halal.
Indonesia tersenyum. Indonesia lega.
"Hanya HTI dan FPI saja yang terus manyun, mas," ujar Abu Kumkum.
"Itu sih, tabiat dari lahir Kum. Lihat saja wajahnya Novel Bamukmin," jawab Bambang Kusnadi.
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews